ksppm
  • Beranda
  • Profile
    • Visi dan Misi
    • Profil KSPPM
    • Tentang KSPPM
    • Struktur Organisasi
    • Pelaksana Program
    • Staff
    • Badan Pendiri
  • Berita
    • Samosir
    • Toba
    • Tapanuli Utara
    • Humbahas
    • Liputan Media
    • Wilayah Lainnya
  • Buletin Prakarsa
Donation
No Result
View All Result
en English id Indonesian
ksppm
  • Beranda
  • Profile
    • Visi dan Misi
    • Profil KSPPM
    • Tentang KSPPM
    • Struktur Organisasi
    • Pelaksana Program
    • Staff
    • Badan Pendiri
  • Berita
    • Samosir
    • Toba
    • Tapanuli Utara
    • Humbahas
    • Liputan Media
    • Wilayah Lainnya
  • Buletin Prakarsa
Donation
No Result
View All Result
en English id Indonesian
ksppm
Donation
Pemerintah Kabupaten: Tembok Penghalang bagi Masyarakat Adat
  • Oleh:
  • Rocky Pasaribu
  • •
  • 14 Juni 2022
Pemerintah Kabupaten:  Tembok Penghalang bagi Masyarakat Adat
Reading Time: 4 mins read
A A

Saat ada yang berbahagia, biasanya ada juga yang kecewa. Keduanya bagai saudara kembar. Ini persis yang terjadi pada Februari 2022 lalu ketika Presiden Joko Widodo berkunjung ke Tano Batak.  Pada kunjungan  tersebut, Presiden menyerahkan SK Hutan Adat kepada  4 (empat) masyarakat adat. Namun di sisi lain, puluhan komunitas masyarakat adat  lainnya merasakan kekecewaan karena konflik mereka tak kunjung diselesaikan.

Keempat masyarakat adat (MA) yang menerima SK tersebut berasal dari Kabupaten Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan, yaitu (1) Nagasaribu Onan Harbangan, Desa Pohan Jae, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, (2) Bius Huta Ginjang, Desa Huta Ginjang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, (3) Adian Hoting, Kabupaten Tapanuli Utara, dan (4) Pandumaan-Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan.

Baca Juga

DPRD Simalungun Gelar Rapat Pansus Bahas Banjir Parapat, TPL Disebut Sebagai Penyebab Utama.

Nestapa Buruh Harian Lepas dalam Sistem yang Dikendalikan

Belum ada masyarakat di Kabupaten Samosir yang mendapatkan SK serupa karena Perda Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA) belum disahkan saat tim terpadu dibentuk untuk melakukan verifikasi dan identifikasi. Oleh sebab itu, pada saat tim memutuskan lokasi yang akan diverifikasi, Kabupaten Samosir belum masuk dalam daftar. Alasannya, tim hanya dapat melakukan verifikasi di kabupaten yang sudah memiliki perda PPMHA.

Berbeda dengan Kabupaten Samosir, Kabupaten Toba, sejak tahun 2020, sudah menerbitkan Perda PPMHA sejak tahun 2020. Secara regulasi, Kabupaten Toba bahkan jauh lebih unggul dibanding kabupaten lainnya di Kawasan Danau Toba. Selain memiliki Perda, Kabupaten Toba juga telah menerbitkan Surat Keputusan Bupati tentang pembentukan panitia penetapan masyarakat hukum adat, beserta peraturan Bupati tentang pelaksanaan kegiatan tim.

Sebelum tim terpadu melakukan verifikasi dan identifikasi terhadap masyarakat hukum adat pada Oktober 2021 yang lalu, Pemerintah Kabupaten Toba sudah terlebih dahulu melakukan verifikasi dan identifikasi terhadap 7 (tujuh) komunitas masyarakat adat, yakni Natinggir, Sigapiton, Simenak Henak, Matio, Ombur, Natumingka dan Sigalapang. Oleh sebab itu, verifikasi dan identifikasi yang dilakukan oleh Tim Terpadu pada Oktober lalu merupakan kedua kalinya setelah yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Toba. Bedanya, Kabupaten Toba sebelumnya tidak melakukan verifikasi dan identifikasi terhadap masyarakat Pomparan Ompu Sunggu Barita di Janji Maria, sedangkan tim terpadu melakukannya.

Khusus untuk Kabupaten Toba, terdapat perbedaan pendapat dalam hasil verifikasi dan identifikasi antara tim Pemerintah Daerah dan Tim Terpadu bentukan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Menurut Tim Terpadu, dari semua masyarakat adat yang di verifikasi dan identifikasi di Toba, hanya ada 2 (dua) komunitas yang berpotensi memperoleh Hutan Adat yakni, Masayarakat Adat Simenak Henak dan Masyarakat Adat Pomparan Sunggu Barita Janji Maria.

Namun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hanya dapat menerbitkan SK Hutan Adat jika sudah ada terlebih dahulu SK Bupati Toba tentang pengakuan keberadaan masyarakat dan wilayah adat kedua komunitas tersebut. Sayangnya, hingga saat Presiden Joko Widodo menyerahkan SK Hutan Adat pada Februari 2020 lalu, Pemerintah Kabupaten Toba belum menerbitkan SK pengakuan masyarakat dan wilayah masyarakat adat terhadap 2 komunitas yang dimaksud.

Dalih yang Janggal

Dari keterangan berbagai media,  Pemerintah Kabupaten Toba berpendapat bahwa belum ada komunitas yang dapat memenuhi 5 (lima) syarat penetepan masyarakat hukum adat seperti yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No.52/2014 tentang Pedoman Penetapan Masyarakat Hukum Adat. Alasan ini tentu saja sangat janggal. Tim Terpadu telah merekomendasikan 2 komunitas untuk memperoleh Hutan Adat dan Pemerintah Kabupaten Toba belum melakukan verifikasi dan identifikasi terhadap Masyarakat Adat Pomparan Ompu Sunggu Barita Janji Maria. Darimana datangnya argumen Pemerintah Kabupaten Toba bahwa komunitas ini tidak memenuhi persyaratan sesuai Permendagri No.52/20214 tentang Pedoman Penetapan Masyarakat Hukum Adat?

Sikap Pemerintah Kabupaten Toba yang tidak mau mengakui masyarakat dan wilayah adat hingga saat Presiden menyerahkan SK Hutan Adat oleh Presiden pada Februari 2022 lalu juga menimbulkan spekulasi. Ada anggapan bahwa Pemerintah Kabupaten Toba tidak memahami regulasi tentang mekanisme pengakuan masyarakat adat dan wilayah adat, juga bahwa Pemerintah Kabupaten Toba tidak memiliki keberpihakan terhadap masyarakat adat. Dugaan ini tentu tidak berlebihan mengingat tetangga Kabupaten Toba yakni Tapanuli Utara dengan meyakinkan berani mengakui 3 (tiga) masyarakat adat dan wilayah adat, yang kebetulan masih satu hamparan wilayah adat dan satu ikatan sosial dengan komunitas di Kabupaten Toba.

Akhirnya KLHK hanya menerbitkan SK Peta Indikatif Lokasi Hutan Adat (PILHA) terhadap Masyarakat Adat Simenak Henak dan Pomparan Ompu Sunggu Barita di Janji Maria karena belum ada pengakuan dari Pemerintah Kabupaten Toba terhadap masyarakat adat. Hal ini tentu sangat disayangkan. Seadainya kedua komunitas tersebut mendapatkan SK Hutan Adat dari KLHK, maka kewenangan Pemerintah Kabupaten untuk mengatur wilayah tersebut akan bertambah karena statusnya tidak lagi berupa kawasan hutan.

Konsep PILHA ini merupakan kebijakan baru KLHK terhadap masyarakat adat yang belum  mendapatkan pengakuan  dari pemerintah daerahnya, namun berpotensi ditetapkan sebagai Hutan Adat. Dari sudut perundangan-undangan, SK PILHA ini belum memiliki kekuatan hukum karena statusnya masih tetap Hutan Negara. Konflik agraria tetap potensial terjadi di dalamnya.

Apa yang dialami Masyarakat Adat  Simenak Henak dan Ompu Sunggu Barita di Janji Maria menunjukkan  bahwa proses pengakuan masyarakat adat dan wilayah adat itu sangat sulit. Birokrasi kita yang panjang-berbelit membuat proses ini semakin sulit. Dalam cara pandang masyarakat awam, jika KLHK sudah merekomendasikan wilayah Simenak Henak dan Janji Maria untuk ditetapkan sebagai Hutan Adat, semestinya pemerintah tingkat kabupaten mengikuti. Tapi nyatanya tidak begitu!. **

(Rocky Pasaribu)

  • Baca juga tulisan menarik lainnya dari
  • Rocky Pasaribu
  • atau artikel terkait
  • Berita, Toba
Tag: Bupati TobaDanau TobaSave Tano BatakSumutTutup TPL

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Sebelumnya

The Regency Government: A Barrier for Indigenous Peoples

Artikel Berikutnya

17 Multinational Brands and Banks Fail to Stop Deforestation and Exploitation

Pemerintah Kabupaten: Tembok Penghalang bagi Masyarakat Adat
  • Oleh:
  • Rocky Pasaribu
  • •
  • 14 Juni 2022
Reading Time: 4 mins read
A A

Saat ada yang berbahagia, biasanya ada juga yang kecewa. Keduanya bagai saudara kembar. Ini persis yang terjadi pada Februari 2022 lalu ketika Presiden Joko Widodo berkunjung ke Tano Batak.  Pada kunjungan  tersebut, Presiden menyerahkan SK Hutan Adat kepada  4 (empat) masyarakat adat. Namun di sisi lain, puluhan komunitas masyarakat adat  lainnya merasakan kekecewaan karena konflik mereka tak kunjung diselesaikan.

Keempat masyarakat adat (MA) yang menerima SK tersebut berasal dari Kabupaten Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan, yaitu (1) Nagasaribu Onan Harbangan, Desa Pohan Jae, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, (2) Bius Huta Ginjang, Desa Huta Ginjang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, (3) Adian Hoting, Kabupaten Tapanuli Utara, dan (4) Pandumaan-Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan.

Baca Juga

DPRD Simalungun Gelar Rapat Pansus Bahas Banjir Parapat, TPL Disebut Sebagai Penyebab Utama.

Nestapa Buruh Harian Lepas dalam Sistem yang Dikendalikan

Belum ada masyarakat di Kabupaten Samosir yang mendapatkan SK serupa karena Perda Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA) belum disahkan saat tim terpadu dibentuk untuk melakukan verifikasi dan identifikasi. Oleh sebab itu, pada saat tim memutuskan lokasi yang akan diverifikasi, Kabupaten Samosir belum masuk dalam daftar. Alasannya, tim hanya dapat melakukan verifikasi di kabupaten yang sudah memiliki perda PPMHA.

Berbeda dengan Kabupaten Samosir, Kabupaten Toba, sejak tahun 2020, sudah menerbitkan Perda PPMHA sejak tahun 2020. Secara regulasi, Kabupaten Toba bahkan jauh lebih unggul dibanding kabupaten lainnya di Kawasan Danau Toba. Selain memiliki Perda, Kabupaten Toba juga telah menerbitkan Surat Keputusan Bupati tentang pembentukan panitia penetapan masyarakat hukum adat, beserta peraturan Bupati tentang pelaksanaan kegiatan tim.

Sebelum tim terpadu melakukan verifikasi dan identifikasi terhadap masyarakat hukum adat pada Oktober 2021 yang lalu, Pemerintah Kabupaten Toba sudah terlebih dahulu melakukan verifikasi dan identifikasi terhadap 7 (tujuh) komunitas masyarakat adat, yakni Natinggir, Sigapiton, Simenak Henak, Matio, Ombur, Natumingka dan Sigalapang. Oleh sebab itu, verifikasi dan identifikasi yang dilakukan oleh Tim Terpadu pada Oktober lalu merupakan kedua kalinya setelah yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Toba. Bedanya, Kabupaten Toba sebelumnya tidak melakukan verifikasi dan identifikasi terhadap masyarakat Pomparan Ompu Sunggu Barita di Janji Maria, sedangkan tim terpadu melakukannya.

Khusus untuk Kabupaten Toba, terdapat perbedaan pendapat dalam hasil verifikasi dan identifikasi antara tim Pemerintah Daerah dan Tim Terpadu bentukan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Menurut Tim Terpadu, dari semua masyarakat adat yang di verifikasi dan identifikasi di Toba, hanya ada 2 (dua) komunitas yang berpotensi memperoleh Hutan Adat yakni, Masayarakat Adat Simenak Henak dan Masyarakat Adat Pomparan Sunggu Barita Janji Maria.

Namun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hanya dapat menerbitkan SK Hutan Adat jika sudah ada terlebih dahulu SK Bupati Toba tentang pengakuan keberadaan masyarakat dan wilayah adat kedua komunitas tersebut. Sayangnya, hingga saat Presiden Joko Widodo menyerahkan SK Hutan Adat pada Februari 2020 lalu, Pemerintah Kabupaten Toba belum menerbitkan SK pengakuan masyarakat dan wilayah masyarakat adat terhadap 2 komunitas yang dimaksud.

Dalih yang Janggal

Dari keterangan berbagai media,  Pemerintah Kabupaten Toba berpendapat bahwa belum ada komunitas yang dapat memenuhi 5 (lima) syarat penetepan masyarakat hukum adat seperti yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No.52/2014 tentang Pedoman Penetapan Masyarakat Hukum Adat. Alasan ini tentu saja sangat janggal. Tim Terpadu telah merekomendasikan 2 komunitas untuk memperoleh Hutan Adat dan Pemerintah Kabupaten Toba belum melakukan verifikasi dan identifikasi terhadap Masyarakat Adat Pomparan Ompu Sunggu Barita Janji Maria. Darimana datangnya argumen Pemerintah Kabupaten Toba bahwa komunitas ini tidak memenuhi persyaratan sesuai Permendagri No.52/20214 tentang Pedoman Penetapan Masyarakat Hukum Adat?

Sikap Pemerintah Kabupaten Toba yang tidak mau mengakui masyarakat dan wilayah adat hingga saat Presiden menyerahkan SK Hutan Adat oleh Presiden pada Februari 2022 lalu juga menimbulkan spekulasi. Ada anggapan bahwa Pemerintah Kabupaten Toba tidak memahami regulasi tentang mekanisme pengakuan masyarakat adat dan wilayah adat, juga bahwa Pemerintah Kabupaten Toba tidak memiliki keberpihakan terhadap masyarakat adat. Dugaan ini tentu tidak berlebihan mengingat tetangga Kabupaten Toba yakni Tapanuli Utara dengan meyakinkan berani mengakui 3 (tiga) masyarakat adat dan wilayah adat, yang kebetulan masih satu hamparan wilayah adat dan satu ikatan sosial dengan komunitas di Kabupaten Toba.

Akhirnya KLHK hanya menerbitkan SK Peta Indikatif Lokasi Hutan Adat (PILHA) terhadap Masyarakat Adat Simenak Henak dan Pomparan Ompu Sunggu Barita di Janji Maria karena belum ada pengakuan dari Pemerintah Kabupaten Toba terhadap masyarakat adat. Hal ini tentu sangat disayangkan. Seadainya kedua komunitas tersebut mendapatkan SK Hutan Adat dari KLHK, maka kewenangan Pemerintah Kabupaten untuk mengatur wilayah tersebut akan bertambah karena statusnya tidak lagi berupa kawasan hutan.

Konsep PILHA ini merupakan kebijakan baru KLHK terhadap masyarakat adat yang belum  mendapatkan pengakuan  dari pemerintah daerahnya, namun berpotensi ditetapkan sebagai Hutan Adat. Dari sudut perundangan-undangan, SK PILHA ini belum memiliki kekuatan hukum karena statusnya masih tetap Hutan Negara. Konflik agraria tetap potensial terjadi di dalamnya.

Apa yang dialami Masyarakat Adat  Simenak Henak dan Ompu Sunggu Barita di Janji Maria menunjukkan  bahwa proses pengakuan masyarakat adat dan wilayah adat itu sangat sulit. Birokrasi kita yang panjang-berbelit membuat proses ini semakin sulit. Dalam cara pandang masyarakat awam, jika KLHK sudah merekomendasikan wilayah Simenak Henak dan Janji Maria untuk ditetapkan sebagai Hutan Adat, semestinya pemerintah tingkat kabupaten mengikuti. Tapi nyatanya tidak begitu!. **

(Rocky Pasaribu)

  • Baca juga tulisan menarik lainnya dari
  • Rocky Pasaribu
  • atau artikel terkait
  • Berita, Toba
Tag: Bupati TobaDanau TobaSave Tano BatakSumutTutup TPL

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Sebelumnya

The Regency Government: A Barrier for Indigenous Peoples

Artikel Berikutnya

17 Multinational Brands and Banks Fail to Stop Deforestation and Exploitation

Related Articles

DPRD Simalungun Gelar Rapat Pansus Bahas Banjir Parapat, TPL Disebut Sebagai Penyebab Utama.

DPRD Simalungun Gelar Rapat Pansus Bahas Banjir Parapat, TPL Disebut Sebagai Penyebab Utama.

29 April 2025
Nestapa Buruh Harian Lepas dalam Sistem yang Dikendalikan

Nestapa Buruh Harian Lepas dalam Sistem yang Dikendalikan

8 April 2025
Pimpinan DPRD Taput:  PT TPL harus menghentikan aktivitas di Wilayah Adat Onan Harbangan

Pimpinan DPRD Taput: PT TPL harus menghentikan aktivitas di Wilayah Adat Onan Harbangan

3 Februari 2025
Demi Pendudukan yang Terorganisir: Bona Taon Komunitas Golat Naibaho 2025

Demi Pendudukan yang Terorganisir: Bona Taon Komunitas Golat Naibaho 2025

3 Februari 2025
Tanah dan Kehidupan: Transformasi Strategi Perjuangan Masyarakat Adat dengan Inisiatif DaMaRA dalam Bona Taon Komunitas Golat Simbolon

Tanah dan Kehidupan: Transformasi Strategi Perjuangan Masyarakat Adat dengan Inisiatif DaMaRA dalam Bona Taon Komunitas Golat Simbolon

3 Februari 2025
Surat Petani Food Estate Ria-Ria kepada Pemerintah di Jakarta

Surat Petani Food Estate Ria-Ria kepada Pemerintah di Jakarta

27 Januari 2025

Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat. Pada tahun 1984, pendahulu kami sangat prihatin dan peduli terhadap realitas kemiskinan, pelanggaran dan kekerasan terhadap hak asasi manusia, serta dampak buruk yang ditimbulkan pembangunan di Indonesia…Selengkapnya 

  • Girsang 1, Kec. Girsang Sipangan Bolon, Kab. Simalungun - Parapat, Sumatera Utara 21174
  • pksppm@yahoo.com
  • +0625 42393
Facebook Instagram X-twitter Youtube

Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat. Pada tahun 1984, pendahulu kami sangat prihatin dan peduli terhadap realitas kemiskinan, pelanggaran dan kekerasan terhadap hak asasi manusia, serta dampak buruk yang ditimbulkan pembangunan di Indonesia…Selengkapnya 

  • Girsang 1, Kec. Girsang Sipangan Bolon, Kab. Simalungun - Parapat, Sumatera Utara 21174
  • pksppm@yahoo.com
  • +0625 42393
Facebook Instagram X-twitter Youtube
© Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat - KSPPM. All Rights Reserved.
Home
Home
Buletin
Buletin
Channel
Channel
Explore
Explore
No Result
View All Result
en English id Indonesian
  • Beranda
  • Profile
    • Visi dan Misi
    • Profil KSPPM
    • Tentang KSPPM
    • Struktur Organisasi
    • Pelaksana Program
    • Staff
    • Badan Pendiri
  • Berita
    • Samosir
    • Toba
    • Tapanuli Utara
    • Humbahas
    • Liputan Media
    • Wilayah Lainnya
  • Buletin Prakarsa