Haminjon (Pohon Kemenyan) tumbuh merentang Toba hingga Humbang Hasundutan. Pula ia dijadikan sumber penghidupan petani dan masyarakat adat di wilayah tumbuhnya.
Termasuk belasan anggota komunitas-komunitas masyarakat adat yang mengikuti Pelatihan Penyulingan Kemenyan di Sopo Training Center Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat.
Di awal pelatihan, beberapa peserta mengakui selama ini mereka hanya menjual haminjon dalam keadaan mentah. Bukan soal pengetahuan yang terbatas, namun didorong juga oleh ketidaktersediaan akses terhadap fasilitas pengolahan haminjon pasca panen. Bersamaan dengan pengakuan tersebut, teriring harapan pelatihan ini mampu mereka pahami dan terapkan dalam pengolahan haminjon pasca panen, serta meningkatkan perekonomian komunitas petani dan masyarakat adat.
Aswandi dan Cut Rizlani yang merupakan peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional menjadi pemateri dalam pelatihan ini. Keduanya telah meneliti kemenyan sejak 2010. Mereka mengungkapkan bahwa meskipun kemenyan yang masuk ke dalam famili Styrax dan tersebar mulai dari Iran, China, Vietnam, Kamboja, tetapi tidak sebagus kemenyan dari tanah Batak. Tanah di danau toba 900 mdpl ke atas itulah mengapa kemenyan bagus di sini. Semakin tinggi tempat, maka kemenyan semakin bagus.
Potensi Pasca-panen
Pada pokoknya, para pemateri ingin menegaskan bahwa “kemenyan itu wangi” guna memantik pikiran para peserta tentang berapa besarnya potensi pasca-panen dari pada haminjon sendiri. Produk pasca-panen yang kemudian dihadirkan kepada para peserta adalah minyak atsiri dari kemenyan murni dan juga parfum di mana minyak atsiri kemenyan diformulasikan dengan minyak atsiri lainnya.
Setelah menjelaskan betapa kemenyan memiliki potensi pasca-panen yang luar biasa, para peserta dilibatkan dalam praktik pembuatan minyak atsiri kemenyan. Para peserta melarutkan getah/resin kemenyan dengan alkohol/ethanol di dalam botol kaca. Setelah dilarutkan, untuk memisahkan kemenyan murni dari alkohol, ia harus dibiarkan di ruangan terbuka atau dipanaskan botol kaca/wadahnya.
Dari sini, harapan akan peningkatan nilai tambah haminjon terlihat. Paling tidak, minyak atsiri adalah produk pasca-panen yang memiliki pasar sendiri, ditambah fakta bahwa kemenyan di pinggiran danau toba adalah yang terbaik.
Namun, bukan itu saja. Minyak atsiri kemenyan murni tersebut juga dapat digunakan sebagai bahan dasar produk pasca-panen lain yang tentu lebih menjual. Parfum. Dengan kemenyan sebagai salah satu bahan dasar, ia dapat menahan aroma lain yang disandingkan dengannya lebih kuat, dan tahan lama. Atas itulah di hari kedua, para peserta dibagi ke dalam dua kelompok dengan didampingi pemateri untuk membuat produk parfum. Puluhan jenis minyak atsiri dengan beragam aroma disediakan sebagai bahan mendampingi minyak atsiri kemenyan.
Dari praktik tersebut, para peserta berhasil membuat parfum alami dengan aroma yang tak kalah dengan parfum premium di pasaran. Seluruh peserta sumringah, pemateri pun memuji produk buatan mereka. Dari senyum mereka, tersirat rasa bahagia dan harapan akan perekonomian yang semakin baik, yang mampu menghidupi komunitasnya tanpa harus merusak hutan dan ruang hidup mereka. Harapannya, ikhtiar penguatan perekonomian ini dapat semakin meningkatkan minat bertani terutama pemuda adat. Dengan tingginya minat bertani, resiliensi mereka terhadap ekspansi industri monokultur yang merusak hutan juga akan meningkat. Dengan meningkatnya resiliensi, besar pula harapan akan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan juga berkeadilan, khususnya pada pengelolaan hutan.