Samosir, 25 Agustus 2025 – Perubahan iklim yang kian terasa nyata di pedesaan membuat petani Desa Buntu Mauli, Kecamatan Sitio Tio, merasa perlu menyampaikan langsung suara mereka kepada pemerintah. Melalui audiensi Participatory Assessment of Climate and Disaster Risks (PACDR) dengan Pemerintah Kabupaten Samosir, Kelompok Tani Subur Tani menyuarakan kegelisahan sekaligus menawarkan jalan keluar atas risiko yang mereka hadapi. Audiensi ini bukanlah pertemuan biasa, melainkan puncak dari sebuah proses panjang yang dimulai sejak Mei 2025, ketika masyarakat setempat dilibatkan dalam pelatihan partisipatif untuk memetakan risiko iklim dan bencana di wilayah mereka.

Dalam pelatihan yang berlangsung pada pertengahan Mei itu, petani, aparat desa, tokoh masyarakat, pemuda, perempuan, hingga penyandang disabilitas duduk bersama membaca tanda-tanda perubahan lingkungan. Mereka mencatat bagaimana curah hujan yang tidak menentu merusak pola tanam, bagaimana kekeringan yang berkepanjangan mengancam hasil panen, dan bagaimana suhu yang makin panas memperparah serangan hama dan penyakit tanaman. Dari diskusi intensif selama tiga hari, mereka sepakat bahwa ada tiga bahaya yang paling mendesak dihadapi desa: banjir bandang, serangan hama, dan angin kencang. Bagi mereka, risiko ini bukan lagi sekadar catatan di kertas, melainkan ancaman yang bisa merusak rumah, lahan pertanian, jembatan, jalan, sumber air, bahkan aliran listrik. Yang paling rentan menghadapi semua itu adalah lansia, ibu hamil, anak-anak, dan penyandang disabilitas yang memiliki daya adaptasi lebih terbatas dibanding kelompok lainnya.
Audiensi yang digelar dihadiri sejumlah pejabat pemerintah daerah, di antaranya Asisten II Pemkab Samosir Hotraja Sitanggang, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Tumiur Gultom, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Edison Pasaribu, perwakilan BPBD Samosir Charles M. Sagala, Camat Sitio Tio Josro Tamba, serta jajaran dari Dinas Koperindag. Hadir pula perwakilan KSPPM yang mendampingi masyarakat selama proses ini. Di hadapan mereka, Inang Hutahaean mewakili petani menyampaikan hasil analisis serta rencana aksi yang telah disusun bersama warga. Rencana itu berangkat dari kebutuhan mendesak masyarakat menghadapi ancaman banjir bandang dan dampak perubahan iklim lainnya, sekaligus menjadi peta jalan adaptasi yang lebih berkelanjutan.
Dalam pemaparan tersebut, masyarakat menekankan pentingnya mengembalikan tutupan pohon di daerah rawan banjir melalui program reboisasi, melakukan normalisasi sungai serta pembangunan tembok penahan tanah di lokasi rawan longsor, dan memperkuat ketahanan pertanian dengan penyediaan bibit, pelatihan, penyuluhan, serta jaminan asuransi bagi petani. Mereka juga mengingatkan pemerintah agar mempercepat lahirnya Perda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang sudah lama dibahas. Selain itu, masyarakat mengusulkan agar warga yang tinggal di kawasan paling rawan bencana mendapat prioritas relokasi, serta membuka peluang usaha baru di luar pertanian seperti peternakan, perikanan, UMKM, kerajinan, hingga jasa keterampilan. Semua itu, menurut mereka, harus dijalankan dengan tetap menjaga dan merawat kearifan lokal sebagai dasar harmoni dengan alam.
Berbagai pejabat kemudian memberi tanggapan. Camat Sitio Tio menekankan pentingnya memasukkan usulan-usulan ini ke dalam Musrembangdes agar dapat ditindaklanjuti secara resmi. Perwakilan BPBD mengingatkan bahwa Dana Desa sebenarnya juga bisa digunakan untuk upaya mitigasi bencana. Kepala Dinas Lingkungan Hidup menyoroti masalah pembakaran hutan yang masih marak dan kerap membuat program reboisasi gagal. Ia mengajak masyarakat menghentikan kebiasaan itu sembari menyampaikan bahwa pihaknya hanya bisa menyediakan biji lamtoro sebagai bentuk dukungan. Dari sisi ekonomi, Dinas Koperindag melihat peluang besar dalam diversifikasi pendapatan, dengan menyebutkan bahwa pemerintah saat ini menyediakan berbagai pelatihan, mulai dari menjahit, barber shop, hingga usaha kecil lainnya yang dapat diakses oleh masyarakat. Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan menyatakan dukungan penuh terhadap penguatan pertanian berkelanjutan, menegaskan bahwa Perda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani sudah masuk tahap diseminasi, dan menambahkan bahwa program pengadaan ternak seperti babi dan bebek bisa diakses melalui PPL.
Audiensi ditutup oleh Asisten II Pemkab Samosir, Hotraja Sitanggang, yang menyampaikan komitmen pemerintah untuk menindaklanjuti setiap masukan sesuai kewenangan dinas terkait. Pernyataan itu disambut baik oleh masyarakat, meski bagi mereka janji tindak lanjut harus dibuktikan dengan langkah nyata. Sebab, bagi petani Desa Buntu Mauli, adaptasi iklim bukan sekadar wacana teknis atau program pemerintah, melainkan soal keberlangsungan hidup sehari-hari. Mereka sudah melakukan bagian mereka: memetakan risiko, menyusun analisis, dan merancang solusi. Kini, mereka menunggu keseriusan pemerintah untuk berjalan bersama mereka.
Audiensi PACDR ini sekaligus menjadi pembuktian bahwa masyarakat desa mampu berperan aktif dalam menyusun strategi adaptasi iklim. Di balik semua itu, PACDR membawa manfaat penting bagi masyarakat. Proses ini membuka ruang bagi warga desa untuk mengenali secara mendalam risiko yang mereka hadapi, memahami siapa yang paling rentan, dan merancang langkah-langkah adaptasi yang realistis sesuai kemampuan lokal.