Sejak pagi, Kamis, 10 Oktober 2020, sekitar 50 -an keturunan Komunitas Masyarakat Adat Ompu Panggal Manalu, yang bermukim di Desa Aek Raja, Kecamatan Parmonangan, Kabupaten Tapanuli Utara-Sumatera Utara, sudah sibuk mengurusi persiapan peringatan Hari Hak Asasi Manusia di wilayah adat mereka, tepatnya di lokasi Parbutihan. Persis di depan “sopo” mereka mendirikan tenda untuk tempat tamu-tamu undangan berkumpul. Sopo tersebut mereka bangun di wilayah adat mereka yang diklaim PT Toba Pulp Lestari (TPL) sebagai areal konsesi perusahaan penghasil pulp tersebut. Mereka sangat antusias memperingati hari HAM di wilayah adat mereka tersebut, karena saat ini mereka sedang berjuang mempertahankan wilayah adatnya dari cengkeraman perusahaan tersebut.
“Masyarakat adat berhak atas tanah adatnya dan yang sedang kita perjuangkan ini juga merupakan perjuangan hak asasi manusia. Perjuangan kami atas tanah adat ini sangat jelas, jauh sebelum Indorayon hadir, orang tua kami sudah menguasai dan mengusahai wilayah ini. Tiba-Tiba ada perusahaan yang mengatakan ini konsesi, tentu kami tidak terima. Karena kami tidak pernah menyerahkannya”, kata Pak Parulian Manalu, Ketua Komunitas Masyarakat Adat Ompu Panggal.
“Semoga di Peringatan Hari HAM ini, pemerintah juga mendengar tuntutan masyarakat adat, mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat, termasuk kami”, kata Parsaoran Sinaga. Delima Silalahi dari KSPPM, juga menegaskan bahwa perjuangan masyarakat adat atas pengakuan dan perlindungan negara terhadap keberadaan masyarakat adat dan hak-haknya atas tanah, sumber daya alam dan budayanya juga merupakan perjuangan HAM.
“Namun walaupun penghormatan, pengakuan dan perlindungan HAM setiap warga negara adalah kewajiban negara, namun faktanya HAM itu harus diperjuangkan. Masyarakat adat harus bersatu memperjuangkan hak-haknya. Harus tetap bersuara dan tidak takut, karena perjuangan masyarakat adat diakui oleh konstitusi”, jelas Delima Silalahi. Pada acara peringatan hari HAM tersebut, hadir juga perwakilan komunitas masyarakat adat lain yang ada di Tapanuli Utara, seperti Masyarakat Adat Onan Harbangan, Masyarakat Adat Ompu Bolus, Masyarakat Adat Aek Nauli dan yang lainnya. Kehadiran mereka untuk ikut memberikan semangat perjuangan kepada Komunitas Masyarakat Adat Ompu Panggal Manalu.
“Kita harus menguasai dan mengusahai tanah adat yang diwariskan nenek moyang kita untuk kesejahteraan kita dan generasi yang akan dating. Jangan mau menjadi Budak di tanah sendiri. Jangan juga mau dipecah belah atau di adu domba oleh perusahaan, Jangan jadi pengkhianat, Karena mereka akan melakukan berbagai upaya untuk merusak kesolidan kita”, seru Jaspayer Simanjuntak dari keturunan Ompu Bolus Simanjuntak. Lambok Lumban Gaol, staf KSPPM yang juga merupakan keturunan masyarakat adat Pandumaan Sipituhuta juga berbagi pengalaman terkait perjuangan mereka mempertahankan wilayah adat mereka sejak 2009 sampai saat ini.
“Kalian tidak sendiri, lawan kita mungkin besar, tapi kita juga bias menjadi lebih besar karena perjuangan masyarakat adat adalah perjuangan Bersama. Kita harus membangun jaringan yang lebih luas dengan tetap memperkuat komunitas kita”, sarannya.
“Kita jangan mudah diiming-iming oleh jabatan di perusahaan. Kita berjuang bukan untuk menjadi humas atau Budak perusahaan. Perusahaan punya batas kemampuan menggaji karyawannya, tapi kita dan generasi yang akan dating akan bias makan dan hidup dari tanah yang kita perjuangkan”, tegas Ama Rini SImanjuntak dari Onan Harbangan.
Pada kegiatan tersebut masyarakat adat melakukan penanaman berbagai jenis pohon di wilayah adat mereka yang sudah dikelilingi tanaman eukaliptus. Sebenarnya mereka mengundang Pemkab Taput dalam hal ini DInas Lingkungan Hidup dan DPRD Taput untuk hadir, namun hingga acara selesai, undnagan tersebut tidak hadir. Ketidakhadiran mereka, walau sedikit mengecewakan namun cukup memberikan semangat bagi komunitas Ompu Panggal untuk tetap berjuang. ***
Ditulis oleh: Abriani Siahaan dan Kalang Buana Zakaria