Masyarakat Adat Nagasaribu Onan Harbangan
Dalam kurun 5 tahun sejak 2016 yang lalu, Masyarakat adat Nagasaribu Onan Habangan melakukan perjuangan untuk mempertahankan wilayah adatnya. Berbagai upaya sudah mereka lakukan mulai beraudensi, demonstrasi dari tingkat daerah sampai pusat. Pada oktober 2018 yang lalu masyarakat juga sudah bertemu langsung dengan Ibu Siti Nurbaya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dalam pertemuan tersebut Ibu Siti mendukung perjuangan masyarakat. Namun ketiadaan PERDA yang mengakui dan melindungi masyarakat adat menjadi penghambat terbitnya Surat Keputusan (SK) pengakuan hutan adat masyarakat.
Ditengah penantian panjang masyarakat, Pertengahan 2020 yang lalu, pihak PT TPL kemudian menawarkan sistem Hutan Kemitraan sebagai solusi penyelesaian konflik terhadap masyarakat. Akibatnya menimbulkan konflik sosial sesama masyarakat. karena sebagian besar masyarakat tidak setuju terhadap sistem Hutan Kemitraan yang ditawarkan oleh pihak perusahaan. Tentu hal tersebut sangat disayangkan masyarakat, mengingat Pemkab Tapanuli Utara sudah mulai serius untuk pembentukan PERDA Masyarakat adat.
Desember 2020, PEMKAB Tapanuli Utara akhirnya menerbitkan PERDA yang sudah dinanti nanti. Seluruh masyarakta adat Tapauli Utara sangat mengapresiasi hal tersebut, tidak terkeculai masyarakat adat Nagasaribu Onan Harbangan. Semangat masyarakat pun untuk berjuang semakin tinggi karena telah menenukan titik terang, walaupun mereka juga menyadari perjuangan masih panjang.
Menyikapi dinamika perjuangan mereka selama 5 tahun terakhir, Jumat 5 Februari 2020, Masyarakat Adat Nagasaribu Onan Harbangan Desa Pohan Jae, Kecamatan Siborong-borong, Tapanuli Utara melakukan refleksi awal tahun sekaligus mangordang eme (penanaman padi) perdana diwilayah adat mereka. Kegiatan ini dihadiri sebanyak 85 orang. Kegiatan diawali dengan ibadah singkat yang dibawakan oleh penetua gereja, kemudian dilanjutkan dengan mangordang eme lalu berdiskusi
Opung Deo Simanjuntak yang mewakili tokoh adat dalam sambutannya menyampaikan, Kita harus mempertahankan tanah warisan Nenenk Moyang kita dan jangan pernah berpikir akan menjual ataupun menggadai kepihak lain. Apa yang sudah diberikan oleh Tuhan semestinya harus kita jaga, dan pertahankan, agar kelak bisa wariskan ke anak cucu kita. Yang kita lakukan hari ini sebuah kebenaran bentuk penghargaan kita menjaga dan melestarikan warisan Nenek Moyang kita. Yang muda, dewasa dan tua harus terus sama –sama berjuang.
Senada dengan Op Deo, Ama Rini Simanjuntak Ketua Komunitas perjuangan juga menekankan kepada masyarakat untuk terus berjuang dalam mempertahankan dan tanah adat mereka. Mangorgang eme hari ini hanya satu dari sekian banyak hal yang harus kita lakukan demi memperthankan tanah adat kita. Kita menyadari bahwa tantangan tentu akan silih berganti menghampiri kita, tapi kalau kita komit dan kuat, pasti akan bisa kita lalui. Kedepannya kita juga harus lebih sering berdiksi supaya kita lebih paham tentang apa yang kita perjuangkan tegas Am Rini.
Roki Pasaribu perwakilan KSPPM, Menyampaikan bahwa kegitan hari ini menandakan bahwa tanah ini adalah milik masyarakat. Walaupun ada pihak pihak lain (perusahaan) yang berusaha mengintimidasi tapi jika kita tetap bersatu maka akan bisa kita lewati. Perjuangan kita tentu masih panjang untuk mendapatkan pengakuan, Namun satu hal yang harus kita yakini bahwa kemenangan jangan selalu kita maknai hanya dengan selembar surat dari pemerintah. Karena dahulu ketika Nenek Moyang kita mewariskan ini kepada kita juga tidak pakai surat. Apa yang bisa kita lakukan, itulah yang harus kita kerjakan, salah satunya menguasi dan mengusahai tanah.
Setelah acara diskusi selesai kemudian masyarakat melanjutkan mangordang eme secara bergotong royong. Mereka berharap hasil tahun ini bisa membantu ekonomi masyarakat ditengah tengah sulitnya perekonmian karena pandemi covid-19.
Oleh: Kristina Sitanggang (staf studi & advokasi ksppm)