Empat komunitas Masyarakat Adat di Tano Batak berkumpul untuk melakukan diskusi dan konsultasi penyusunan Rencana Kelola Hutan Adat mereka. Agenda ini diselenggarakan di Sopo Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara pada Jumat (23/8/2024).
Agenda ini melibatkan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) 4 Balige, KPH 13 Dolok Sanggul, Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL), Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA), Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) dan Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) sebagai pendamping komunitas masyarakat adat.
Pelaksanaan kegiatan ini diawali dengan pemaparan Rencana Kerja Usaha Perhutanan Sosial (RKUPS) oleh masing-masing komunitas Masyarakat Adat. Masing-masing komunitas memaparkan rencana penguatan kelembagaan, rencana pemanfaatan hutan adat, rencana kerja usaha, dan rencana monitoring dan evaluasi di hutan adat mereka. Perwakilan pemerintah dan KSPPM menggali dan memberikan masukan atas rencana-rencana yang telah dipaparkan oleh masing-masing komunitas masyarakat adat. Hasil diskusi dan konsultasi ini menjadi bahan bagi masing-masing komunitas Masyarakat Adat untuk memperbaiki RKUPS.
Adapun keempat komunitas Masyarakat Adat ini adalah: Masyarakat Adat Onan Harbangan-Nagasaribu, Masyarakat Adat Pandumaan Sipituhuta, Masyarakat Adat Bius Hutaginjang dan Masyarakat Adat Janji Maria.
Masyarakat Adat Onan Harbangan-Nagasaribu berada di Desa Pohan Jae, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara. Negara akhirnya mengakui wilayah adat mereka Perda Kab. Tapanuli Utara No 4 Tahun 2021 dan SK.340/MENLHK-PSKL/PKTHA/PSL.1/1/2022. Pengakuan dan perlindungan ini diberikan untuk tanah adat mereka, seluas 2.561 ha, dimana 82 rumah tangga menggantungkan hidup di atasnya.
Kemudian, Masyarakat Adat Pandumaan-Sipituhuta berada di Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan. Wilayah adat mereka terbentang di seluas 6.261 ha, dimana 796 rumah tangga Masyarakat adat tinggal dan hidup di wilayah tersebut. Mereka hidup dari marhaminjon (menyadap getah kemenyan), bertanam padi sawah, jagung, sayuran, dan kopi. Mereka mendapat pengakuan dan perlindungan atas wilayah adat melalui Peraturan Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan No 3 Tahun 2019 mengenai Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Pandumaan-Sipituhuta.
Selanjutnya, Masyarakat Adat Bius Hutaginjang yang berada di Desa Hutaginjang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara. Dalam 3 tahun terakhir, perjuangan Masyarakat Adat Bius Hutaginjang akhirnya membuahkan hasil, dimana Negara mengakui wilayah adat mereka, seluas 805 ha. Pengakuan dan perlindungan mereka dapatkan melalui Perda Kab. Tapanuli Utara No 4 Tahun 2021 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat dan SK No 342/MENLHK-PSKL/PKTHA/PSL.1/1/2022 Tentang Penetapan HA Hutaginjang.
Terakhir, Masyarakat Adat Janji Maria menerima SK Indikatif Hutan Adat seluas 118 hektare di Kabupaten Tapanuli Utara. Pengakuan dan perlindungan Komunitas Masyarakat Adat Janji Maria serta wilayah adatnya diterima pada Februari 2022 lalu.
Ke depan, akan diadakan pertemuan-pertemuan multistakeholder, antara petani, KSPPM sebagai pendamping, serta Dinas dan Lembaga terkait, untuk konsultasi akhir dan penetapan RKUPS. Proses RKUPS ini menjadi penting bagi komunitas Masyarakat Adat, utamanya pasca penerimaan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat dan Wilayah Adatnya, untuk terus melestarikan pengetahuan dan kekayaan yang dimiliki komunitas.