Pada Minggu (25/8/2024) lalu, puluhan Pemuda Adat Ria-Ria berkumpul di Lapangan SD Negeri Siria-Ria. Agenda ini menjadi ruang bagi mereka untuk mendiskusikan masalah yang mereka hadapi, sebagai bagian dan penerus Masyarakat Adat Ria-Ria.
Sejak 1963, Masyarakat Adat Ria-Ria terus melawan Negara yang menetapkan wilayah adat mereka sebagai kawasan hutan. Melalui penetapan ini, di wilayah adat mereka menjadi salah satu lokasi pelaksanaan program reboisasi. Masyarakat Adat Ria-Ria terus memperjuangkan wilayah adat mereka, hingga akhirnya diakui oleh negara melalui SK Bupati No. 138/Kpts/1979.
Pengakuan ini ternyata tidak serta merta menjamin keamanan hak atas wilayah adat mereka.
Pada 2020, wilayah adat mereka ditetapkan secara sepihak sebagai kawasan Food Estate. Mereka diharuskan menanami tanaman yang ditetapkan oleh korporasi pangan, yang tidak sesuai dengan komposisi tanah dan merusak bentang alam mereka. Perampasan tanah ini tidak hanya menambah konflik letusan agraria, tetapi sekaligus sebagai catatan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Sebab, mereka yang menolak proyek food estate dan mempertahankan lahannya terus diintimidasi, bahkan dikriminalisasi.
Selain berdampak pada penafkahan sehari-hari dan pengrusakan lingkungan, proyek food estate juga merusak nilai adat dan relasi sosial dan budaya Masyarakat Adat Ria-Ria. Dalam proses penetapan batas-batas kawasan food estate, masyarakat adat diadu domba oleh pemerintah, yang memicu konflik horizontal di antara mereka.
Berangkat dari situasi ini, Pemuda Adat Ria-Ria berkonsolidasi untuk turut mengambil bagian dalam perjuangan Masyarakat Adat Ria-Ria. Sebab, ke depan, mereka lah yang akan mewarisi dan mempertahankan wilayah adat mereka.
Kelompok pemuda berharap, terbentuknya organisasi ini semakin menambah kekuatan mereka, dan menjadi jalan untuk berkontribusi tidak hanya bagi perjuangan hak atas tanah, tetapi juga kehidupan sehari-hari.