Kegelisahan dalam diri pemuda desa tak terbilang. Mulai dari stigma bahwa tinggal di desa adalah wujud kegagalan, kebosanan, kesulitan akses lahan pertanian, dan lain sebagainya.
Ini sering menjadi alasan para pemuda untuk berhenti bertani apalagi berjuang dalam pemenuhan haknya sebagai bagian dari satu komunitas. Bagaimana tidak? Stigma yang disebut di atas sudah cukup membuat mereka untuk berpikir bahwa berjuang akan berujung pada kesia-siaan.
Inilah yang mendorong dilaksanakannya “Kemah Pemuda Organisasi Rakyat 2024” pada 25-27 Oktober 2024 yang dilaksanakan di Bius Sitolu Hae Horbo, Desa Sijambur, Kecamatan Ronggur Ni Huta, Kabupaten Samosir. Para pemuda organisasi rakyat di Tano Batak (Kawasan Danau Toba) berkumpul selama tiga hari.
Pemuda organisasi rakyat yang dimaksud terdiri dari perwakilan komunitas masyarakat adat dan petani di Tano Batak. Pemuda yang juga tergabung dalam Naposo Pature Bona, organisasi petani muda tano batak yang didirikan tahun lalu.
Mereka berkemah selama tiga hari dua malam di Siharbangan, yang termasuk dalam lahan perjuangan Komunitas Golat Sitanggang (bagian dari Bius Sitolu Hae Horbo).
Tempat ini dipilih, dengan harapan para pemuda bisa mendengar, melihat, dan merefleksikan langsung perjuangan Bius Sitolu Hae Horbo dalam mempertahankan tanah leluhurnya dari klaim Kawasan Hutan Negara. Para pemuda melihat langsung lahan perjuangan tersebut, dan mendengarkan cerita dari para tetua adat dan pemuda setempat yang juga menjadi peserta kemah.
Kegiatan ini dibuka dengan penyambutan dari para tetua adat Bius Sitolu Hae Horbo pada hari pertama. Ketua komunitas Golat Sitanggang Apul Siringo-ringo menyambut para peserta dengan gembira; ia menekankan dalam perjuangan, perlu jejaring dan kuatnya organisasi lintas komunitas. Ia bangga akan dipilihnya wilayah adat Golat Sitanggang sebagai tempat pelaksanaan kemah, karena dengan itu para pemuda bisa melihat dan berdiskusi tentang penataan organisasi dalam perjuangan rakyat.
“Saya berharap para peserta berbaur dengan baik, berbagi cerita, supaya kita bisa sama-sama belajar dan bisa membangun perjuangan bersama” ujar Apul Siringo-ringo.
Para pemuda peserta kemah juga mengucapkan terima kasih atas sambutan tuan rumah, dan berharap ada luaran bagi penataan organisasi dan kepemimpinan yang lebih baik lagi. Melalui Naposo Pature Bona (NPB), para pemuda berharap bisa berkontribusi pada organisasi rakyat yang lebih luas.
“Kami berharap kemah ini bisa menjadi wadah kami bertukar pikiran dan pengalaman, dan juga belajar dari penataan organisasi masing-masing peserta khususnya organisasi tuan rumah (komunitas Bius Sitolu Hae Horbo)” harap Manogu Simanjuntak Ketua NPB.
Menganilis Masalah dan Berkontribusi bagi Organisasi
Pada hari kedua, para peserta dipandu oleh Fasilitator Marsen Sinaga untuk berdiskusi dan melakukan simulasi analisis sosial melalui permainan sederhana.
“Serangkaian diskusi dan permainan ini akan membantu kita meninjau ulang cara kita melihat masalah, apakah kita masih memandang masalah dan solusi secara mainstream atau kita bisa mencari solusi baru” ujar Marsen Sinaga.
Diskusi dan simulasi analisis sosial juga membantu para peserta untuk berkontribusi pada organisasi. Dalam satu permainan, para peserta dibagi dalam kelompok-kelompok yang menyerupai negara di mana terdapat pemimpin dan perangkat organisasi. Kelompok-kelompok kecil ini diajak untuk menganalisis masalah; dalam simulasi perang, mereka berdiskusi di ‘negara’ masing-masing untuk memutuskan apakah akan mendeklarasikan perang atau berdamai.
Dalam permainan ini, dipelajari bahwa penting untuk secara jernih mengidentifikasi musuh sebenarnya dari perjuangan organisasi. Dibanding antar komunitas saling berselisih, fasilitator mengajak peserta untuk memikirkan ulang siapa musuh sebenarnya, dan kesalahan identifikasi hanya akan merugikan komunitas sendiri. Dengan pemahaman demikian, para pemuda tentu mampu untuk membongkar mitos hingga stigma tentang komunitas lokal.
Dalam simulasi ini para peserta juga diajak untuk mengambil keputusan secara organisatoris, dan bagaimana memimpin organisasi itu sendiri.
Para peserta yang juga terlibat dalam organisasi komunitas masyarakat adat dan petani di tempat masing-masing sangat mengapresiasi permainan ini. Mereka berharap, dengan pemahaman baru tentang kepemimpinan dan pengambilan keputusan bisa membantu mereka berkontribusi lebih di organisasi masing-masing.
Konsolidadi Naposo Pature Bona
Hari terakhir dimanfaatkan oleh para pemuda untuk membenahi Naposo Pature Bona. Guna memudahkan diskusi mereka membentuk kelompok kecil dengan tiga topik pembahasan yaitu; kelembagaan, program, dan laporan.
Para kelompok diberi waktu berdiskusi selama 40 menit untuk kemudian mempresentasikan hasil diskusinya.
Kelompok laporan yang juga diisi oleh pengurus NPB memaparkan program-program yang telah mereka laksanakan selama setahun, dan juga kendala yang mereka alami sehingga terdapat program yang tidak berhasil terlaksana. Salah satu kendala yang dipaparkan adalah sulitnya koordinasi antar anggota NPB mengingat tersebarnya mereka di empat kabupaten di Kawasan Danau Toba.
Kendala ini kemudian disambut oleh kelompok diskusi kelembagaan yang menawarkan beberapa solusi. Di antaranya, muncul ide untuk membentuk kepengurusan NPB dalam tiga level. Pertama, pengurus umum/pusat sebagaimana saat ini masih bertugas, kemudian kepengurusan di tingkat kabupaten, hingga koordinator di tingkat komunitas masing-masing anggota.
Bentuk kepengurusan dalam tiga level ini dianggap akan memudahkan koordinasi pelaksanaan program, pendataan anggota, hingga perekrutan. Usulan ini kemudian diterima dengan baik oleh seluruh peserta dan sepulang dari lokasi kemah akan mulai mengkonsolidasikan NPB di tingkat komunitas untuk kemudian sampai pada pembentukan kepengurusan pada tiga level.
Untuk setahun ke depan, di mana kongres akan kembali dilakukan; kepengurusan NPB diisi oleh Manogu Simanjuntak sebagai Ketua Umum, Irvan Sinaga sebagai Wakil Ketua, Bakti Siregar sebagai Sekretaris Umum, dan Risma Lumban Batu sebagai Bendahara Umum.
Tentu, upaya mengkonsolidasikan pemuda dari setiap komunitas tidak akan mudah, namun setidaknya para peserta kemah berkomitmen untuk langsung memulai konsolidasi di tingkat komunitas masing-masing.
Hari terakhir ini menjadi titik awal bagi gerakan rakyat di tano batak untuk berbenah diri. Hal ini senada dengan pesan Op. Parpunguan Sinaga selaku tetua adat Bius Sitolu Hae Horbo. Ia menegaskan organisasi itu sangat ampuh untuk mempertahankan hak-hak yang rentan dirampas.
Ini sesuai dengan harapan para pemuda, untuk bisa berkontribusi lebih bagi organisasi, merebut hak yang seharusnya memang terpenuhi, dan membasmi stigma sambil mengupayakan hidup yang sejahtera di desa. Karena hak memang tidak turun dari langit, apalagi tatkala negara tidak berpihak pada kita.
“Kita ini adalah orang yang memperjuangkan kebenaran dan keadilan, karena itu jangan takut, pulang dari sini perkuat barisan, sesuai tema kemah pemuda ini ‘bangkit bergerak, berjuang bersama!’” tutup Op. Parpunguan membakar semangat para pemuda.