Pukul 08.00 WIB, sekelompok Buruh Harian Lepas (BHL) datang ke wilayah adat Natinggir untuk melakukan penanaman Eukaliptus. Namun, masyarakat Natinggir melakukan penolakan dan melarang kegiatan tersebut karena dilakukan di atas wilayah adat mereka. Akibat pelarangan itu, aktivitas penanaman sempat terhenti selama sekitar setengah jam, meskipun sebelumnya sempat dilakukan pembersihan lahan.
Seorang mandor bernama Candra menurunkan seluruh BHL dari mobil. Masyarakat kemudian melakukan pendekatan dan berupaya membujuk Candra agar menghentikan aktivitas penanaman tersebut. Namun, salah satu mandor justru mengancam Wanto Pasaribu karena menolak aktivitas penanaman itu. Tak lama kemudian, Wanto Pasaribu diduga dilempar ke semak-semak oleh pihak perusahaan.
Beberapa saat kemudian, dua orang warga Desa Simare bersama sekuriti, Humas, dan staf TPL datang ke lokasi kejadian di Andor Pudun. Mereka bersikeras untuk tetap melanjutkan pekerjaan. Pihak TPL menunjukkan dokumen berupa peta konsesi sebagai bukti kepemilikan lahan. Namun, warga Natinggir menolak dengan tegas, menyatakan bahwa peta tersebut tidak relevan karena lahan itu adalah wilayah adat mereka. Namun, karena jumlah warga yang hadir saat itu terbatas, mereka memutuskan untuk mundur sementara. Sekitar pukul 10.00 WIB, warga Natinggir pulang kekampung dan berkumpul di warung milik Rudolf Pasaribu.
Pukul 10.41 WIB, suasana di wilayah adat Natinggir kembali memanas. Sejumlah mobil pribadi dan kendaraan pengangkut Buruh Harian Lepas (BHL) tampak memasuki kawasan tersebut. Rombongan itu merupakan bagian dari upaya lanjutan PT Toba Pulp Lestari (TPL) untuk melanjutkan penanaman Eukaliptus di atas tanah yang diklaim sebagai wilayah adat oleh masyarakat Natinggir. Melihat kedatangan rombongan tambahan dari TPL, warga kembali ke lapangan. Mereka menyampaikan penolakan aktivitas penanaman tidak dilanjutkan. Merespons keinginan warga, pihak TPL sempat mundur dan memutar balik kendaraan mereka.
Pukul 11.04 WIB, puluhan massa dari pihak TPL kembali datang, kali ini dengan jumlah yang lebih besar dan dengan sikap yang jauh lebih agresif. Mereka memaksa masuk ke lokasi dan bersikeras melanjutkan penanaman. Warga Natinggir pun tetap berdiri dan mencoba menghentikan upaya penanaman. Aksi saling dorong pun terjadi diantara kedua belah pihak. Suasana pun semakin memanas, puncaknya ketika pihak TPL melakukan tindakan kekerasan terhadap beberapa warga. Tindakan itu memicu kemarahan warga yang sebelumnya menahan diri. Emosi pun tak terbendung. Saling lempar pun terjadi.
Pukul 11.41 WIB, salah satu warga Natinggir bernama Tamrin Pasaribu, mengalami pemukulan yang menyebabkan dia pingsan. Warga pun langsung memberikan pertolongan pertama dengan membawanya ke rumah salah satu warga, T. Simanjuntak. Namun, karena Tamrin tetap tidak sadarkan diri, ia kemudian dilarikan ke Puskesmas untuk mendapatkan penanganan medis. Saat proses evakuasi ke dalam mobil berlangsung, ratusan massa dari pihak TPL tiba-tiba melakukan penyerangan dengan melempari batu ke arah warga Natinggir, sehingga situasi kembali memanas dan tidak terkendali.
Pukul 11.42 WIB, ratusan massa dari pihak TPL terus melakukan penyerangan dengan melempari batu ke arah rumah-rumah warga, sehingga menyebabkan kerusakan cukup parah. Tidak satu pun warga Natinggir yang berani melawan, karena jumlah massa yang didatangkan TPL jauh lebih besar dibandingkan jumlah warga yang ada di lokasi. Serangan tersebut berlangsung hingga pukul 12.29 WIB.
Setelah situasi mereda dan dilakukan pengecekan, tercatat sebanyak enam rumah warga mengalami kerusakan, dua di antaranya mengalami kerusakan berat. Satu rumah yang rusak parah adalah milik Tioria Simanjuntak, dengan kerusakan berupa pecahnya kaca jendela dan rusaknya atap rumah akibat lemparan batu. Rumah lainnya yang mengalami kerusakan parah adalah milik Rudolf Pasaribu. Warung miliknya dijarah; ia kehilangan telepon genggam, uang tunai, barang dagangan, serta perabot rumah tangga yang diobrak-abrik. Atap rumahnya juga rusak akibat lemparan batu. Sementara itu, empat rumah lainnya mengalami kerusakan sedang hingga ringan, terutama pada bagian atap. Tak hanya orang dewasa, anak-anak juga menjadi korban trauma dalam peristiwa ini. Saat kejadian, mereka berada di dalam rumah yang diserang oleh massa. Beberapa dari mereka menangis ketakutan dan tampak sangat terguncang hingga peristiwa berakhir sekitar pukul 12.40 WIB. Setelah situasi dinyatakan aman, para ibu dan anak-anak berjalan kaki menuju rumah Bapak Kristin, yang dijadikan tempat perlindungan sementara. Di sana, mereka berkumpul untuk menenangkan diri dan mengevakuasi anak-anak yang masih dalam kondisi ketakutan
Pukul 12.48 WIB, para orang tua memberikan beras si pir ni tondi kepada anak-anak sebagai bentuk penguatan mental.
Pukul 13.34 WIB, warga mendengar kabar bahwa pihak TPL akan kembali melakukan penyerangan terhadap masyarakat dan staf KSPPM. Merespon isu tersebut masyarakat mengamankan diri sementara ke rumah Bapak Delviero Pasaribu bersama staf KSPPM.
Pukul 14.15 WIB, warga kmbali mendengar isu dua orang dari pihak TPL sudah mendekat ke Natinggir, untuk mencari warga dan staf KSPPM. Demi keselamatan, warga dan staf KSPPM memutuskan untuk melarikan diri ke arah ladang milik warga, hingga menuruni jurang, dan bersembunyi selama kurang lebih satu jam.
Pukul 15.00 WIB, salah satu staf KSPPM yang ikut menyelamatkan diri, mendapat panggilan dari Polres kembali kekampung untuk berdialog dengan pihak Polres Toba.
Pukul 15.30 WIB, salah satu staf KSPPM yang diajak Polres untuk berdialog mengirimkan pesan lewat WhatsAap kepada beberapa warga yang juga ikut bersembunyi bahwa situasi sudah aman dan pihak kepolisian telah tiba untuk mengamankan kericuhan.
Pukul 15.53 WIB, Warga dan staf KSPPM kembali berkumpul dikampung. Beberapa aparat keamanan juga telah berada di tempat untuk memantau kondisi serta menjaga situasi tetap kondusif.
Pukul 16.30 WIB, Direktur KSPPM bersama salah seorang Pengurus KSPPM tiba di Natinggir. Sekitar 15 menit kemudian, Camat Bor-Bor, James Pasaribu, bersama dua rekannya juga tiba di Natinggir. Camat menyampaikan komitmennya untuk memastikan keamanan warga, anak-anak saat bersekolah serta menjamin keamanan tempat tinggal warga.
Pukul 17.42 WIB, pihak dari Kodim juga datang dan bergabung di rumah tempat warga berkumpul dan berdiskusi.
Pukul 17.51WIB, mobil Puskesmas yang membawa korban kekerasan, Tamrin Pasaribu, tiba di depan rumah tempat masyarakat Natinggir berkumpul. Ia akan dirujuk ke Rumah Sakit di Balige untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif.
Pukul 19.58 WIB, Masyarakat Natinggir bersama KSPPM mengadakan diskusi internal terkait peristiwa yang terjadi. Dalam diskusi tersebut, dibahas langkah-langkah teknis yang akan ditempuh untuk melaporkan kejadian ini kepada pihak berwajib.
Pukul 22.06 WIB, pihak Polres Toba tiba di rumah tempat masyarakat Natinggir berkumpul. Mereka datang untuk kembali meyakinkan masyarakat—mulai dari anak-anak hingga orang tua—bahwa situasi telah aman, serta menanggapi kerusakan sejumlah fasilitas yang diduga dilakukan oleh pihak TPL. Pihak kepolisian juga menyatakan komitmen mereka untuk terus bersama masyarakat dalam menjaga keamanan.
Disusun oleh, Kelompok Study dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), bersama MA Natinggir.
Natinggir, 7 Agustus 2025