Senin (2/9/2024), Masyarakat Adat keturunan Ompu Raja Idduk Pasaribu, Desa Lintong marsiadapari atau gotong royong menanam di wilayah adat mereka. Aksi menanam yang dilakukan secara bergotong royong adalah simbol perlawanan mereka atas perampasan tanah leluhur yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Selain menghadapi tantangan dalam memperjuangkan hak atas tanah adat, Masyarakat Adat Ompu Raja Idduk Pasaribu juga merasa kecewa dengan proyek lumbung pangan yang menghabiskan begitu banyak anggaran Negara dan tak menjawab persoalan mendasar petani. Persoalan mendasar yang tak kunjung ada solusi dari Negara adalah kepastian hak atas tanah mereka, kegagalan panen sebagai dampak krisis iklim, serta jaminan harga pasar yang tidak berpihak pada petani, dan berbagai persoalan lainnya.
Sesungguhnya komunitas adat di Lintong telah gigih memperjuangkan pengakuan dan perlindungan atas tanah adat mereka sejak 2021. Meskipun semua syarat perlindungan tanah adat yang tercantum dalam konstitusi telah dipenuhi oleh komunitas ini, upaya mereka untuk mendapatkan pengakuan formal dari pemerintah masih menemui jalan buntu. Pemerintah Kabupaten Toba hingga saat ini belum menindaklanjuti pengajuan pengakuan Tanah Adat Lintong, menutup mata terhadap aspirasi masyarakat adat.
Masyarakat adat di Kabupaten Toba terus mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), segera mengevaluasi izin-izin konsesi yang diberikan kepada Toba Pulp Lestari (TPL) di berbagai wilayah adat kawasan Danau Toba, khususnya di wilayah adat Lintong. Selain itu, mereka mendesak Pemkab Toba untuk segera mengimplementasikan Peraturan Daerah (Perda) Pengakuan Hak Ulayat Masyarakat Adat di Toba No. 1 Tahun 2020, yang hingga kini belum terlaksana dengan baik.
Komunitas Ompu Raja Idduk Pasaribu berharap, agar perjuangan ini mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah. Suara Masyarakat Adat Ompu Raja Idduk Pasaribu tetap lantang di tengah kesunyian kebijakan yang belum berpihak.