ksppm
  • Beranda
  • Profile
    • Visi dan Misi
    • Profil KSPPM
    • Tentang KSPPM
    • Struktur Organisasi
    • Pelaksana Program
    • Staff
    • Badan Pendiri
  • Berita
    • Samosir
    • Toba
    • Tapanuli Utara
    • Humbahas
    • Liputan Media
    • Wilayah Lainnya
  • Buletin Prakarsa
Donation
No Result
View All Result
en English id Indonesian
ksppm
  • Beranda
  • Profile
    • Visi dan Misi
    • Profil KSPPM
    • Tentang KSPPM
    • Struktur Organisasi
    • Pelaksana Program
    • Staff
    • Badan Pendiri
  • Berita
    • Samosir
    • Toba
    • Tapanuli Utara
    • Humbahas
    • Liputan Media
    • Wilayah Lainnya
  • Buletin Prakarsa
Donation
No Result
View All Result
en English id Indonesian
ksppm
Donation
Desak Pemerintah Hentikan Kekerasan

Ratusan Warga Mendatangi Kantor Bupati Toba

  • Oleh:
  • Tim KSPPM
  • •
  • 16 Agustus 2025
Aksi di depan kantor Bupati Toba, Balige
Reading Time: 2 mins read
A A

Toba, 15 Agustus 2025 — Ratusan massa dari berbagai elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL (AGRTT) mendatangi Kantor Bupati Toba. Mereka menuntut pertanggungjawaban Pemerintah Kabupaten Toba atas tindak kekerasan yang dilakukan PT Toba Pulp Lestari (TPL) terhadap Masyarakat Adat Natinggir, Dusun Natinggir, Desa Simare, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba.

Dokumentasi KSPPM

Aksi demonstrasi ini merupakan respon atas peristiwa penyerangan yang terjadi pada 7 Agustus 2025, di mana masyarakat adat Natinggir mengalami intimidasi, kekerasan, serta perusakan akibat upaya penanaman paksa yang dilakukan PT TPL di wilayah adat mereka. Penanaman paksa ini tidak hanya menimbulkan kerugian fisik dan material, tetapi juga melukai martabat masyarakat adat yang sejak turun-temurun menjaga dan mengelola tanah leluhurnya.

Sebelumnya, pada 9 Agustus 2025, Wakil Bupati Toba, Audhy Murphy Sitorus, datang Desa Simare untuk melakukan mediasi. Namun hasil mediasi yang digagas Pemkab Toba tersebut mengecewakan masyarakat, karena Wakil Bupati hanya menyebut bahwa peristiwa 7 Agustus hanyalah “kesalahpahaman antardusun”. Mediasi itu tidak menyentuh akar persoalan

Baca Juga

Masyarakat Adat Mengadu ke Komisi XIII DPR RI

PACDR: Kelompok Subur Tani Desa Buntu Mauli Dorong Aksi Nyata Pemerintah.

Tidak lama berselang, 11 agustus Agustus 2025, PT TPL kembali mengerahkan karyawannya untuk melanjutkan penanaman paksa di wilayah adat Natinggir. Padahal, situasi masih tegang pasca insiden sebelumnya. Hal ini mempertegas bahwa mediasi yang difasilitasi pemerintah daerah tidak memiliki kekuatan nyata dalam menghentikan tindakan sepihak perusahaan.

Desakan semakin kuat datang dari masyarakat sipil. Akhirnya, pada 13 Agustus 2025, Wakil Bupati Toba mengeluarkan surat instruksi kepada PT TPL untuk menghentikan penanaman paksa. Namun, instruksi tersebut tidak diindahkan. PT TPL tetap melanjutkan aktivitasnya, seolah-olah tidak ada aturan dan tidak menghormati otoritas pemerintah daerah.

Merasa tidak ada jalan lain, masyarakat Natinggir bersama ratusan aktivis dan elemen gerakan rakyat akhirnya bersepakat untuk menggelar aksi demonstrasi di Kantor Bupati Toba pada 15 Agustus 2025. Aksi dimulai sekitar pukul 10.30 WIB.

Dokumentasi KSPPM

Salah satu orasi yang disampaikan oleh Raulina Boru Sitanggang, warga Natinggir. Dengan suara lantang, ia menyuarakan jeritan dan derita masyarakat akibat kesewenang-wenangan PT TPL. Namun, saat ia masih berbicara, seorang anggota Satpol PP mencoba merampas pengeras suara darinya. Tindakan itu sontak memicu kemarahan massa, yang kemudian mengerumuni aparat tersebut sebagai bentuk protes.

Meski sempat terjadi ketegangan, massa tetap bertahan dengan tertib, menunggu kehadiran Bupati Toba. Sekitar beberapa jam kemudian, Bupati Toba, Efendi Napitupulu, bersama Wakil Bupati, Kapolres Toba, dan Kepala Kejaksaan Negeri Toba akhirnya menemui massa. Setelah berdialog singkat di lapangan, perwakilan warga dan aktivis kemudian dipersilakan masuk ke kantor Bupati untuk menyampaikan tuntutan secara resmi.

Dalam pertemuan tersebut, massa menyampaikan empat tuntutan utama, yaitu:

  1. Mendesak Bupati Toba segera menyurati Menteri Kehutanan agar mencabut izin konsesi PT TPL.
  2. Mendesak Pemerintah Kabupaten Toba turun langsung ke lokasi konflik untuk menghentikan penanaman paksa di wilayah adat Natinggir.
  3. Meminta Pemerintah Kabupaten Toba mempercepat proses pengakuan wilayah adat, sesuai dengan usulan yang sudah diajukan sebelumnya, seperti Pomparan Ompu Nasomalomarhohos Pasaribu–Natinggir, Ompu Raja Enduk Pasaribu–Lintong, Ompu Sunggu Barita Pasaribu–Janji Maria, Ompu Duraham Simanjuntak–Natumingka, Ompu Raja Martonggo Samosir–Simenakhenak, Huta Sigalapang, serta komunitas masyarakat adat lainnya.
  4. Mendesak aparat penegak hukum segera menangkap pelaku kekerasan, perusakan rumah dan sepeda motor, serta penjarahan warung milik warga Natinggir.

Setelah  pertemuan dengan perwakilan aksi, Bupati Efendi Napitupulu kembali menemui massa dan menyampaikan beberapa poin kesepakatan. Pertama, dalam waktu satu minggu, Bupati berkomitmen untuk berdiskusi dengan manajemen PT TPL agar menghentikan penanaman paksa, setidaknya di wilayah yang selama ini dikelola warga Natinggir. Kedua, pada bulan September, Bupati akan membentuk tim verifikasi untuk melakukan identifikasi dan verifikasi wilayah adat yang ada di kawasan konsesi PT TPL, sebagai dasar terbitnya SK Bupati tentang pengakuan wilayah masyarakat adat.

 

  • Baca juga tulisan menarik lainnya dari
  • Tim KSPPM
  • atau artikel terkait
  • Siaran Pers, Toba

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Sebelumnya

Kunjungan Pastoral : Menguatkan Natinggir Yang Sedang Terluka

Artikel Berikutnya

PACDR: Kelompok Subur Tani Desa Buntu Mauli Dorong Aksi Nyata Pemerintah.

Desak Pemerintah Hentikan Kekerasan

Ratusan Warga Mendatangi Kantor Bupati Toba

  • Oleh:
  • Tim KSPPM
  • •
  • 16 Agustus 2025
Aksi di depan kantor Bupati Toba, Balige
Reading Time: 2 mins read
A A

Toba, 15 Agustus 2025 — Ratusan massa dari berbagai elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL (AGRTT) mendatangi Kantor Bupati Toba. Mereka menuntut pertanggungjawaban Pemerintah Kabupaten Toba atas tindak kekerasan yang dilakukan PT Toba Pulp Lestari (TPL) terhadap Masyarakat Adat Natinggir, Dusun Natinggir, Desa Simare, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba.

Dokumentasi KSPPM

Aksi demonstrasi ini merupakan respon atas peristiwa penyerangan yang terjadi pada 7 Agustus 2025, di mana masyarakat adat Natinggir mengalami intimidasi, kekerasan, serta perusakan akibat upaya penanaman paksa yang dilakukan PT TPL di wilayah adat mereka. Penanaman paksa ini tidak hanya menimbulkan kerugian fisik dan material, tetapi juga melukai martabat masyarakat adat yang sejak turun-temurun menjaga dan mengelola tanah leluhurnya.

Sebelumnya, pada 9 Agustus 2025, Wakil Bupati Toba, Audhy Murphy Sitorus, datang Desa Simare untuk melakukan mediasi. Namun hasil mediasi yang digagas Pemkab Toba tersebut mengecewakan masyarakat, karena Wakil Bupati hanya menyebut bahwa peristiwa 7 Agustus hanyalah “kesalahpahaman antardusun”. Mediasi itu tidak menyentuh akar persoalan

Baca Juga

Masyarakat Adat Mengadu ke Komisi XIII DPR RI

PACDR: Kelompok Subur Tani Desa Buntu Mauli Dorong Aksi Nyata Pemerintah.

Tidak lama berselang, 11 agustus Agustus 2025, PT TPL kembali mengerahkan karyawannya untuk melanjutkan penanaman paksa di wilayah adat Natinggir. Padahal, situasi masih tegang pasca insiden sebelumnya. Hal ini mempertegas bahwa mediasi yang difasilitasi pemerintah daerah tidak memiliki kekuatan nyata dalam menghentikan tindakan sepihak perusahaan.

Desakan semakin kuat datang dari masyarakat sipil. Akhirnya, pada 13 Agustus 2025, Wakil Bupati Toba mengeluarkan surat instruksi kepada PT TPL untuk menghentikan penanaman paksa. Namun, instruksi tersebut tidak diindahkan. PT TPL tetap melanjutkan aktivitasnya, seolah-olah tidak ada aturan dan tidak menghormati otoritas pemerintah daerah.

Merasa tidak ada jalan lain, masyarakat Natinggir bersama ratusan aktivis dan elemen gerakan rakyat akhirnya bersepakat untuk menggelar aksi demonstrasi di Kantor Bupati Toba pada 15 Agustus 2025. Aksi dimulai sekitar pukul 10.30 WIB.

Dokumentasi KSPPM

Salah satu orasi yang disampaikan oleh Raulina Boru Sitanggang, warga Natinggir. Dengan suara lantang, ia menyuarakan jeritan dan derita masyarakat akibat kesewenang-wenangan PT TPL. Namun, saat ia masih berbicara, seorang anggota Satpol PP mencoba merampas pengeras suara darinya. Tindakan itu sontak memicu kemarahan massa, yang kemudian mengerumuni aparat tersebut sebagai bentuk protes.

Meski sempat terjadi ketegangan, massa tetap bertahan dengan tertib, menunggu kehadiran Bupati Toba. Sekitar beberapa jam kemudian, Bupati Toba, Efendi Napitupulu, bersama Wakil Bupati, Kapolres Toba, dan Kepala Kejaksaan Negeri Toba akhirnya menemui massa. Setelah berdialog singkat di lapangan, perwakilan warga dan aktivis kemudian dipersilakan masuk ke kantor Bupati untuk menyampaikan tuntutan secara resmi.

Dalam pertemuan tersebut, massa menyampaikan empat tuntutan utama, yaitu:

  1. Mendesak Bupati Toba segera menyurati Menteri Kehutanan agar mencabut izin konsesi PT TPL.
  2. Mendesak Pemerintah Kabupaten Toba turun langsung ke lokasi konflik untuk menghentikan penanaman paksa di wilayah adat Natinggir.
  3. Meminta Pemerintah Kabupaten Toba mempercepat proses pengakuan wilayah adat, sesuai dengan usulan yang sudah diajukan sebelumnya, seperti Pomparan Ompu Nasomalomarhohos Pasaribu–Natinggir, Ompu Raja Enduk Pasaribu–Lintong, Ompu Sunggu Barita Pasaribu–Janji Maria, Ompu Duraham Simanjuntak–Natumingka, Ompu Raja Martonggo Samosir–Simenakhenak, Huta Sigalapang, serta komunitas masyarakat adat lainnya.
  4. Mendesak aparat penegak hukum segera menangkap pelaku kekerasan, perusakan rumah dan sepeda motor, serta penjarahan warung milik warga Natinggir.

Setelah  pertemuan dengan perwakilan aksi, Bupati Efendi Napitupulu kembali menemui massa dan menyampaikan beberapa poin kesepakatan. Pertama, dalam waktu satu minggu, Bupati berkomitmen untuk berdiskusi dengan manajemen PT TPL agar menghentikan penanaman paksa, setidaknya di wilayah yang selama ini dikelola warga Natinggir. Kedua, pada bulan September, Bupati akan membentuk tim verifikasi untuk melakukan identifikasi dan verifikasi wilayah adat yang ada di kawasan konsesi PT TPL, sebagai dasar terbitnya SK Bupati tentang pengakuan wilayah masyarakat adat.

 

  • Baca juga tulisan menarik lainnya dari
  • Tim KSPPM
  • atau artikel terkait
  • Siaran Pers, Toba

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Sebelumnya

Kunjungan Pastoral : Menguatkan Natinggir Yang Sedang Terluka

Artikel Berikutnya

PACDR: Kelompok Subur Tani Desa Buntu Mauli Dorong Aksi Nyata Pemerintah.

Related Articles

Masyarakat Adat Mengadu ke Komisi XIII DPR RI

Masyarakat Adat Mengadu ke Komisi XIII DPR RI

9 September 2025
PACDR: Kelompok Subur Tani Desa Buntu Mauli Dorong Aksi Nyata Pemerintah.

PACDR: Kelompok Subur Tani Desa Buntu Mauli Dorong Aksi Nyata Pemerintah.

6 September 2025
Kunjungan Pastoral : Menguatkan Natinggir Yang Sedang Terluka

Kunjungan Pastoral : Menguatkan Natinggir Yang Sedang Terluka

13 Agustus 2025
Tindakan PT TPL di Wilayah Adat Natinggir

Tindakan PT TPL di Wilayah Adat Natinggir

13 Agustus 2025

Jeritan Petani di Musim Kemarau Panjang: Gagal Panen dan Krisis Air Bersih di Samosir

12 Agustus 2025

PT Toba Pulp Lestari Kembali Gusur Masyarakat Adat Natinggir di Tano Batak

11 Agustus 2025

Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat. Pada tahun 1984, pendahulu kami sangat prihatin dan peduli terhadap realitas kemiskinan, pelanggaran dan kekerasan terhadap hak asasi manusia, serta dampak buruk yang ditimbulkan pembangunan di Indonesia…Selengkapnya 

  • Girsang 1, Kec. Girsang Sipangan Bolon, Kab. Simalungun - Parapat, Sumatera Utara 21174
  • pksppm@yahoo.com
  • +0625 42393
Facebook Instagram X-twitter Youtube

Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat. Pada tahun 1984, pendahulu kami sangat prihatin dan peduli terhadap realitas kemiskinan, pelanggaran dan kekerasan terhadap hak asasi manusia, serta dampak buruk yang ditimbulkan pembangunan di Indonesia…Selengkapnya 

  • Girsang 1, Kec. Girsang Sipangan Bolon, Kab. Simalungun - Parapat, Sumatera Utara 21174
  • pksppm@yahoo.com
  • +0625 42393
Facebook Instagram X-twitter Youtube
© Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat - KSPPM. All Rights Reserved.
Home
Home
Buletin
Buletin
Channel
Channel
Explore
Explore
No Result
View All Result
en English id Indonesian
  • Beranda
  • Profile
    • Visi dan Misi
    • Profil KSPPM
    • Tentang KSPPM
    • Struktur Organisasi
    • Pelaksana Program
    • Staff
    • Badan Pendiri
  • Berita
    • Samosir
    • Toba
    • Tapanuli Utara
    • Humbahas
    • Liputan Media
    • Wilayah Lainnya
  • Buletin Prakarsa