\n

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, \"Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu\". Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.<\/p>\n\n\n\n

\"Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu\" tangkasnya.**
(KZ)<\/p>\n","post_title":"Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"komnas-ham-di-negara-merdeka-setiap-masyarakatnya-harus-merdeka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-03-18 18:14:41","post_modified_gmt":"2022-03-18 11:14:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1022","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_5"};

\n

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. \"Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana\" ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.<\/p>\n\n\n\n

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, \"Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu\". Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.<\/p>\n\n\n\n

\"Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu\" tangkasnya.**
(KZ)<\/p>\n","post_title":"Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"komnas-ham-di-negara-merdeka-setiap-masyarakatnya-harus-merdeka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-03-18 18:14:41","post_modified_gmt":"2022-03-18 11:14:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1022","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_5"};

\n

Sampai saat ini PT TPL bahkan masih melakukan penebangan baru di sekitar wilayah konsesinya. Air di sini juga berkurang karena perusahaan tidak mematuhi peraturan tidak ada penamanan sejauh 50 meter di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sekarang bahkan tanaman eukaliptus <\/em>berada 1 meter di dekat DAS.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. \"Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana\" ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.<\/p>\n\n\n\n

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, \"Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu\". Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.<\/p>\n\n\n\n

\"Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu\" tangkasnya.**
(KZ)<\/p>\n","post_title":"Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"komnas-ham-di-negara-merdeka-setiap-masyarakatnya-harus-merdeka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-03-18 18:14:41","post_modified_gmt":"2022-03-18 11:14:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1022","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_5"};

\n

Berita acara tim verifikasi Tapanuli Utara mengatakan bahwa komunitas Op. Panggal perlu melakukan mediasi dengan tetangga-tetangganya, tidak ada penjelasan mengenai alasan mengapa mereka jadi tidak diakui oleh tim Verifikasi (mendapatkan SK Hutan Adat).<\/p>\n\n\n\n

Sampai saat ini PT TPL bahkan masih melakukan penebangan baru di sekitar wilayah konsesinya. Air di sini juga berkurang karena perusahaan tidak mematuhi peraturan tidak ada penamanan sejauh 50 meter di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sekarang bahkan tanaman eukaliptus <\/em>berada 1 meter di dekat DAS.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. \"Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana\" ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.<\/p>\n\n\n\n

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, \"Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu\". Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.<\/p>\n\n\n\n

\"Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu\" tangkasnya.**
(KZ)<\/p>\n","post_title":"Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"komnas-ham-di-negara-merdeka-setiap-masyarakatnya-harus-merdeka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-03-18 18:14:41","post_modified_gmt":"2022-03-18 11:14:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1022","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_5"};

\n
\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Berita acara tim verifikasi Tapanuli Utara mengatakan bahwa komunitas Op. Panggal perlu melakukan mediasi dengan tetangga-tetangganya, tidak ada penjelasan mengenai alasan mengapa mereka jadi tidak diakui oleh tim Verifikasi (mendapatkan SK Hutan Adat).<\/p>\n\n\n\n

Sampai saat ini PT TPL bahkan masih melakukan penebangan baru di sekitar wilayah konsesinya. Air di sini juga berkurang karena perusahaan tidak mematuhi peraturan tidak ada penamanan sejauh 50 meter di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sekarang bahkan tanaman eukaliptus <\/em>berada 1 meter di dekat DAS.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. \"Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana\" ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.<\/p>\n\n\n\n

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, \"Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu\". Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.<\/p>\n\n\n\n

\"Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu\" tangkasnya.**
(KZ)<\/p>\n","post_title":"Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"komnas-ham-di-negara-merdeka-setiap-masyarakatnya-harus-merdeka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-03-18 18:14:41","post_modified_gmt":"2022-03-18 11:14:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1022","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_5"};

\n

\"Saat itu (proses verifikasi), tim jadi tidak melakukan verifikasi terhadap objek wilayah yang kami ajukan, dan malah lebih mendengarkan masyarakat yang keberatan atas verifikasi itu. Bahkan kami tidak pernah ditemui atau dimediasi oleh pemerintah, dan bahkan seperti disalah-salahkan terkait batas wilayah dan hukum-hukum adat oleh tim verifikasi\" ujar Rosmian Purba, perempuan anggota komunitas Pomparan Op. Panggal Manalu.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Berita acara tim verifikasi Tapanuli Utara mengatakan bahwa komunitas Op. Panggal perlu melakukan mediasi dengan tetangga-tetangganya, tidak ada penjelasan mengenai alasan mengapa mereka jadi tidak diakui oleh tim Verifikasi (mendapatkan SK Hutan Adat).<\/p>\n\n\n\n

Sampai saat ini PT TPL bahkan masih melakukan penebangan baru di sekitar wilayah konsesinya. Air di sini juga berkurang karena perusahaan tidak mematuhi peraturan tidak ada penamanan sejauh 50 meter di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sekarang bahkan tanaman eukaliptus <\/em>berada 1 meter di dekat DAS.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. \"Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana\" ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.<\/p>\n\n\n\n

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, \"Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu\". Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.<\/p>\n\n\n\n

\"Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu\" tangkasnya.**
(KZ)<\/p>\n","post_title":"Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"komnas-ham-di-negara-merdeka-setiap-masyarakatnya-harus-merdeka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-03-18 18:14:41","post_modified_gmt":"2022-03-18 11:14:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1022","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_5"};

\n

Pada bulan Oktober 2021, saat tim dari Kementerian Kehutanan melakukan verifikasi Komunitas Adat di Parmonangan, prosesnya diganggu oleh orang-orang yang berafiliasi dengan perusahaan. Pada hari kedua atau saat akan memverifikasi komunitas Keturunan Op. Panggal, tim verifikasi dicegat oleh orang-orang yang pro-TPL di Balai Desa Aek Raja.<\/p>\n\n\n\n

\"Saat itu (proses verifikasi), tim jadi tidak melakukan verifikasi terhadap objek wilayah yang kami ajukan, dan malah lebih mendengarkan masyarakat yang keberatan atas verifikasi itu. Bahkan kami tidak pernah ditemui atau dimediasi oleh pemerintah, dan bahkan seperti disalah-salahkan terkait batas wilayah dan hukum-hukum adat oleh tim verifikasi\" ujar Rosmian Purba, perempuan anggota komunitas Pomparan Op. Panggal Manalu.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Berita acara tim verifikasi Tapanuli Utara mengatakan bahwa komunitas Op. Panggal perlu melakukan mediasi dengan tetangga-tetangganya, tidak ada penjelasan mengenai alasan mengapa mereka jadi tidak diakui oleh tim Verifikasi (mendapatkan SK Hutan Adat).<\/p>\n\n\n\n

Sampai saat ini PT TPL bahkan masih melakukan penebangan baru di sekitar wilayah konsesinya. Air di sini juga berkurang karena perusahaan tidak mematuhi peraturan tidak ada penamanan sejauh 50 meter di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sekarang bahkan tanaman eukaliptus <\/em>berada 1 meter di dekat DAS.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. \"Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana\" ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.<\/p>\n\n\n\n

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, \"Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu\". Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.<\/p>\n\n\n\n

\"Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu\" tangkasnya.**
(KZ)<\/p>\n","post_title":"Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"komnas-ham-di-negara-merdeka-setiap-masyarakatnya-harus-merdeka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-03-18 18:14:41","post_modified_gmt":"2022-03-18 11:14:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1022","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_5"};

\n

Parsaoran Sinaga, perwakilan komunitas Op. Panggal juga menjelaskan kronologi upaya-upaya litigasi yang pernah dilakukan oleh komunitas, dari gugatan yang diajukan oleh KR. Siregar yang dimenangkan oleh Pengadilan Tarutung, tetapi kemudian digugurkan oleh Mahkamah Agung di Medan. \"Walaupun kami sudah memberikan bukti mengenai tuntutan di Tarutung (Pengadilan) kepada polisi, sampai saat ini kami masih mendapatkan surat panggilan dari Polres Tapanuli Utara\" jelasnya.<\/p>\n\n\n\n

Pada bulan Oktober 2021, saat tim dari Kementerian Kehutanan melakukan verifikasi Komunitas Adat di Parmonangan, prosesnya diganggu oleh orang-orang yang berafiliasi dengan perusahaan. Pada hari kedua atau saat akan memverifikasi komunitas Keturunan Op. Panggal, tim verifikasi dicegat oleh orang-orang yang pro-TPL di Balai Desa Aek Raja.<\/p>\n\n\n\n

\"Saat itu (proses verifikasi), tim jadi tidak melakukan verifikasi terhadap objek wilayah yang kami ajukan, dan malah lebih mendengarkan masyarakat yang keberatan atas verifikasi itu. Bahkan kami tidak pernah ditemui atau dimediasi oleh pemerintah, dan bahkan seperti disalah-salahkan terkait batas wilayah dan hukum-hukum adat oleh tim verifikasi\" ujar Rosmian Purba, perempuan anggota komunitas Pomparan Op. Panggal Manalu.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Berita acara tim verifikasi Tapanuli Utara mengatakan bahwa komunitas Op. Panggal perlu melakukan mediasi dengan tetangga-tetangganya, tidak ada penjelasan mengenai alasan mengapa mereka jadi tidak diakui oleh tim Verifikasi (mendapatkan SK Hutan Adat).<\/p>\n\n\n\n

Sampai saat ini PT TPL bahkan masih melakukan penebangan baru di sekitar wilayah konsesinya. Air di sini juga berkurang karena perusahaan tidak mematuhi peraturan tidak ada penamanan sejauh 50 meter di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sekarang bahkan tanaman eukaliptus <\/em>berada 1 meter di dekat DAS.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. \"Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana\" ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.<\/p>\n\n\n\n

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, \"Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu\". Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.<\/p>\n\n\n\n

\"Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu\" tangkasnya.**
(KZ)<\/p>\n","post_title":"Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"komnas-ham-di-negara-merdeka-setiap-masyarakatnya-harus-merdeka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-03-18 18:14:41","post_modified_gmt":"2022-03-18 11:14:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1022","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_5"};

\n

Perwakilan MA Tornauli juga menyampaikan bahwa perusahaan pernah mengancam masyarakat terkait keamanan anak-anak mereka yang bersekolah di Siborongborong dan Dolok Sanggul. \"Kami sempat diintimidasi dan diancam kalau anak-anak kami yang bersekolah di luar tidak aman karena kami memperjuangkan dan merebut kembali tanah adat kami\" ujar ketua komunitas Tornauli.<\/p>\n\n\n\n

Parsaoran Sinaga, perwakilan komunitas Op. Panggal juga menjelaskan kronologi upaya-upaya litigasi yang pernah dilakukan oleh komunitas, dari gugatan yang diajukan oleh KR. Siregar yang dimenangkan oleh Pengadilan Tarutung, tetapi kemudian digugurkan oleh Mahkamah Agung di Medan. \"Walaupun kami sudah memberikan bukti mengenai tuntutan di Tarutung (Pengadilan) kepada polisi, sampai saat ini kami masih mendapatkan surat panggilan dari Polres Tapanuli Utara\" jelasnya.<\/p>\n\n\n\n

Pada bulan Oktober 2021, saat tim dari Kementerian Kehutanan melakukan verifikasi Komunitas Adat di Parmonangan, prosesnya diganggu oleh orang-orang yang berafiliasi dengan perusahaan. Pada hari kedua atau saat akan memverifikasi komunitas Keturunan Op. Panggal, tim verifikasi dicegat oleh orang-orang yang pro-TPL di Balai Desa Aek Raja.<\/p>\n\n\n\n

\"Saat itu (proses verifikasi), tim jadi tidak melakukan verifikasi terhadap objek wilayah yang kami ajukan, dan malah lebih mendengarkan masyarakat yang keberatan atas verifikasi itu. Bahkan kami tidak pernah ditemui atau dimediasi oleh pemerintah, dan bahkan seperti disalah-salahkan terkait batas wilayah dan hukum-hukum adat oleh tim verifikasi\" ujar Rosmian Purba, perempuan anggota komunitas Pomparan Op. Panggal Manalu.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Berita acara tim verifikasi Tapanuli Utara mengatakan bahwa komunitas Op. Panggal perlu melakukan mediasi dengan tetangga-tetangganya, tidak ada penjelasan mengenai alasan mengapa mereka jadi tidak diakui oleh tim Verifikasi (mendapatkan SK Hutan Adat).<\/p>\n\n\n\n

Sampai saat ini PT TPL bahkan masih melakukan penebangan baru di sekitar wilayah konsesinya. Air di sini juga berkurang karena perusahaan tidak mematuhi peraturan tidak ada penamanan sejauh 50 meter di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sekarang bahkan tanaman eukaliptus <\/em>berada 1 meter di dekat DAS.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. \"Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana\" ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.<\/p>\n\n\n\n

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, \"Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu\". Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.<\/p>\n\n\n\n

\"Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu\" tangkasnya.**
(KZ)<\/p>\n","post_title":"Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"komnas-ham-di-negara-merdeka-setiap-masyarakatnya-harus-merdeka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-03-18 18:14:41","post_modified_gmt":"2022-03-18 11:14:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1022","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_5"};

\n

Komunitas yang datang berkumpul adalah MA Tornauli, MA Keturunan Op. Panggal (Aek Raja) dan komunitas MA Bonan Dolok (Huta Tinggi). Mereka semua menceritakan kronologis permasalahan mereka, sejak PT. TPL datang hingga upaya-upaya yang sudah mereka lakukan memperjuangkan tanah leluhurnya.<\/p>\n\n\n\n

Perwakilan MA Tornauli juga menyampaikan bahwa perusahaan pernah mengancam masyarakat terkait keamanan anak-anak mereka yang bersekolah di Siborongborong dan Dolok Sanggul. \"Kami sempat diintimidasi dan diancam kalau anak-anak kami yang bersekolah di luar tidak aman karena kami memperjuangkan dan merebut kembali tanah adat kami\" ujar ketua komunitas Tornauli.<\/p>\n\n\n\n

Parsaoran Sinaga, perwakilan komunitas Op. Panggal juga menjelaskan kronologi upaya-upaya litigasi yang pernah dilakukan oleh komunitas, dari gugatan yang diajukan oleh KR. Siregar yang dimenangkan oleh Pengadilan Tarutung, tetapi kemudian digugurkan oleh Mahkamah Agung di Medan. \"Walaupun kami sudah memberikan bukti mengenai tuntutan di Tarutung (Pengadilan) kepada polisi, sampai saat ini kami masih mendapatkan surat panggilan dari Polres Tapanuli Utara\" jelasnya.<\/p>\n\n\n\n

Pada bulan Oktober 2021, saat tim dari Kementerian Kehutanan melakukan verifikasi Komunitas Adat di Parmonangan, prosesnya diganggu oleh orang-orang yang berafiliasi dengan perusahaan. Pada hari kedua atau saat akan memverifikasi komunitas Keturunan Op. Panggal, tim verifikasi dicegat oleh orang-orang yang pro-TPL di Balai Desa Aek Raja.<\/p>\n\n\n\n

\"Saat itu (proses verifikasi), tim jadi tidak melakukan verifikasi terhadap objek wilayah yang kami ajukan, dan malah lebih mendengarkan masyarakat yang keberatan atas verifikasi itu. Bahkan kami tidak pernah ditemui atau dimediasi oleh pemerintah, dan bahkan seperti disalah-salahkan terkait batas wilayah dan hukum-hukum adat oleh tim verifikasi\" ujar Rosmian Purba, perempuan anggota komunitas Pomparan Op. Panggal Manalu.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Berita acara tim verifikasi Tapanuli Utara mengatakan bahwa komunitas Op. Panggal perlu melakukan mediasi dengan tetangga-tetangganya, tidak ada penjelasan mengenai alasan mengapa mereka jadi tidak diakui oleh tim Verifikasi (mendapatkan SK Hutan Adat).<\/p>\n\n\n\n

Sampai saat ini PT TPL bahkan masih melakukan penebangan baru di sekitar wilayah konsesinya. Air di sini juga berkurang karena perusahaan tidak mematuhi peraturan tidak ada penamanan sejauh 50 meter di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sekarang bahkan tanaman eukaliptus <\/em>berada 1 meter di dekat DAS.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. \"Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana\" ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.<\/p>\n\n\n\n

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, \"Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu\". Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.<\/p>\n\n\n\n

\"Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu\" tangkasnya.**
(KZ)<\/p>\n","post_title":"Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"komnas-ham-di-negara-merdeka-setiap-masyarakatnya-harus-merdeka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-03-18 18:14:41","post_modified_gmt":"2022-03-18 11:14:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1022","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_5"};

\n

Tornauli (17\/03). Pagi hari tepat pukul 9:30, Komunitas Masyarakat Adat (MA) di Kecamatan Parmonangan, Tapanuli Utara kedatangan tamu spesial dari Jakarta, yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pada kesempatan ini, Komnas HAM ingin berbincang-bincang tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Perusahaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) dan pihak-pihak lain terhadap komunitas MA yang ada.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas yang datang berkumpul adalah MA Tornauli, MA Keturunan Op. Panggal (Aek Raja) dan komunitas MA Bonan Dolok (Huta Tinggi). Mereka semua menceritakan kronologis permasalahan mereka, sejak PT. TPL datang hingga upaya-upaya yang sudah mereka lakukan memperjuangkan tanah leluhurnya.<\/p>\n\n\n\n

Perwakilan MA Tornauli juga menyampaikan bahwa perusahaan pernah mengancam masyarakat terkait keamanan anak-anak mereka yang bersekolah di Siborongborong dan Dolok Sanggul. \"Kami sempat diintimidasi dan diancam kalau anak-anak kami yang bersekolah di luar tidak aman karena kami memperjuangkan dan merebut kembali tanah adat kami\" ujar ketua komunitas Tornauli.<\/p>\n\n\n\n

Parsaoran Sinaga, perwakilan komunitas Op. Panggal juga menjelaskan kronologi upaya-upaya litigasi yang pernah dilakukan oleh komunitas, dari gugatan yang diajukan oleh KR. Siregar yang dimenangkan oleh Pengadilan Tarutung, tetapi kemudian digugurkan oleh Mahkamah Agung di Medan. \"Walaupun kami sudah memberikan bukti mengenai tuntutan di Tarutung (Pengadilan) kepada polisi, sampai saat ini kami masih mendapatkan surat panggilan dari Polres Tapanuli Utara\" jelasnya.<\/p>\n\n\n\n

Pada bulan Oktober 2021, saat tim dari Kementerian Kehutanan melakukan verifikasi Komunitas Adat di Parmonangan, prosesnya diganggu oleh orang-orang yang berafiliasi dengan perusahaan. Pada hari kedua atau saat akan memverifikasi komunitas Keturunan Op. Panggal, tim verifikasi dicegat oleh orang-orang yang pro-TPL di Balai Desa Aek Raja.<\/p>\n\n\n\n

\"Saat itu (proses verifikasi), tim jadi tidak melakukan verifikasi terhadap objek wilayah yang kami ajukan, dan malah lebih mendengarkan masyarakat yang keberatan atas verifikasi itu. Bahkan kami tidak pernah ditemui atau dimediasi oleh pemerintah, dan bahkan seperti disalah-salahkan terkait batas wilayah dan hukum-hukum adat oleh tim verifikasi\" ujar Rosmian Purba, perempuan anggota komunitas Pomparan Op. Panggal Manalu.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Berita acara tim verifikasi Tapanuli Utara mengatakan bahwa komunitas Op. Panggal perlu melakukan mediasi dengan tetangga-tetangganya, tidak ada penjelasan mengenai alasan mengapa mereka jadi tidak diakui oleh tim Verifikasi (mendapatkan SK Hutan Adat).<\/p>\n\n\n\n

Sampai saat ini PT TPL bahkan masih melakukan penebangan baru di sekitar wilayah konsesinya. Air di sini juga berkurang karena perusahaan tidak mematuhi peraturan tidak ada penamanan sejauh 50 meter di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sekarang bahkan tanaman eukaliptus <\/em>berada 1 meter di dekat DAS.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. \"Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana\" ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.<\/p>\n\n\n\n

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, \"Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu\". Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.<\/p>\n\n\n\n

\"Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu\" tangkasnya.**
(KZ)<\/p>\n","post_title":"Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"komnas-ham-di-negara-merdeka-setiap-masyarakatnya-harus-merdeka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-03-18 18:14:41","post_modified_gmt":"2022-03-18 11:14:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1022","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_5"};

\n

Masyarakat Nagasaribu juga berhasil menginspirasi kampung tetangga untuk berjuang. Natinggir terinspirasi oleh perjuangan Nagasaribu Onan Harbangan. Pada tahun 2019, Op. Gres bersama Jimmi Simanjuntak sebagai ketua komunitas mengajak KSPPM berdiskusi ke Natinggir untuk memulai perjuangan mempertahankan tanah adat. Demikian masyarakat Haunatas. Terinspirasi oleh perjuangan Nagasaribu, mereka pun meminta Nagasaribu untuk berbagi cerita. Menurut KSPPM, salah satu alasan mengapa Nagasaribu jadi inspirasi bagi Natinggir dan Haunatas adalah keberhasilan masyarakat Nagasaribu melarang kegiatan perusahaan di wilayah adatnya dan berhasil menanami wilayah adatnya dengan beragam tumbuhan seperti padi darat, nenas, markisa dan tumbuhan keras lainnya tanpa ganguan dari perusahaan. Masyarakat juga berhasil menutup akses perusahaan masuk ke wilayah adat tanpa perlawanan dari perusahaan. Anak perantau mereka juga ikut mendukung khususnya dalam pendanaan. ** [Rocky Pasaribu]<\/strong><\/p>\n","post_title":"Masyarakat Adat Nagasaribu Mendapatkan SK Hutan Adat (Part-1)","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"masyarakat-adat-nagasaribu-mendapatkan-sk-hutan-adat-part-1","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-08-12 16:27:25","post_modified_gmt":"2022-08-12 09:27:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1066","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":1022,"post_author":"1","post_date":"2022-03-18 18:14:40","post_date_gmt":"2022-03-18 11:14:40","post_content":"\n

Tornauli (17\/03). Pagi hari tepat pukul 9:30, Komunitas Masyarakat Adat (MA) di Kecamatan Parmonangan, Tapanuli Utara kedatangan tamu spesial dari Jakarta, yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pada kesempatan ini, Komnas HAM ingin berbincang-bincang tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Perusahaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) dan pihak-pihak lain terhadap komunitas MA yang ada.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas yang datang berkumpul adalah MA Tornauli, MA Keturunan Op. Panggal (Aek Raja) dan komunitas MA Bonan Dolok (Huta Tinggi). Mereka semua menceritakan kronologis permasalahan mereka, sejak PT. TPL datang hingga upaya-upaya yang sudah mereka lakukan memperjuangkan tanah leluhurnya.<\/p>\n\n\n\n

Perwakilan MA Tornauli juga menyampaikan bahwa perusahaan pernah mengancam masyarakat terkait keamanan anak-anak mereka yang bersekolah di Siborongborong dan Dolok Sanggul. \"Kami sempat diintimidasi dan diancam kalau anak-anak kami yang bersekolah di luar tidak aman karena kami memperjuangkan dan merebut kembali tanah adat kami\" ujar ketua komunitas Tornauli.<\/p>\n\n\n\n

Parsaoran Sinaga, perwakilan komunitas Op. Panggal juga menjelaskan kronologi upaya-upaya litigasi yang pernah dilakukan oleh komunitas, dari gugatan yang diajukan oleh KR. Siregar yang dimenangkan oleh Pengadilan Tarutung, tetapi kemudian digugurkan oleh Mahkamah Agung di Medan. \"Walaupun kami sudah memberikan bukti mengenai tuntutan di Tarutung (Pengadilan) kepada polisi, sampai saat ini kami masih mendapatkan surat panggilan dari Polres Tapanuli Utara\" jelasnya.<\/p>\n\n\n\n

Pada bulan Oktober 2021, saat tim dari Kementerian Kehutanan melakukan verifikasi Komunitas Adat di Parmonangan, prosesnya diganggu oleh orang-orang yang berafiliasi dengan perusahaan. Pada hari kedua atau saat akan memverifikasi komunitas Keturunan Op. Panggal, tim verifikasi dicegat oleh orang-orang yang pro-TPL di Balai Desa Aek Raja.<\/p>\n\n\n\n

\"Saat itu (proses verifikasi), tim jadi tidak melakukan verifikasi terhadap objek wilayah yang kami ajukan, dan malah lebih mendengarkan masyarakat yang keberatan atas verifikasi itu. Bahkan kami tidak pernah ditemui atau dimediasi oleh pemerintah, dan bahkan seperti disalah-salahkan terkait batas wilayah dan hukum-hukum adat oleh tim verifikasi\" ujar Rosmian Purba, perempuan anggota komunitas Pomparan Op. Panggal Manalu.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Berita acara tim verifikasi Tapanuli Utara mengatakan bahwa komunitas Op. Panggal perlu melakukan mediasi dengan tetangga-tetangganya, tidak ada penjelasan mengenai alasan mengapa mereka jadi tidak diakui oleh tim Verifikasi (mendapatkan SK Hutan Adat).<\/p>\n\n\n\n

Sampai saat ini PT TPL bahkan masih melakukan penebangan baru di sekitar wilayah konsesinya. Air di sini juga berkurang karena perusahaan tidak mematuhi peraturan tidak ada penamanan sejauh 50 meter di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sekarang bahkan tanaman eukaliptus <\/em>berada 1 meter di dekat DAS.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. \"Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana\" ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.<\/p>\n\n\n\n

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, \"Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu\". Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.<\/p>\n\n\n\n

\"Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu\" tangkasnya.**
(KZ)<\/p>\n","post_title":"Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"komnas-ham-di-negara-merdeka-setiap-masyarakatnya-harus-merdeka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-03-18 18:14:41","post_modified_gmt":"2022-03-18 11:14:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1022","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_5"};

\n

Pada tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) membangun jalan menuju Nagasaribu dari Dusun Purban Sinomba. Bukan hanya itu, fasilitas kesehatan yang belum memadai juga mulai dibenahi dengan menempatkan bidan desa di Nagasaribu. Hal itu merupakan dampak dari aksi yang dilakukan oleh masyarakat saat perayaan Hari Tani Nasional tahun 2018 di Kantor Bupati Taput.<\/p>\n\n\n\n

Masyarakat Nagasaribu juga berhasil menginspirasi kampung tetangga untuk berjuang. Natinggir terinspirasi oleh perjuangan Nagasaribu Onan Harbangan. Pada tahun 2019, Op. Gres bersama Jimmi Simanjuntak sebagai ketua komunitas mengajak KSPPM berdiskusi ke Natinggir untuk memulai perjuangan mempertahankan tanah adat. Demikian masyarakat Haunatas. Terinspirasi oleh perjuangan Nagasaribu, mereka pun meminta Nagasaribu untuk berbagi cerita. Menurut KSPPM, salah satu alasan mengapa Nagasaribu jadi inspirasi bagi Natinggir dan Haunatas adalah keberhasilan masyarakat Nagasaribu melarang kegiatan perusahaan di wilayah adatnya dan berhasil menanami wilayah adatnya dengan beragam tumbuhan seperti padi darat, nenas, markisa dan tumbuhan keras lainnya tanpa ganguan dari perusahaan. Masyarakat juga berhasil menutup akses perusahaan masuk ke wilayah adat tanpa perlawanan dari perusahaan. Anak perantau mereka juga ikut mendukung khususnya dalam pendanaan. ** [Rocky Pasaribu]<\/strong><\/p>\n","post_title":"Masyarakat Adat Nagasaribu Mendapatkan SK Hutan Adat (Part-1)","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"masyarakat-adat-nagasaribu-mendapatkan-sk-hutan-adat-part-1","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-08-12 16:27:25","post_modified_gmt":"2022-08-12 09:27:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1066","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":1022,"post_author":"1","post_date":"2022-03-18 18:14:40","post_date_gmt":"2022-03-18 11:14:40","post_content":"\n

Tornauli (17\/03). Pagi hari tepat pukul 9:30, Komunitas Masyarakat Adat (MA) di Kecamatan Parmonangan, Tapanuli Utara kedatangan tamu spesial dari Jakarta, yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pada kesempatan ini, Komnas HAM ingin berbincang-bincang tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Perusahaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) dan pihak-pihak lain terhadap komunitas MA yang ada.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas yang datang berkumpul adalah MA Tornauli, MA Keturunan Op. Panggal (Aek Raja) dan komunitas MA Bonan Dolok (Huta Tinggi). Mereka semua menceritakan kronologis permasalahan mereka, sejak PT. TPL datang hingga upaya-upaya yang sudah mereka lakukan memperjuangkan tanah leluhurnya.<\/p>\n\n\n\n

Perwakilan MA Tornauli juga menyampaikan bahwa perusahaan pernah mengancam masyarakat terkait keamanan anak-anak mereka yang bersekolah di Siborongborong dan Dolok Sanggul. \"Kami sempat diintimidasi dan diancam kalau anak-anak kami yang bersekolah di luar tidak aman karena kami memperjuangkan dan merebut kembali tanah adat kami\" ujar ketua komunitas Tornauli.<\/p>\n\n\n\n

Parsaoran Sinaga, perwakilan komunitas Op. Panggal juga menjelaskan kronologi upaya-upaya litigasi yang pernah dilakukan oleh komunitas, dari gugatan yang diajukan oleh KR. Siregar yang dimenangkan oleh Pengadilan Tarutung, tetapi kemudian digugurkan oleh Mahkamah Agung di Medan. \"Walaupun kami sudah memberikan bukti mengenai tuntutan di Tarutung (Pengadilan) kepada polisi, sampai saat ini kami masih mendapatkan surat panggilan dari Polres Tapanuli Utara\" jelasnya.<\/p>\n\n\n\n

Pada bulan Oktober 2021, saat tim dari Kementerian Kehutanan melakukan verifikasi Komunitas Adat di Parmonangan, prosesnya diganggu oleh orang-orang yang berafiliasi dengan perusahaan. Pada hari kedua atau saat akan memverifikasi komunitas Keturunan Op. Panggal, tim verifikasi dicegat oleh orang-orang yang pro-TPL di Balai Desa Aek Raja.<\/p>\n\n\n\n

\"Saat itu (proses verifikasi), tim jadi tidak melakukan verifikasi terhadap objek wilayah yang kami ajukan, dan malah lebih mendengarkan masyarakat yang keberatan atas verifikasi itu. Bahkan kami tidak pernah ditemui atau dimediasi oleh pemerintah, dan bahkan seperti disalah-salahkan terkait batas wilayah dan hukum-hukum adat oleh tim verifikasi\" ujar Rosmian Purba, perempuan anggota komunitas Pomparan Op. Panggal Manalu.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Berita acara tim verifikasi Tapanuli Utara mengatakan bahwa komunitas Op. Panggal perlu melakukan mediasi dengan tetangga-tetangganya, tidak ada penjelasan mengenai alasan mengapa mereka jadi tidak diakui oleh tim Verifikasi (mendapatkan SK Hutan Adat).<\/p>\n\n\n\n

Sampai saat ini PT TPL bahkan masih melakukan penebangan baru di sekitar wilayah konsesinya. Air di sini juga berkurang karena perusahaan tidak mematuhi peraturan tidak ada penamanan sejauh 50 meter di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sekarang bahkan tanaman eukaliptus <\/em>berada 1 meter di dekat DAS.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. \"Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana\" ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.<\/p>\n\n\n\n

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, \"Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu\". Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.<\/p>\n\n\n\n

\"Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu\" tangkasnya.**
(KZ)<\/p>\n","post_title":"Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"komnas-ham-di-negara-merdeka-setiap-masyarakatnya-harus-merdeka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-03-18 18:14:41","post_modified_gmt":"2022-03-18 11:14:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1022","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_5"};

\n

Kepercayaan diri ini tidak terlepas dari keterlibatan mereka dalam organisasi. Masyarakat Nagasaribu bergabung dengan Serikat Tani Tapanuli Utara (ST Taput) untuk memperluas jaringan dan menambah pengetahuan.  Pada minggu ketiga setiap bulan mereka berangkat ke Sopo Siborong-borong untuk berdiskusi bersama petani-petani dari berbagai daerah.<\/p>\n\n\n\n

Pada tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) membangun jalan menuju Nagasaribu dari Dusun Purban Sinomba. Bukan hanya itu, fasilitas kesehatan yang belum memadai juga mulai dibenahi dengan menempatkan bidan desa di Nagasaribu. Hal itu merupakan dampak dari aksi yang dilakukan oleh masyarakat saat perayaan Hari Tani Nasional tahun 2018 di Kantor Bupati Taput.<\/p>\n\n\n\n

Masyarakat Nagasaribu juga berhasil menginspirasi kampung tetangga untuk berjuang. Natinggir terinspirasi oleh perjuangan Nagasaribu Onan Harbangan. Pada tahun 2019, Op. Gres bersama Jimmi Simanjuntak sebagai ketua komunitas mengajak KSPPM berdiskusi ke Natinggir untuk memulai perjuangan mempertahankan tanah adat. Demikian masyarakat Haunatas. Terinspirasi oleh perjuangan Nagasaribu, mereka pun meminta Nagasaribu untuk berbagi cerita. Menurut KSPPM, salah satu alasan mengapa Nagasaribu jadi inspirasi bagi Natinggir dan Haunatas adalah keberhasilan masyarakat Nagasaribu melarang kegiatan perusahaan di wilayah adatnya dan berhasil menanami wilayah adatnya dengan beragam tumbuhan seperti padi darat, nenas, markisa dan tumbuhan keras lainnya tanpa ganguan dari perusahaan. Masyarakat juga berhasil menutup akses perusahaan masuk ke wilayah adat tanpa perlawanan dari perusahaan. Anak perantau mereka juga ikut mendukung khususnya dalam pendanaan. ** [Rocky Pasaribu]<\/strong><\/p>\n","post_title":"Masyarakat Adat Nagasaribu Mendapatkan SK Hutan Adat (Part-1)","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"masyarakat-adat-nagasaribu-mendapatkan-sk-hutan-adat-part-1","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-08-12 16:27:25","post_modified_gmt":"2022-08-12 09:27:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1066","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":1022,"post_author":"1","post_date":"2022-03-18 18:14:40","post_date_gmt":"2022-03-18 11:14:40","post_content":"\n

Tornauli (17\/03). Pagi hari tepat pukul 9:30, Komunitas Masyarakat Adat (MA) di Kecamatan Parmonangan, Tapanuli Utara kedatangan tamu spesial dari Jakarta, yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pada kesempatan ini, Komnas HAM ingin berbincang-bincang tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Perusahaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) dan pihak-pihak lain terhadap komunitas MA yang ada.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas yang datang berkumpul adalah MA Tornauli, MA Keturunan Op. Panggal (Aek Raja) dan komunitas MA Bonan Dolok (Huta Tinggi). Mereka semua menceritakan kronologis permasalahan mereka, sejak PT. TPL datang hingga upaya-upaya yang sudah mereka lakukan memperjuangkan tanah leluhurnya.<\/p>\n\n\n\n

Perwakilan MA Tornauli juga menyampaikan bahwa perusahaan pernah mengancam masyarakat terkait keamanan anak-anak mereka yang bersekolah di Siborongborong dan Dolok Sanggul. \"Kami sempat diintimidasi dan diancam kalau anak-anak kami yang bersekolah di luar tidak aman karena kami memperjuangkan dan merebut kembali tanah adat kami\" ujar ketua komunitas Tornauli.<\/p>\n\n\n\n

Parsaoran Sinaga, perwakilan komunitas Op. Panggal juga menjelaskan kronologi upaya-upaya litigasi yang pernah dilakukan oleh komunitas, dari gugatan yang diajukan oleh KR. Siregar yang dimenangkan oleh Pengadilan Tarutung, tetapi kemudian digugurkan oleh Mahkamah Agung di Medan. \"Walaupun kami sudah memberikan bukti mengenai tuntutan di Tarutung (Pengadilan) kepada polisi, sampai saat ini kami masih mendapatkan surat panggilan dari Polres Tapanuli Utara\" jelasnya.<\/p>\n\n\n\n

Pada bulan Oktober 2021, saat tim dari Kementerian Kehutanan melakukan verifikasi Komunitas Adat di Parmonangan, prosesnya diganggu oleh orang-orang yang berafiliasi dengan perusahaan. Pada hari kedua atau saat akan memverifikasi komunitas Keturunan Op. Panggal, tim verifikasi dicegat oleh orang-orang yang pro-TPL di Balai Desa Aek Raja.<\/p>\n\n\n\n

\"Saat itu (proses verifikasi), tim jadi tidak melakukan verifikasi terhadap objek wilayah yang kami ajukan, dan malah lebih mendengarkan masyarakat yang keberatan atas verifikasi itu. Bahkan kami tidak pernah ditemui atau dimediasi oleh pemerintah, dan bahkan seperti disalah-salahkan terkait batas wilayah dan hukum-hukum adat oleh tim verifikasi\" ujar Rosmian Purba, perempuan anggota komunitas Pomparan Op. Panggal Manalu.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Berita acara tim verifikasi Tapanuli Utara mengatakan bahwa komunitas Op. Panggal perlu melakukan mediasi dengan tetangga-tetangganya, tidak ada penjelasan mengenai alasan mengapa mereka jadi tidak diakui oleh tim Verifikasi (mendapatkan SK Hutan Adat).<\/p>\n\n\n\n

Sampai saat ini PT TPL bahkan masih melakukan penebangan baru di sekitar wilayah konsesinya. Air di sini juga berkurang karena perusahaan tidak mematuhi peraturan tidak ada penamanan sejauh 50 meter di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sekarang bahkan tanaman eukaliptus <\/em>berada 1 meter di dekat DAS.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. \"Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana\" ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.<\/p>\n\n\n\n

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, \"Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu\". Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.<\/p>\n\n\n\n

\"Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu\" tangkasnya.**
(KZ)<\/p>\n","post_title":"Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"komnas-ham-di-negara-merdeka-setiap-masyarakatnya-harus-merdeka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-03-18 18:14:41","post_modified_gmt":"2022-03-18 11:14:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1022","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_5"};

\n
\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Kepercayaan diri ini tidak terlepas dari keterlibatan mereka dalam organisasi. Masyarakat Nagasaribu bergabung dengan Serikat Tani Tapanuli Utara (ST Taput) untuk memperluas jaringan dan menambah pengetahuan.  Pada minggu ketiga setiap bulan mereka berangkat ke Sopo Siborong-borong untuk berdiskusi bersama petani-petani dari berbagai daerah.<\/p>\n\n\n\n

Pada tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) membangun jalan menuju Nagasaribu dari Dusun Purban Sinomba. Bukan hanya itu, fasilitas kesehatan yang belum memadai juga mulai dibenahi dengan menempatkan bidan desa di Nagasaribu. Hal itu merupakan dampak dari aksi yang dilakukan oleh masyarakat saat perayaan Hari Tani Nasional tahun 2018 di Kantor Bupati Taput.<\/p>\n\n\n\n

Masyarakat Nagasaribu juga berhasil menginspirasi kampung tetangga untuk berjuang. Natinggir terinspirasi oleh perjuangan Nagasaribu Onan Harbangan. Pada tahun 2019, Op. Gres bersama Jimmi Simanjuntak sebagai ketua komunitas mengajak KSPPM berdiskusi ke Natinggir untuk memulai perjuangan mempertahankan tanah adat. Demikian masyarakat Haunatas. Terinspirasi oleh perjuangan Nagasaribu, mereka pun meminta Nagasaribu untuk berbagi cerita. Menurut KSPPM, salah satu alasan mengapa Nagasaribu jadi inspirasi bagi Natinggir dan Haunatas adalah keberhasilan masyarakat Nagasaribu melarang kegiatan perusahaan di wilayah adatnya dan berhasil menanami wilayah adatnya dengan beragam tumbuhan seperti padi darat, nenas, markisa dan tumbuhan keras lainnya tanpa ganguan dari perusahaan. Masyarakat juga berhasil menutup akses perusahaan masuk ke wilayah adat tanpa perlawanan dari perusahaan. Anak perantau mereka juga ikut mendukung khususnya dalam pendanaan. ** [Rocky Pasaribu]<\/strong><\/p>\n","post_title":"Masyarakat Adat Nagasaribu Mendapatkan SK Hutan Adat (Part-1)","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"masyarakat-adat-nagasaribu-mendapatkan-sk-hutan-adat-part-1","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-08-12 16:27:25","post_modified_gmt":"2022-08-12 09:27:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1066","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":1022,"post_author":"1","post_date":"2022-03-18 18:14:40","post_date_gmt":"2022-03-18 11:14:40","post_content":"\n

Tornauli (17\/03). Pagi hari tepat pukul 9:30, Komunitas Masyarakat Adat (MA) di Kecamatan Parmonangan, Tapanuli Utara kedatangan tamu spesial dari Jakarta, yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pada kesempatan ini, Komnas HAM ingin berbincang-bincang tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Perusahaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) dan pihak-pihak lain terhadap komunitas MA yang ada.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas yang datang berkumpul adalah MA Tornauli, MA Keturunan Op. Panggal (Aek Raja) dan komunitas MA Bonan Dolok (Huta Tinggi). Mereka semua menceritakan kronologis permasalahan mereka, sejak PT. TPL datang hingga upaya-upaya yang sudah mereka lakukan memperjuangkan tanah leluhurnya.<\/p>\n\n\n\n

Perwakilan MA Tornauli juga menyampaikan bahwa perusahaan pernah mengancam masyarakat terkait keamanan anak-anak mereka yang bersekolah di Siborongborong dan Dolok Sanggul. \"Kami sempat diintimidasi dan diancam kalau anak-anak kami yang bersekolah di luar tidak aman karena kami memperjuangkan dan merebut kembali tanah adat kami\" ujar ketua komunitas Tornauli.<\/p>\n\n\n\n

Parsaoran Sinaga, perwakilan komunitas Op. Panggal juga menjelaskan kronologi upaya-upaya litigasi yang pernah dilakukan oleh komunitas, dari gugatan yang diajukan oleh KR. Siregar yang dimenangkan oleh Pengadilan Tarutung, tetapi kemudian digugurkan oleh Mahkamah Agung di Medan. \"Walaupun kami sudah memberikan bukti mengenai tuntutan di Tarutung (Pengadilan) kepada polisi, sampai saat ini kami masih mendapatkan surat panggilan dari Polres Tapanuli Utara\" jelasnya.<\/p>\n\n\n\n

Pada bulan Oktober 2021, saat tim dari Kementerian Kehutanan melakukan verifikasi Komunitas Adat di Parmonangan, prosesnya diganggu oleh orang-orang yang berafiliasi dengan perusahaan. Pada hari kedua atau saat akan memverifikasi komunitas Keturunan Op. Panggal, tim verifikasi dicegat oleh orang-orang yang pro-TPL di Balai Desa Aek Raja.<\/p>\n\n\n\n

\"Saat itu (proses verifikasi), tim jadi tidak melakukan verifikasi terhadap objek wilayah yang kami ajukan, dan malah lebih mendengarkan masyarakat yang keberatan atas verifikasi itu. Bahkan kami tidak pernah ditemui atau dimediasi oleh pemerintah, dan bahkan seperti disalah-salahkan terkait batas wilayah dan hukum-hukum adat oleh tim verifikasi\" ujar Rosmian Purba, perempuan anggota komunitas Pomparan Op. Panggal Manalu.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Berita acara tim verifikasi Tapanuli Utara mengatakan bahwa komunitas Op. Panggal perlu melakukan mediasi dengan tetangga-tetangganya, tidak ada penjelasan mengenai alasan mengapa mereka jadi tidak diakui oleh tim Verifikasi (mendapatkan SK Hutan Adat).<\/p>\n\n\n\n

Sampai saat ini PT TPL bahkan masih melakukan penebangan baru di sekitar wilayah konsesinya. Air di sini juga berkurang karena perusahaan tidak mematuhi peraturan tidak ada penamanan sejauh 50 meter di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sekarang bahkan tanaman eukaliptus <\/em>berada 1 meter di dekat DAS.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. \"Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana\" ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.<\/p>\n\n\n\n

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, \"Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu\". Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.<\/p>\n\n\n\n

\"Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu\" tangkasnya.**
(KZ)<\/p>\n","post_title":"Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"komnas-ham-di-negara-merdeka-setiap-masyarakatnya-harus-merdeka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-03-18 18:14:41","post_modified_gmt":"2022-03-18 11:14:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1022","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_5"};

\n

Seiiring berjalannya waktu, kepercayaan diri masyarakat adat Nagasribu pun mulai tumbuh. Masyarakat mulai berani beradu argumen dengan pihak perusahaan saat perusahaan ingin melakukan penebangan di tombak haminjon<\/em> mereka. Mereka juga mulai berani mengelola kembali wilayah adatnya yang dirampas oleh perusahaan. Op. Gres menyampaikan bahwa sebelum berkenalan dengan KSPPM, masyarakat setiap akhir tahun masih berharap bantuan seperti sembako dan uang natal dari PT. TPL. Tidak banyak yang didapat dan tidak semua masyarakat mendapatkan, tapi masyarakat mensyukurinya. \u201cTapi itu dulu, sekarang tidak lagi,\u201d tegas Op. Gres. Op gres seakan ingin menegaskan bahwa sekarang mereka sudah berubah, tidak seperti dulu lagi.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Kepercayaan diri ini tidak terlepas dari keterlibatan mereka dalam organisasi. Masyarakat Nagasaribu bergabung dengan Serikat Tani Tapanuli Utara (ST Taput) untuk memperluas jaringan dan menambah pengetahuan.  Pada minggu ketiga setiap bulan mereka berangkat ke Sopo Siborong-borong untuk berdiskusi bersama petani-petani dari berbagai daerah.<\/p>\n\n\n\n

Pada tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) membangun jalan menuju Nagasaribu dari Dusun Purban Sinomba. Bukan hanya itu, fasilitas kesehatan yang belum memadai juga mulai dibenahi dengan menempatkan bidan desa di Nagasaribu. Hal itu merupakan dampak dari aksi yang dilakukan oleh masyarakat saat perayaan Hari Tani Nasional tahun 2018 di Kantor Bupati Taput.<\/p>\n\n\n\n

Masyarakat Nagasaribu juga berhasil menginspirasi kampung tetangga untuk berjuang. Natinggir terinspirasi oleh perjuangan Nagasaribu Onan Harbangan. Pada tahun 2019, Op. Gres bersama Jimmi Simanjuntak sebagai ketua komunitas mengajak KSPPM berdiskusi ke Natinggir untuk memulai perjuangan mempertahankan tanah adat. Demikian masyarakat Haunatas. Terinspirasi oleh perjuangan Nagasaribu, mereka pun meminta Nagasaribu untuk berbagi cerita. Menurut KSPPM, salah satu alasan mengapa Nagasaribu jadi inspirasi bagi Natinggir dan Haunatas adalah keberhasilan masyarakat Nagasaribu melarang kegiatan perusahaan di wilayah adatnya dan berhasil menanami wilayah adatnya dengan beragam tumbuhan seperti padi darat, nenas, markisa dan tumbuhan keras lainnya tanpa ganguan dari perusahaan. Masyarakat juga berhasil menutup akses perusahaan masuk ke wilayah adat tanpa perlawanan dari perusahaan. Anak perantau mereka juga ikut mendukung khususnya dalam pendanaan. ** [Rocky Pasaribu]<\/strong><\/p>\n","post_title":"Masyarakat Adat Nagasaribu Mendapatkan SK Hutan Adat (Part-1)","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"masyarakat-adat-nagasaribu-mendapatkan-sk-hutan-adat-part-1","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-08-12 16:27:25","post_modified_gmt":"2022-08-12 09:27:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1066","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":1022,"post_author":"1","post_date":"2022-03-18 18:14:40","post_date_gmt":"2022-03-18 11:14:40","post_content":"\n

Tornauli (17\/03). Pagi hari tepat pukul 9:30, Komunitas Masyarakat Adat (MA) di Kecamatan Parmonangan, Tapanuli Utara kedatangan tamu spesial dari Jakarta, yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pada kesempatan ini, Komnas HAM ingin berbincang-bincang tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Perusahaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) dan pihak-pihak lain terhadap komunitas MA yang ada.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas yang datang berkumpul adalah MA Tornauli, MA Keturunan Op. Panggal (Aek Raja) dan komunitas MA Bonan Dolok (Huta Tinggi). Mereka semua menceritakan kronologis permasalahan mereka, sejak PT. TPL datang hingga upaya-upaya yang sudah mereka lakukan memperjuangkan tanah leluhurnya.<\/p>\n\n\n\n

Perwakilan MA Tornauli juga menyampaikan bahwa perusahaan pernah mengancam masyarakat terkait keamanan anak-anak mereka yang bersekolah di Siborongborong dan Dolok Sanggul. \"Kami sempat diintimidasi dan diancam kalau anak-anak kami yang bersekolah di luar tidak aman karena kami memperjuangkan dan merebut kembali tanah adat kami\" ujar ketua komunitas Tornauli.<\/p>\n\n\n\n

Parsaoran Sinaga, perwakilan komunitas Op. Panggal juga menjelaskan kronologi upaya-upaya litigasi yang pernah dilakukan oleh komunitas, dari gugatan yang diajukan oleh KR. Siregar yang dimenangkan oleh Pengadilan Tarutung, tetapi kemudian digugurkan oleh Mahkamah Agung di Medan. \"Walaupun kami sudah memberikan bukti mengenai tuntutan di Tarutung (Pengadilan) kepada polisi, sampai saat ini kami masih mendapatkan surat panggilan dari Polres Tapanuli Utara\" jelasnya.<\/p>\n\n\n\n

Pada bulan Oktober 2021, saat tim dari Kementerian Kehutanan melakukan verifikasi Komunitas Adat di Parmonangan, prosesnya diganggu oleh orang-orang yang berafiliasi dengan perusahaan. Pada hari kedua atau saat akan memverifikasi komunitas Keturunan Op. Panggal, tim verifikasi dicegat oleh orang-orang yang pro-TPL di Balai Desa Aek Raja.<\/p>\n\n\n\n

\"Saat itu (proses verifikasi), tim jadi tidak melakukan verifikasi terhadap objek wilayah yang kami ajukan, dan malah lebih mendengarkan masyarakat yang keberatan atas verifikasi itu. Bahkan kami tidak pernah ditemui atau dimediasi oleh pemerintah, dan bahkan seperti disalah-salahkan terkait batas wilayah dan hukum-hukum adat oleh tim verifikasi\" ujar Rosmian Purba, perempuan anggota komunitas Pomparan Op. Panggal Manalu.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Berita acara tim verifikasi Tapanuli Utara mengatakan bahwa komunitas Op. Panggal perlu melakukan mediasi dengan tetangga-tetangganya, tidak ada penjelasan mengenai alasan mengapa mereka jadi tidak diakui oleh tim Verifikasi (mendapatkan SK Hutan Adat).<\/p>\n\n\n\n

Sampai saat ini PT TPL bahkan masih melakukan penebangan baru di sekitar wilayah konsesinya. Air di sini juga berkurang karena perusahaan tidak mematuhi peraturan tidak ada penamanan sejauh 50 meter di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sekarang bahkan tanaman eukaliptus <\/em>berada 1 meter di dekat DAS.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. \"Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana\" ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.<\/p>\n\n\n\n

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, \"Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu\". Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.<\/p>\n\n\n\n

\"Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu\" tangkasnya.**
(KZ)<\/p>\n","post_title":"Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"komnas-ham-di-negara-merdeka-setiap-masyarakatnya-harus-merdeka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-03-18 18:14:41","post_modified_gmt":"2022-03-18 11:14:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1022","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_5"};

\n

KSPPM pun mulai diterima, sikap cuek dan apatis tidak muncul lagi. Masyarakat mulai terorganisir dan mulai terlibat di berbagai kegiatan di luar Nagasaribu,  seperti demonstrasi, audensi dan pelatihan. Proses pengorganisasian yang semakin membaik di Nagasaribu ini juga tidak terlepas dari Jaringan KSPPM seperti mahasiswa, gereja, universitas, civil society organitation (CSO), baik dalam maupun luar negeri. Sudah tidak terhitung jumlah orang yang sudah berkunjung ke Nagasaribu baik untuk kebutuhan penelitian, belajar, dan mendengarkan kisah perjuangan mereka.<\/p>\n\n\n\n

Seiiring berjalannya waktu, kepercayaan diri masyarakat adat Nagasribu pun mulai tumbuh. Masyarakat mulai berani beradu argumen dengan pihak perusahaan saat perusahaan ingin melakukan penebangan di tombak haminjon<\/em> mereka. Mereka juga mulai berani mengelola kembali wilayah adatnya yang dirampas oleh perusahaan. Op. Gres menyampaikan bahwa sebelum berkenalan dengan KSPPM, masyarakat setiap akhir tahun masih berharap bantuan seperti sembako dan uang natal dari PT. TPL. Tidak banyak yang didapat dan tidak semua masyarakat mendapatkan, tapi masyarakat mensyukurinya. \u201cTapi itu dulu, sekarang tidak lagi,\u201d tegas Op. Gres. Op gres seakan ingin menegaskan bahwa sekarang mereka sudah berubah, tidak seperti dulu lagi.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Kepercayaan diri ini tidak terlepas dari keterlibatan mereka dalam organisasi. Masyarakat Nagasaribu bergabung dengan Serikat Tani Tapanuli Utara (ST Taput) untuk memperluas jaringan dan menambah pengetahuan.  Pada minggu ketiga setiap bulan mereka berangkat ke Sopo Siborong-borong untuk berdiskusi bersama petani-petani dari berbagai daerah.<\/p>\n\n\n\n

Pada tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) membangun jalan menuju Nagasaribu dari Dusun Purban Sinomba. Bukan hanya itu, fasilitas kesehatan yang belum memadai juga mulai dibenahi dengan menempatkan bidan desa di Nagasaribu. Hal itu merupakan dampak dari aksi yang dilakukan oleh masyarakat saat perayaan Hari Tani Nasional tahun 2018 di Kantor Bupati Taput.<\/p>\n\n\n\n

Masyarakat Nagasaribu juga berhasil menginspirasi kampung tetangga untuk berjuang. Natinggir terinspirasi oleh perjuangan Nagasaribu Onan Harbangan. Pada tahun 2019, Op. Gres bersama Jimmi Simanjuntak sebagai ketua komunitas mengajak KSPPM berdiskusi ke Natinggir untuk memulai perjuangan mempertahankan tanah adat. Demikian masyarakat Haunatas. Terinspirasi oleh perjuangan Nagasaribu, mereka pun meminta Nagasaribu untuk berbagi cerita. Menurut KSPPM, salah satu alasan mengapa Nagasaribu jadi inspirasi bagi Natinggir dan Haunatas adalah keberhasilan masyarakat Nagasaribu melarang kegiatan perusahaan di wilayah adatnya dan berhasil menanami wilayah adatnya dengan beragam tumbuhan seperti padi darat, nenas, markisa dan tumbuhan keras lainnya tanpa ganguan dari perusahaan. Masyarakat juga berhasil menutup akses perusahaan masuk ke wilayah adat tanpa perlawanan dari perusahaan. Anak perantau mereka juga ikut mendukung khususnya dalam pendanaan. ** [Rocky Pasaribu]<\/strong><\/p>\n","post_title":"Masyarakat Adat Nagasaribu Mendapatkan SK Hutan Adat (Part-1)","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"masyarakat-adat-nagasaribu-mendapatkan-sk-hutan-adat-part-1","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-08-12 16:27:25","post_modified_gmt":"2022-08-12 09:27:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1066","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":1022,"post_author":"1","post_date":"2022-03-18 18:14:40","post_date_gmt":"2022-03-18 11:14:40","post_content":"\n

Tornauli (17\/03). Pagi hari tepat pukul 9:30, Komunitas Masyarakat Adat (MA) di Kecamatan Parmonangan, Tapanuli Utara kedatangan tamu spesial dari Jakarta, yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pada kesempatan ini, Komnas HAM ingin berbincang-bincang tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Perusahaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) dan pihak-pihak lain terhadap komunitas MA yang ada.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas yang datang berkumpul adalah MA Tornauli, MA Keturunan Op. Panggal (Aek Raja) dan komunitas MA Bonan Dolok (Huta Tinggi). Mereka semua menceritakan kronologis permasalahan mereka, sejak PT. TPL datang hingga upaya-upaya yang sudah mereka lakukan memperjuangkan tanah leluhurnya.<\/p>\n\n\n\n

Perwakilan MA Tornauli juga menyampaikan bahwa perusahaan pernah mengancam masyarakat terkait keamanan anak-anak mereka yang bersekolah di Siborongborong dan Dolok Sanggul. \"Kami sempat diintimidasi dan diancam kalau anak-anak kami yang bersekolah di luar tidak aman karena kami memperjuangkan dan merebut kembali tanah adat kami\" ujar ketua komunitas Tornauli.<\/p>\n\n\n\n

Parsaoran Sinaga, perwakilan komunitas Op. Panggal juga menjelaskan kronologi upaya-upaya litigasi yang pernah dilakukan oleh komunitas, dari gugatan yang diajukan oleh KR. Siregar yang dimenangkan oleh Pengadilan Tarutung, tetapi kemudian digugurkan oleh Mahkamah Agung di Medan. \"Walaupun kami sudah memberikan bukti mengenai tuntutan di Tarutung (Pengadilan) kepada polisi, sampai saat ini kami masih mendapatkan surat panggilan dari Polres Tapanuli Utara\" jelasnya.<\/p>\n\n\n\n

Pada bulan Oktober 2021, saat tim dari Kementerian Kehutanan melakukan verifikasi Komunitas Adat di Parmonangan, prosesnya diganggu oleh orang-orang yang berafiliasi dengan perusahaan. Pada hari kedua atau saat akan memverifikasi komunitas Keturunan Op. Panggal, tim verifikasi dicegat oleh orang-orang yang pro-TPL di Balai Desa Aek Raja.<\/p>\n\n\n\n

\"Saat itu (proses verifikasi), tim jadi tidak melakukan verifikasi terhadap objek wilayah yang kami ajukan, dan malah lebih mendengarkan masyarakat yang keberatan atas verifikasi itu. Bahkan kami tidak pernah ditemui atau dimediasi oleh pemerintah, dan bahkan seperti disalah-salahkan terkait batas wilayah dan hukum-hukum adat oleh tim verifikasi\" ujar Rosmian Purba, perempuan anggota komunitas Pomparan Op. Panggal Manalu.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Berita acara tim verifikasi Tapanuli Utara mengatakan bahwa komunitas Op. Panggal perlu melakukan mediasi dengan tetangga-tetangganya, tidak ada penjelasan mengenai alasan mengapa mereka jadi tidak diakui oleh tim Verifikasi (mendapatkan SK Hutan Adat).<\/p>\n\n\n\n

Sampai saat ini PT TPL bahkan masih melakukan penebangan baru di sekitar wilayah konsesinya. Air di sini juga berkurang karena perusahaan tidak mematuhi peraturan tidak ada penamanan sejauh 50 meter di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sekarang bahkan tanaman eukaliptus <\/em>berada 1 meter di dekat DAS.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. \"Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana\" ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.<\/p>\n\n\n\n

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, \"Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu\". Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.<\/p>\n\n\n\n

\"Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu\" tangkasnya.**
(KZ)<\/p>\n","post_title":"Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"komnas-ham-di-negara-merdeka-setiap-masyarakatnya-harus-merdeka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-03-18 18:14:41","post_modified_gmt":"2022-03-18 11:14:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1022","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_5"};

\n

Tetapi perubahan mulai terlihat pada Juni 2018, ketika KSPPM merayakan Hari Lingkungan Hidup di Nagasaribu. Masyarakat terlibat secara antusias. Saat itu semua masyarakat, tua dan muda, berkumpul di kampung dan ikut menanam pohon ingul di tombak haminjon bekas perkebunan eucalyptus PT. TPL. Peringatan Hari Lingkungan Hidup itu menjadi awal  pengorganisasian yang baik di Nagasaribu. Selanjutnya berbagai peringatan seperti Hari Tani Nasional, Hari Hak Asasi Manusia, Hari Bumi semakin sering dirayakan di Nagasaribu.<\/p>\n\n\n\n

KSPPM pun mulai diterima, sikap cuek dan apatis tidak muncul lagi. Masyarakat mulai terorganisir dan mulai terlibat di berbagai kegiatan di luar Nagasaribu,  seperti demonstrasi, audensi dan pelatihan. Proses pengorganisasian yang semakin membaik di Nagasaribu ini juga tidak terlepas dari Jaringan KSPPM seperti mahasiswa, gereja, universitas, civil society organitation (CSO), baik dalam maupun luar negeri. Sudah tidak terhitung jumlah orang yang sudah berkunjung ke Nagasaribu baik untuk kebutuhan penelitian, belajar, dan mendengarkan kisah perjuangan mereka.<\/p>\n\n\n\n

Seiiring berjalannya waktu, kepercayaan diri masyarakat adat Nagasribu pun mulai tumbuh. Masyarakat mulai berani beradu argumen dengan pihak perusahaan saat perusahaan ingin melakukan penebangan di tombak haminjon<\/em> mereka. Mereka juga mulai berani mengelola kembali wilayah adatnya yang dirampas oleh perusahaan. Op. Gres menyampaikan bahwa sebelum berkenalan dengan KSPPM, masyarakat setiap akhir tahun masih berharap bantuan seperti sembako dan uang natal dari PT. TPL. Tidak banyak yang didapat dan tidak semua masyarakat mendapatkan, tapi masyarakat mensyukurinya. \u201cTapi itu dulu, sekarang tidak lagi,\u201d tegas Op. Gres. Op gres seakan ingin menegaskan bahwa sekarang mereka sudah berubah, tidak seperti dulu lagi.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Kepercayaan diri ini tidak terlepas dari keterlibatan mereka dalam organisasi. Masyarakat Nagasaribu bergabung dengan Serikat Tani Tapanuli Utara (ST Taput) untuk memperluas jaringan dan menambah pengetahuan.  Pada minggu ketiga setiap bulan mereka berangkat ke Sopo Siborong-borong untuk berdiskusi bersama petani-petani dari berbagai daerah.<\/p>\n\n\n\n

Pada tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) membangun jalan menuju Nagasaribu dari Dusun Purban Sinomba. Bukan hanya itu, fasilitas kesehatan yang belum memadai juga mulai dibenahi dengan menempatkan bidan desa di Nagasaribu. Hal itu merupakan dampak dari aksi yang dilakukan oleh masyarakat saat perayaan Hari Tani Nasional tahun 2018 di Kantor Bupati Taput.<\/p>\n\n\n\n

Masyarakat Nagasaribu juga berhasil menginspirasi kampung tetangga untuk berjuang. Natinggir terinspirasi oleh perjuangan Nagasaribu Onan Harbangan. Pada tahun 2019, Op. Gres bersama Jimmi Simanjuntak sebagai ketua komunitas mengajak KSPPM berdiskusi ke Natinggir untuk memulai perjuangan mempertahankan tanah adat. Demikian masyarakat Haunatas. Terinspirasi oleh perjuangan Nagasaribu, mereka pun meminta Nagasaribu untuk berbagi cerita. Menurut KSPPM, salah satu alasan mengapa Nagasaribu jadi inspirasi bagi Natinggir dan Haunatas adalah keberhasilan masyarakat Nagasaribu melarang kegiatan perusahaan di wilayah adatnya dan berhasil menanami wilayah adatnya dengan beragam tumbuhan seperti padi darat, nenas, markisa dan tumbuhan keras lainnya tanpa ganguan dari perusahaan. Masyarakat juga berhasil menutup akses perusahaan masuk ke wilayah adat tanpa perlawanan dari perusahaan. Anak perantau mereka juga ikut mendukung khususnya dalam pendanaan. ** [Rocky Pasaribu]<\/strong><\/p>\n","post_title":"Masyarakat Adat Nagasaribu Mendapatkan SK Hutan Adat (Part-1)","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"masyarakat-adat-nagasaribu-mendapatkan-sk-hutan-adat-part-1","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-08-12 16:27:25","post_modified_gmt":"2022-08-12 09:27:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1066","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":1022,"post_author":"1","post_date":"2022-03-18 18:14:40","post_date_gmt":"2022-03-18 11:14:40","post_content":"\n

Tornauli (17\/03). Pagi hari tepat pukul 9:30, Komunitas Masyarakat Adat (MA) di Kecamatan Parmonangan, Tapanuli Utara kedatangan tamu spesial dari Jakarta, yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pada kesempatan ini, Komnas HAM ingin berbincang-bincang tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Perusahaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) dan pihak-pihak lain terhadap komunitas MA yang ada.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas yang datang berkumpul adalah MA Tornauli, MA Keturunan Op. Panggal (Aek Raja) dan komunitas MA Bonan Dolok (Huta Tinggi). Mereka semua menceritakan kronologis permasalahan mereka, sejak PT. TPL datang hingga upaya-upaya yang sudah mereka lakukan memperjuangkan tanah leluhurnya.<\/p>\n\n\n\n

Perwakilan MA Tornauli juga menyampaikan bahwa perusahaan pernah mengancam masyarakat terkait keamanan anak-anak mereka yang bersekolah di Siborongborong dan Dolok Sanggul. \"Kami sempat diintimidasi dan diancam kalau anak-anak kami yang bersekolah di luar tidak aman karena kami memperjuangkan dan merebut kembali tanah adat kami\" ujar ketua komunitas Tornauli.<\/p>\n\n\n\n

Parsaoran Sinaga, perwakilan komunitas Op. Panggal juga menjelaskan kronologi upaya-upaya litigasi yang pernah dilakukan oleh komunitas, dari gugatan yang diajukan oleh KR. Siregar yang dimenangkan oleh Pengadilan Tarutung, tetapi kemudian digugurkan oleh Mahkamah Agung di Medan. \"Walaupun kami sudah memberikan bukti mengenai tuntutan di Tarutung (Pengadilan) kepada polisi, sampai saat ini kami masih mendapatkan surat panggilan dari Polres Tapanuli Utara\" jelasnya.<\/p>\n\n\n\n

Pada bulan Oktober 2021, saat tim dari Kementerian Kehutanan melakukan verifikasi Komunitas Adat di Parmonangan, prosesnya diganggu oleh orang-orang yang berafiliasi dengan perusahaan. Pada hari kedua atau saat akan memverifikasi komunitas Keturunan Op. Panggal, tim verifikasi dicegat oleh orang-orang yang pro-TPL di Balai Desa Aek Raja.<\/p>\n\n\n\n

\"Saat itu (proses verifikasi), tim jadi tidak melakukan verifikasi terhadap objek wilayah yang kami ajukan, dan malah lebih mendengarkan masyarakat yang keberatan atas verifikasi itu. Bahkan kami tidak pernah ditemui atau dimediasi oleh pemerintah, dan bahkan seperti disalah-salahkan terkait batas wilayah dan hukum-hukum adat oleh tim verifikasi\" ujar Rosmian Purba, perempuan anggota komunitas Pomparan Op. Panggal Manalu.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Berita acara tim verifikasi Tapanuli Utara mengatakan bahwa komunitas Op. Panggal perlu melakukan mediasi dengan tetangga-tetangganya, tidak ada penjelasan mengenai alasan mengapa mereka jadi tidak diakui oleh tim Verifikasi (mendapatkan SK Hutan Adat).<\/p>\n\n\n\n

Sampai saat ini PT TPL bahkan masih melakukan penebangan baru di sekitar wilayah konsesinya. Air di sini juga berkurang karena perusahaan tidak mematuhi peraturan tidak ada penamanan sejauh 50 meter di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sekarang bahkan tanaman eukaliptus <\/em>berada 1 meter di dekat DAS.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. \"Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana\" ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.<\/p>\n\n\n\n

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, \"Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu\". Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.<\/p>\n\n\n\n

\"Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu\" tangkasnya.**
(KZ)<\/p>\n","post_title":"Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"komnas-ham-di-negara-merdeka-setiap-masyarakatnya-harus-merdeka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-03-18 18:14:41","post_modified_gmt":"2022-03-18 11:14:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1022","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_5"};

\n

Tapi semua tidak semudah yang dipikirkan. Pada awal-awal pendapingan KSPPM di Nagasaribu, sebagian besar masyarakat masih bingung mengenai apa yang diperjuangkan. Bahkan dalam beberapa kunjungan ke desa, staff KSPPM merasakan betapa masyarakat masih  cuek dan apatis. Kondisi tersebut berlangsung hampir selama 2 tahun, yaitu 2016-2018.<\/p>\n\n\n\n

Tetapi perubahan mulai terlihat pada Juni 2018, ketika KSPPM merayakan Hari Lingkungan Hidup di Nagasaribu. Masyarakat terlibat secara antusias. Saat itu semua masyarakat, tua dan muda, berkumpul di kampung dan ikut menanam pohon ingul di tombak haminjon bekas perkebunan eucalyptus PT. TPL. Peringatan Hari Lingkungan Hidup itu menjadi awal  pengorganisasian yang baik di Nagasaribu. Selanjutnya berbagai peringatan seperti Hari Tani Nasional, Hari Hak Asasi Manusia, Hari Bumi semakin sering dirayakan di Nagasaribu.<\/p>\n\n\n\n

KSPPM pun mulai diterima, sikap cuek dan apatis tidak muncul lagi. Masyarakat mulai terorganisir dan mulai terlibat di berbagai kegiatan di luar Nagasaribu,  seperti demonstrasi, audensi dan pelatihan. Proses pengorganisasian yang semakin membaik di Nagasaribu ini juga tidak terlepas dari Jaringan KSPPM seperti mahasiswa, gereja, universitas, civil society organitation (CSO), baik dalam maupun luar negeri. Sudah tidak terhitung jumlah orang yang sudah berkunjung ke Nagasaribu baik untuk kebutuhan penelitian, belajar, dan mendengarkan kisah perjuangan mereka.<\/p>\n\n\n\n

Seiiring berjalannya waktu, kepercayaan diri masyarakat adat Nagasribu pun mulai tumbuh. Masyarakat mulai berani beradu argumen dengan pihak perusahaan saat perusahaan ingin melakukan penebangan di tombak haminjon<\/em> mereka. Mereka juga mulai berani mengelola kembali wilayah adatnya yang dirampas oleh perusahaan. Op. Gres menyampaikan bahwa sebelum berkenalan dengan KSPPM, masyarakat setiap akhir tahun masih berharap bantuan seperti sembako dan uang natal dari PT. TPL. Tidak banyak yang didapat dan tidak semua masyarakat mendapatkan, tapi masyarakat mensyukurinya. \u201cTapi itu dulu, sekarang tidak lagi,\u201d tegas Op. Gres. Op gres seakan ingin menegaskan bahwa sekarang mereka sudah berubah, tidak seperti dulu lagi.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Kepercayaan diri ini tidak terlepas dari keterlibatan mereka dalam organisasi. Masyarakat Nagasaribu bergabung dengan Serikat Tani Tapanuli Utara (ST Taput) untuk memperluas jaringan dan menambah pengetahuan.  Pada minggu ketiga setiap bulan mereka berangkat ke Sopo Siborong-borong untuk berdiskusi bersama petani-petani dari berbagai daerah.<\/p>\n\n\n\n

Pada tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) membangun jalan menuju Nagasaribu dari Dusun Purban Sinomba. Bukan hanya itu, fasilitas kesehatan yang belum memadai juga mulai dibenahi dengan menempatkan bidan desa di Nagasaribu. Hal itu merupakan dampak dari aksi yang dilakukan oleh masyarakat saat perayaan Hari Tani Nasional tahun 2018 di Kantor Bupati Taput.<\/p>\n\n\n\n

Masyarakat Nagasaribu juga berhasil menginspirasi kampung tetangga untuk berjuang. Natinggir terinspirasi oleh perjuangan Nagasaribu Onan Harbangan. Pada tahun 2019, Op. Gres bersama Jimmi Simanjuntak sebagai ketua komunitas mengajak KSPPM berdiskusi ke Natinggir untuk memulai perjuangan mempertahankan tanah adat. Demikian masyarakat Haunatas. Terinspirasi oleh perjuangan Nagasaribu, mereka pun meminta Nagasaribu untuk berbagi cerita. Menurut KSPPM, salah satu alasan mengapa Nagasaribu jadi inspirasi bagi Natinggir dan Haunatas adalah keberhasilan masyarakat Nagasaribu melarang kegiatan perusahaan di wilayah adatnya dan berhasil menanami wilayah adatnya dengan beragam tumbuhan seperti padi darat, nenas, markisa dan tumbuhan keras lainnya tanpa ganguan dari perusahaan. Masyarakat juga berhasil menutup akses perusahaan masuk ke wilayah adat tanpa perlawanan dari perusahaan. Anak perantau mereka juga ikut mendukung khususnya dalam pendanaan. ** [Rocky Pasaribu]<\/strong><\/p>\n","post_title":"Masyarakat Adat Nagasaribu Mendapatkan SK Hutan Adat (Part-1)","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"masyarakat-adat-nagasaribu-mendapatkan-sk-hutan-adat-part-1","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-08-12 16:27:25","post_modified_gmt":"2022-08-12 09:27:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1066","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":1022,"post_author":"1","post_date":"2022-03-18 18:14:40","post_date_gmt":"2022-03-18 11:14:40","post_content":"\n

Tornauli (17\/03). Pagi hari tepat pukul 9:30, Komunitas Masyarakat Adat (MA) di Kecamatan Parmonangan, Tapanuli Utara kedatangan tamu spesial dari Jakarta, yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pada kesempatan ini, Komnas HAM ingin berbincang-bincang tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Perusahaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) dan pihak-pihak lain terhadap komunitas MA yang ada.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas yang datang berkumpul adalah MA Tornauli, MA Keturunan Op. Panggal (Aek Raja) dan komunitas MA Bonan Dolok (Huta Tinggi). Mereka semua menceritakan kronologis permasalahan mereka, sejak PT. TPL datang hingga upaya-upaya yang sudah mereka lakukan memperjuangkan tanah leluhurnya.<\/p>\n\n\n\n

Perwakilan MA Tornauli juga menyampaikan bahwa perusahaan pernah mengancam masyarakat terkait keamanan anak-anak mereka yang bersekolah di Siborongborong dan Dolok Sanggul. \"Kami sempat diintimidasi dan diancam kalau anak-anak kami yang bersekolah di luar tidak aman karena kami memperjuangkan dan merebut kembali tanah adat kami\" ujar ketua komunitas Tornauli.<\/p>\n\n\n\n

Parsaoran Sinaga, perwakilan komunitas Op. Panggal juga menjelaskan kronologi upaya-upaya litigasi yang pernah dilakukan oleh komunitas, dari gugatan yang diajukan oleh KR. Siregar yang dimenangkan oleh Pengadilan Tarutung, tetapi kemudian digugurkan oleh Mahkamah Agung di Medan. \"Walaupun kami sudah memberikan bukti mengenai tuntutan di Tarutung (Pengadilan) kepada polisi, sampai saat ini kami masih mendapatkan surat panggilan dari Polres Tapanuli Utara\" jelasnya.<\/p>\n\n\n\n

Pada bulan Oktober 2021, saat tim dari Kementerian Kehutanan melakukan verifikasi Komunitas Adat di Parmonangan, prosesnya diganggu oleh orang-orang yang berafiliasi dengan perusahaan. Pada hari kedua atau saat akan memverifikasi komunitas Keturunan Op. Panggal, tim verifikasi dicegat oleh orang-orang yang pro-TPL di Balai Desa Aek Raja.<\/p>\n\n\n\n

\"Saat itu (proses verifikasi), tim jadi tidak melakukan verifikasi terhadap objek wilayah yang kami ajukan, dan malah lebih mendengarkan masyarakat yang keberatan atas verifikasi itu. Bahkan kami tidak pernah ditemui atau dimediasi oleh pemerintah, dan bahkan seperti disalah-salahkan terkait batas wilayah dan hukum-hukum adat oleh tim verifikasi\" ujar Rosmian Purba, perempuan anggota komunitas Pomparan Op. Panggal Manalu.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Berita acara tim verifikasi Tapanuli Utara mengatakan bahwa komunitas Op. Panggal perlu melakukan mediasi dengan tetangga-tetangganya, tidak ada penjelasan mengenai alasan mengapa mereka jadi tidak diakui oleh tim Verifikasi (mendapatkan SK Hutan Adat).<\/p>\n\n\n\n

Sampai saat ini PT TPL bahkan masih melakukan penebangan baru di sekitar wilayah konsesinya. Air di sini juga berkurang karena perusahaan tidak mematuhi peraturan tidak ada penamanan sejauh 50 meter di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sekarang bahkan tanaman eukaliptus <\/em>berada 1 meter di dekat DAS.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. \"Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana\" ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.<\/p>\n\n\n\n

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, \"Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu\". Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.<\/p>\n\n\n\n

\"Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu\" tangkasnya.**
(KZ)<\/p>\n","post_title":"Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"komnas-ham-di-negara-merdeka-setiap-masyarakatnya-harus-merdeka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-03-18 18:14:41","post_modified_gmt":"2022-03-18 11:14:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1022","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_5"};

\n

Setelah berjumpa beberapa kali, KSPPM pun semakin akrab dengan masyarakat. Diskusi kami pun mulai mengarah pada tombak haminjon<\/em> (hutan kemenyan) mereka yang di-klaim sebagai kawasan hutan negara dan konsesi PT Toba Pulp Lestari (TPL). Akhirnya,  KSPPM secara resmi mendampingi masyarakat, dan mulai secara bersama-sama melengkapi berbagai dokumen, seperti sejarah, hukum adat, kelembagaan adat, benda-benda adat, dan melakukan pemetaaan wilayah adat secara partisipatif. Masyarakat pun sudah beberapa kali datang ke Sopo KSPPM baik di Siborong-borong maupun di Parapat. <\/p>\n\n\n\n

Tapi semua tidak semudah yang dipikirkan. Pada awal-awal pendapingan KSPPM di Nagasaribu, sebagian besar masyarakat masih bingung mengenai apa yang diperjuangkan. Bahkan dalam beberapa kunjungan ke desa, staff KSPPM merasakan betapa masyarakat masih  cuek dan apatis. Kondisi tersebut berlangsung hampir selama 2 tahun, yaitu 2016-2018.<\/p>\n\n\n\n

Tetapi perubahan mulai terlihat pada Juni 2018, ketika KSPPM merayakan Hari Lingkungan Hidup di Nagasaribu. Masyarakat terlibat secara antusias. Saat itu semua masyarakat, tua dan muda, berkumpul di kampung dan ikut menanam pohon ingul di tombak haminjon bekas perkebunan eucalyptus PT. TPL. Peringatan Hari Lingkungan Hidup itu menjadi awal  pengorganisasian yang baik di Nagasaribu. Selanjutnya berbagai peringatan seperti Hari Tani Nasional, Hari Hak Asasi Manusia, Hari Bumi semakin sering dirayakan di Nagasaribu.<\/p>\n\n\n\n

KSPPM pun mulai diterima, sikap cuek dan apatis tidak muncul lagi. Masyarakat mulai terorganisir dan mulai terlibat di berbagai kegiatan di luar Nagasaribu,  seperti demonstrasi, audensi dan pelatihan. Proses pengorganisasian yang semakin membaik di Nagasaribu ini juga tidak terlepas dari Jaringan KSPPM seperti mahasiswa, gereja, universitas, civil society organitation (CSO), baik dalam maupun luar negeri. Sudah tidak terhitung jumlah orang yang sudah berkunjung ke Nagasaribu baik untuk kebutuhan penelitian, belajar, dan mendengarkan kisah perjuangan mereka.<\/p>\n\n\n\n

Seiiring berjalannya waktu, kepercayaan diri masyarakat adat Nagasribu pun mulai tumbuh. Masyarakat mulai berani beradu argumen dengan pihak perusahaan saat perusahaan ingin melakukan penebangan di tombak haminjon<\/em> mereka. Mereka juga mulai berani mengelola kembali wilayah adatnya yang dirampas oleh perusahaan. Op. Gres menyampaikan bahwa sebelum berkenalan dengan KSPPM, masyarakat setiap akhir tahun masih berharap bantuan seperti sembako dan uang natal dari PT. TPL. Tidak banyak yang didapat dan tidak semua masyarakat mendapatkan, tapi masyarakat mensyukurinya. \u201cTapi itu dulu, sekarang tidak lagi,\u201d tegas Op. Gres. Op gres seakan ingin menegaskan bahwa sekarang mereka sudah berubah, tidak seperti dulu lagi.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Kepercayaan diri ini tidak terlepas dari keterlibatan mereka dalam organisasi. Masyarakat Nagasaribu bergabung dengan Serikat Tani Tapanuli Utara (ST Taput) untuk memperluas jaringan dan menambah pengetahuan.  Pada minggu ketiga setiap bulan mereka berangkat ke Sopo Siborong-borong untuk berdiskusi bersama petani-petani dari berbagai daerah.<\/p>\n\n\n\n

Pada tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) membangun jalan menuju Nagasaribu dari Dusun Purban Sinomba. Bukan hanya itu, fasilitas kesehatan yang belum memadai juga mulai dibenahi dengan menempatkan bidan desa di Nagasaribu. Hal itu merupakan dampak dari aksi yang dilakukan oleh masyarakat saat perayaan Hari Tani Nasional tahun 2018 di Kantor Bupati Taput.<\/p>\n\n\n\n

Masyarakat Nagasaribu juga berhasil menginspirasi kampung tetangga untuk berjuang. Natinggir terinspirasi oleh perjuangan Nagasaribu Onan Harbangan. Pada tahun 2019, Op. Gres bersama Jimmi Simanjuntak sebagai ketua komunitas mengajak KSPPM berdiskusi ke Natinggir untuk memulai perjuangan mempertahankan tanah adat. Demikian masyarakat Haunatas. Terinspirasi oleh perjuangan Nagasaribu, mereka pun meminta Nagasaribu untuk berbagi cerita. Menurut KSPPM, salah satu alasan mengapa Nagasaribu jadi inspirasi bagi Natinggir dan Haunatas adalah keberhasilan masyarakat Nagasaribu melarang kegiatan perusahaan di wilayah adatnya dan berhasil menanami wilayah adatnya dengan beragam tumbuhan seperti padi darat, nenas, markisa dan tumbuhan keras lainnya tanpa ganguan dari perusahaan. Masyarakat juga berhasil menutup akses perusahaan masuk ke wilayah adat tanpa perlawanan dari perusahaan. Anak perantau mereka juga ikut mendukung khususnya dalam pendanaan. ** [Rocky Pasaribu]<\/strong><\/p>\n","post_title":"Masyarakat Adat Nagasaribu Mendapatkan SK Hutan Adat (Part-1)","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"masyarakat-adat-nagasaribu-mendapatkan-sk-hutan-adat-part-1","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-08-12 16:27:25","post_modified_gmt":"2022-08-12 09:27:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1066","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":1022,"post_author":"1","post_date":"2022-03-18 18:14:40","post_date_gmt":"2022-03-18 11:14:40","post_content":"\n

Tornauli (17\/03). Pagi hari tepat pukul 9:30, Komunitas Masyarakat Adat (MA) di Kecamatan Parmonangan, Tapanuli Utara kedatangan tamu spesial dari Jakarta, yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pada kesempatan ini, Komnas HAM ingin berbincang-bincang tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Perusahaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) dan pihak-pihak lain terhadap komunitas MA yang ada.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas yang datang berkumpul adalah MA Tornauli, MA Keturunan Op. Panggal (Aek Raja) dan komunitas MA Bonan Dolok (Huta Tinggi). Mereka semua menceritakan kronologis permasalahan mereka, sejak PT. TPL datang hingga upaya-upaya yang sudah mereka lakukan memperjuangkan tanah leluhurnya.<\/p>\n\n\n\n

Perwakilan MA Tornauli juga menyampaikan bahwa perusahaan pernah mengancam masyarakat terkait keamanan anak-anak mereka yang bersekolah di Siborongborong dan Dolok Sanggul. \"Kami sempat diintimidasi dan diancam kalau anak-anak kami yang bersekolah di luar tidak aman karena kami memperjuangkan dan merebut kembali tanah adat kami\" ujar ketua komunitas Tornauli.<\/p>\n\n\n\n

Parsaoran Sinaga, perwakilan komunitas Op. Panggal juga menjelaskan kronologi upaya-upaya litigasi yang pernah dilakukan oleh komunitas, dari gugatan yang diajukan oleh KR. Siregar yang dimenangkan oleh Pengadilan Tarutung, tetapi kemudian digugurkan oleh Mahkamah Agung di Medan. \"Walaupun kami sudah memberikan bukti mengenai tuntutan di Tarutung (Pengadilan) kepada polisi, sampai saat ini kami masih mendapatkan surat panggilan dari Polres Tapanuli Utara\" jelasnya.<\/p>\n\n\n\n

Pada bulan Oktober 2021, saat tim dari Kementerian Kehutanan melakukan verifikasi Komunitas Adat di Parmonangan, prosesnya diganggu oleh orang-orang yang berafiliasi dengan perusahaan. Pada hari kedua atau saat akan memverifikasi komunitas Keturunan Op. Panggal, tim verifikasi dicegat oleh orang-orang yang pro-TPL di Balai Desa Aek Raja.<\/p>\n\n\n\n

\"Saat itu (proses verifikasi), tim jadi tidak melakukan verifikasi terhadap objek wilayah yang kami ajukan, dan malah lebih mendengarkan masyarakat yang keberatan atas verifikasi itu. Bahkan kami tidak pernah ditemui atau dimediasi oleh pemerintah, dan bahkan seperti disalah-salahkan terkait batas wilayah dan hukum-hukum adat oleh tim verifikasi\" ujar Rosmian Purba, perempuan anggota komunitas Pomparan Op. Panggal Manalu.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Berita acara tim verifikasi Tapanuli Utara mengatakan bahwa komunitas Op. Panggal perlu melakukan mediasi dengan tetangga-tetangganya, tidak ada penjelasan mengenai alasan mengapa mereka jadi tidak diakui oleh tim Verifikasi (mendapatkan SK Hutan Adat).<\/p>\n\n\n\n

Sampai saat ini PT TPL bahkan masih melakukan penebangan baru di sekitar wilayah konsesinya. Air di sini juga berkurang karena perusahaan tidak mematuhi peraturan tidak ada penamanan sejauh 50 meter di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sekarang bahkan tanaman eukaliptus <\/em>berada 1 meter di dekat DAS.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. \"Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana\" ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.<\/p>\n\n\n\n

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, \"Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu\". Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.<\/p>\n\n\n\n

\"Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu\" tangkasnya.**
(KZ)<\/p>\n","post_title":"Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"komnas-ham-di-negara-merdeka-setiap-masyarakatnya-harus-merdeka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-03-18 18:14:41","post_modified_gmt":"2022-03-18 11:14:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1022","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_5"};

\n

Seminggu kemudian, kami berkunjung ke Nagasaribu Onan Harbangan bersama staff KSPPM  lainnya. Sesampainya di Nagasaribu kami langsung menuju rumah  Op. Gres Simanjuntak. Op. Gres kemudian bercerita bahwa kehidupan sosial di Nagasaribu  masih diikat oleh adat-istiadat. Konflik apapun di Nagasaribu masih diselesaikan dengan adat. \u201cBisa kami buktikan bahwa belum ada kasus penganiayaan, perselingkuhan dan pencurian yang sampai ke Polisi,\u201d tegasnya. <\/em>Op. Gres juga menambahkan bahwa perangkat adat di Nagasaribu juga masih lengkap. Benda adat yang ditinggalkan oleh Raja Sisimangaraja masih disimpan; hukum adat  masih ada dan dijalankan. \u201cUntuk menjalankan hukum adat ini kami memiliki yang namanya Raja Patik<\/em> (seperti Hakim) di Nagasaribu,\u201d lanjut Op. Gres. Masih banyak lagi cerita menarik lainya yang disampaikan Op Gres. Namun tidak terasa sore pun tiba. Suryati menyampaikan bahwa kami harus pulang. \u201cTapi akan datang lagi untuk mendengarkan cerita amang<\/em> (bapak),\u201d ujar Suryati.<\/p>\n\n\n\n

Setelah berjumpa beberapa kali, KSPPM pun semakin akrab dengan masyarakat. Diskusi kami pun mulai mengarah pada tombak haminjon<\/em> (hutan kemenyan) mereka yang di-klaim sebagai kawasan hutan negara dan konsesi PT Toba Pulp Lestari (TPL). Akhirnya,  KSPPM secara resmi mendampingi masyarakat, dan mulai secara bersama-sama melengkapi berbagai dokumen, seperti sejarah, hukum adat, kelembagaan adat, benda-benda adat, dan melakukan pemetaaan wilayah adat secara partisipatif. Masyarakat pun sudah beberapa kali datang ke Sopo KSPPM baik di Siborong-borong maupun di Parapat. <\/p>\n\n\n\n

Tapi semua tidak semudah yang dipikirkan. Pada awal-awal pendapingan KSPPM di Nagasaribu, sebagian besar masyarakat masih bingung mengenai apa yang diperjuangkan. Bahkan dalam beberapa kunjungan ke desa, staff KSPPM merasakan betapa masyarakat masih  cuek dan apatis. Kondisi tersebut berlangsung hampir selama 2 tahun, yaitu 2016-2018.<\/p>\n\n\n\n

Tetapi perubahan mulai terlihat pada Juni 2018, ketika KSPPM merayakan Hari Lingkungan Hidup di Nagasaribu. Masyarakat terlibat secara antusias. Saat itu semua masyarakat, tua dan muda, berkumpul di kampung dan ikut menanam pohon ingul di tombak haminjon bekas perkebunan eucalyptus PT. TPL. Peringatan Hari Lingkungan Hidup itu menjadi awal  pengorganisasian yang baik di Nagasaribu. Selanjutnya berbagai peringatan seperti Hari Tani Nasional, Hari Hak Asasi Manusia, Hari Bumi semakin sering dirayakan di Nagasaribu.<\/p>\n\n\n\n

KSPPM pun mulai diterima, sikap cuek dan apatis tidak muncul lagi. Masyarakat mulai terorganisir dan mulai terlibat di berbagai kegiatan di luar Nagasaribu,  seperti demonstrasi, audensi dan pelatihan. Proses pengorganisasian yang semakin membaik di Nagasaribu ini juga tidak terlepas dari Jaringan KSPPM seperti mahasiswa, gereja, universitas, civil society organitation (CSO), baik dalam maupun luar negeri. Sudah tidak terhitung jumlah orang yang sudah berkunjung ke Nagasaribu baik untuk kebutuhan penelitian, belajar, dan mendengarkan kisah perjuangan mereka.<\/p>\n\n\n\n

Seiiring berjalannya waktu, kepercayaan diri masyarakat adat Nagasribu pun mulai tumbuh. Masyarakat mulai berani beradu argumen dengan pihak perusahaan saat perusahaan ingin melakukan penebangan di tombak haminjon<\/em> mereka. Mereka juga mulai berani mengelola kembali wilayah adatnya yang dirampas oleh perusahaan. Op. Gres menyampaikan bahwa sebelum berkenalan dengan KSPPM, masyarakat setiap akhir tahun masih berharap bantuan seperti sembako dan uang natal dari PT. TPL. Tidak banyak yang didapat dan tidak semua masyarakat mendapatkan, tapi masyarakat mensyukurinya. \u201cTapi itu dulu, sekarang tidak lagi,\u201d tegas Op. Gres. Op gres seakan ingin menegaskan bahwa sekarang mereka sudah berubah, tidak seperti dulu lagi.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Kepercayaan diri ini tidak terlepas dari keterlibatan mereka dalam organisasi. Masyarakat Nagasaribu bergabung dengan Serikat Tani Tapanuli Utara (ST Taput) untuk memperluas jaringan dan menambah pengetahuan.  Pada minggu ketiga setiap bulan mereka berangkat ke Sopo Siborong-borong untuk berdiskusi bersama petani-petani dari berbagai daerah.<\/p>\n\n\n\n

Pada tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) membangun jalan menuju Nagasaribu dari Dusun Purban Sinomba. Bukan hanya itu, fasilitas kesehatan yang belum memadai juga mulai dibenahi dengan menempatkan bidan desa di Nagasaribu. Hal itu merupakan dampak dari aksi yang dilakukan oleh masyarakat saat perayaan Hari Tani Nasional tahun 2018 di Kantor Bupati Taput.<\/p>\n\n\n\n

Masyarakat Nagasaribu juga berhasil menginspirasi kampung tetangga untuk berjuang. Natinggir terinspirasi oleh perjuangan Nagasaribu Onan Harbangan. Pada tahun 2019, Op. Gres bersama Jimmi Simanjuntak sebagai ketua komunitas mengajak KSPPM berdiskusi ke Natinggir untuk memulai perjuangan mempertahankan tanah adat. Demikian masyarakat Haunatas. Terinspirasi oleh perjuangan Nagasaribu, mereka pun meminta Nagasaribu untuk berbagi cerita. Menurut KSPPM, salah satu alasan mengapa Nagasaribu jadi inspirasi bagi Natinggir dan Haunatas adalah keberhasilan masyarakat Nagasaribu melarang kegiatan perusahaan di wilayah adatnya dan berhasil menanami wilayah adatnya dengan beragam tumbuhan seperti padi darat, nenas, markisa dan tumbuhan keras lainnya tanpa ganguan dari perusahaan. Masyarakat juga berhasil menutup akses perusahaan masuk ke wilayah adat tanpa perlawanan dari perusahaan. Anak perantau mereka juga ikut mendukung khususnya dalam pendanaan. ** [Rocky Pasaribu]<\/strong><\/p>\n","post_title":"Masyarakat Adat Nagasaribu Mendapatkan SK Hutan Adat (Part-1)","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"masyarakat-adat-nagasaribu-mendapatkan-sk-hutan-adat-part-1","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-08-12 16:27:25","post_modified_gmt":"2022-08-12 09:27:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1066","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":1022,"post_author":"1","post_date":"2022-03-18 18:14:40","post_date_gmt":"2022-03-18 11:14:40","post_content":"\n

Tornauli (17\/03). Pagi hari tepat pukul 9:30, Komunitas Masyarakat Adat (MA) di Kecamatan Parmonangan, Tapanuli Utara kedatangan tamu spesial dari Jakarta, yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pada kesempatan ini, Komnas HAM ingin berbincang-bincang tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Perusahaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) dan pihak-pihak lain terhadap komunitas MA yang ada.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas yang datang berkumpul adalah MA Tornauli, MA Keturunan Op. Panggal (Aek Raja) dan komunitas MA Bonan Dolok (Huta Tinggi). Mereka semua menceritakan kronologis permasalahan mereka, sejak PT. TPL datang hingga upaya-upaya yang sudah mereka lakukan memperjuangkan tanah leluhurnya.<\/p>\n\n\n\n

Perwakilan MA Tornauli juga menyampaikan bahwa perusahaan pernah mengancam masyarakat terkait keamanan anak-anak mereka yang bersekolah di Siborongborong dan Dolok Sanggul. \"Kami sempat diintimidasi dan diancam kalau anak-anak kami yang bersekolah di luar tidak aman karena kami memperjuangkan dan merebut kembali tanah adat kami\" ujar ketua komunitas Tornauli.<\/p>\n\n\n\n

Parsaoran Sinaga, perwakilan komunitas Op. Panggal juga menjelaskan kronologi upaya-upaya litigasi yang pernah dilakukan oleh komunitas, dari gugatan yang diajukan oleh KR. Siregar yang dimenangkan oleh Pengadilan Tarutung, tetapi kemudian digugurkan oleh Mahkamah Agung di Medan. \"Walaupun kami sudah memberikan bukti mengenai tuntutan di Tarutung (Pengadilan) kepada polisi, sampai saat ini kami masih mendapatkan surat panggilan dari Polres Tapanuli Utara\" jelasnya.<\/p>\n\n\n\n

Pada bulan Oktober 2021, saat tim dari Kementerian Kehutanan melakukan verifikasi Komunitas Adat di Parmonangan, prosesnya diganggu oleh orang-orang yang berafiliasi dengan perusahaan. Pada hari kedua atau saat akan memverifikasi komunitas Keturunan Op. Panggal, tim verifikasi dicegat oleh orang-orang yang pro-TPL di Balai Desa Aek Raja.<\/p>\n\n\n\n

\"Saat itu (proses verifikasi), tim jadi tidak melakukan verifikasi terhadap objek wilayah yang kami ajukan, dan malah lebih mendengarkan masyarakat yang keberatan atas verifikasi itu. Bahkan kami tidak pernah ditemui atau dimediasi oleh pemerintah, dan bahkan seperti disalah-salahkan terkait batas wilayah dan hukum-hukum adat oleh tim verifikasi\" ujar Rosmian Purba, perempuan anggota komunitas Pomparan Op. Panggal Manalu.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Berita acara tim verifikasi Tapanuli Utara mengatakan bahwa komunitas Op. Panggal perlu melakukan mediasi dengan tetangga-tetangganya, tidak ada penjelasan mengenai alasan mengapa mereka jadi tidak diakui oleh tim Verifikasi (mendapatkan SK Hutan Adat).<\/p>\n\n\n\n

Sampai saat ini PT TPL bahkan masih melakukan penebangan baru di sekitar wilayah konsesinya. Air di sini juga berkurang karena perusahaan tidak mematuhi peraturan tidak ada penamanan sejauh 50 meter di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sekarang bahkan tanaman eukaliptus <\/em>berada 1 meter di dekat DAS.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. \"Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana\" ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.<\/p>\n\n\n\n

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, \"Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu\". Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.<\/p>\n\n\n\n

\"Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu\" tangkasnya.**
(KZ)<\/p>\n","post_title":"Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"komnas-ham-di-negara-merdeka-setiap-masyarakatnya-harus-merdeka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-03-18 18:14:41","post_modified_gmt":"2022-03-18 11:14:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1022","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_5"};

\n
\"\"<\/figure>\n<\/figure>\n\n\n\n

Seminggu kemudian, kami berkunjung ke Nagasaribu Onan Harbangan bersama staff KSPPM  lainnya. Sesampainya di Nagasaribu kami langsung menuju rumah  Op. Gres Simanjuntak. Op. Gres kemudian bercerita bahwa kehidupan sosial di Nagasaribu  masih diikat oleh adat-istiadat. Konflik apapun di Nagasaribu masih diselesaikan dengan adat. \u201cBisa kami buktikan bahwa belum ada kasus penganiayaan, perselingkuhan dan pencurian yang sampai ke Polisi,\u201d tegasnya. <\/em>Op. Gres juga menambahkan bahwa perangkat adat di Nagasaribu juga masih lengkap. Benda adat yang ditinggalkan oleh Raja Sisimangaraja masih disimpan; hukum adat  masih ada dan dijalankan. \u201cUntuk menjalankan hukum adat ini kami memiliki yang namanya Raja Patik<\/em> (seperti Hakim) di Nagasaribu,\u201d lanjut Op. Gres. Masih banyak lagi cerita menarik lainya yang disampaikan Op Gres. Namun tidak terasa sore pun tiba. Suryati menyampaikan bahwa kami harus pulang. \u201cTapi akan datang lagi untuk mendengarkan cerita amang<\/em> (bapak),\u201d ujar Suryati.<\/p>\n\n\n\n

Setelah berjumpa beberapa kali, KSPPM pun semakin akrab dengan masyarakat. Diskusi kami pun mulai mengarah pada tombak haminjon<\/em> (hutan kemenyan) mereka yang di-klaim sebagai kawasan hutan negara dan konsesi PT Toba Pulp Lestari (TPL). Akhirnya,  KSPPM secara resmi mendampingi masyarakat, dan mulai secara bersama-sama melengkapi berbagai dokumen, seperti sejarah, hukum adat, kelembagaan adat, benda-benda adat, dan melakukan pemetaaan wilayah adat secara partisipatif. Masyarakat pun sudah beberapa kali datang ke Sopo KSPPM baik di Siborong-borong maupun di Parapat. <\/p>\n\n\n\n

Tapi semua tidak semudah yang dipikirkan. Pada awal-awal pendapingan KSPPM di Nagasaribu, sebagian besar masyarakat masih bingung mengenai apa yang diperjuangkan. Bahkan dalam beberapa kunjungan ke desa, staff KSPPM merasakan betapa masyarakat masih  cuek dan apatis. Kondisi tersebut berlangsung hampir selama 2 tahun, yaitu 2016-2018.<\/p>\n\n\n\n

Tetapi perubahan mulai terlihat pada Juni 2018, ketika KSPPM merayakan Hari Lingkungan Hidup di Nagasaribu. Masyarakat terlibat secara antusias. Saat itu semua masyarakat, tua dan muda, berkumpul di kampung dan ikut menanam pohon ingul di tombak haminjon bekas perkebunan eucalyptus PT. TPL. Peringatan Hari Lingkungan Hidup itu menjadi awal  pengorganisasian yang baik di Nagasaribu. Selanjutnya berbagai peringatan seperti Hari Tani Nasional, Hari Hak Asasi Manusia, Hari Bumi semakin sering dirayakan di Nagasaribu.<\/p>\n\n\n\n

KSPPM pun mulai diterima, sikap cuek dan apatis tidak muncul lagi. Masyarakat mulai terorganisir dan mulai terlibat di berbagai kegiatan di luar Nagasaribu,  seperti demonstrasi, audensi dan pelatihan. Proses pengorganisasian yang semakin membaik di Nagasaribu ini juga tidak terlepas dari Jaringan KSPPM seperti mahasiswa, gereja, universitas, civil society organitation (CSO), baik dalam maupun luar negeri. Sudah tidak terhitung jumlah orang yang sudah berkunjung ke Nagasaribu baik untuk kebutuhan penelitian, belajar, dan mendengarkan kisah perjuangan mereka.<\/p>\n\n\n\n

Seiiring berjalannya waktu, kepercayaan diri masyarakat adat Nagasribu pun mulai tumbuh. Masyarakat mulai berani beradu argumen dengan pihak perusahaan saat perusahaan ingin melakukan penebangan di tombak haminjon<\/em> mereka. Mereka juga mulai berani mengelola kembali wilayah adatnya yang dirampas oleh perusahaan. Op. Gres menyampaikan bahwa sebelum berkenalan dengan KSPPM, masyarakat setiap akhir tahun masih berharap bantuan seperti sembako dan uang natal dari PT. TPL. Tidak banyak yang didapat dan tidak semua masyarakat mendapatkan, tapi masyarakat mensyukurinya. \u201cTapi itu dulu, sekarang tidak lagi,\u201d tegas Op. Gres. Op gres seakan ingin menegaskan bahwa sekarang mereka sudah berubah, tidak seperti dulu lagi.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Kepercayaan diri ini tidak terlepas dari keterlibatan mereka dalam organisasi. Masyarakat Nagasaribu bergabung dengan Serikat Tani Tapanuli Utara (ST Taput) untuk memperluas jaringan dan menambah pengetahuan.  Pada minggu ketiga setiap bulan mereka berangkat ke Sopo Siborong-borong untuk berdiskusi bersama petani-petani dari berbagai daerah.<\/p>\n\n\n\n

Pada tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) membangun jalan menuju Nagasaribu dari Dusun Purban Sinomba. Bukan hanya itu, fasilitas kesehatan yang belum memadai juga mulai dibenahi dengan menempatkan bidan desa di Nagasaribu. Hal itu merupakan dampak dari aksi yang dilakukan oleh masyarakat saat perayaan Hari Tani Nasional tahun 2018 di Kantor Bupati Taput.<\/p>\n\n\n\n

Masyarakat Nagasaribu juga berhasil menginspirasi kampung tetangga untuk berjuang. Natinggir terinspirasi oleh perjuangan Nagasaribu Onan Harbangan. Pada tahun 2019, Op. Gres bersama Jimmi Simanjuntak sebagai ketua komunitas mengajak KSPPM berdiskusi ke Natinggir untuk memulai perjuangan mempertahankan tanah adat. Demikian masyarakat Haunatas. Terinspirasi oleh perjuangan Nagasaribu, mereka pun meminta Nagasaribu untuk berbagi cerita. Menurut KSPPM, salah satu alasan mengapa Nagasaribu jadi inspirasi bagi Natinggir dan Haunatas adalah keberhasilan masyarakat Nagasaribu melarang kegiatan perusahaan di wilayah adatnya dan berhasil menanami wilayah adatnya dengan beragam tumbuhan seperti padi darat, nenas, markisa dan tumbuhan keras lainnya tanpa ganguan dari perusahaan. Masyarakat juga berhasil menutup akses perusahaan masuk ke wilayah adat tanpa perlawanan dari perusahaan. Anak perantau mereka juga ikut mendukung khususnya dalam pendanaan. ** [Rocky Pasaribu]<\/strong><\/p>\n","post_title":"Masyarakat Adat Nagasaribu Mendapatkan SK Hutan Adat (Part-1)","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"masyarakat-adat-nagasaribu-mendapatkan-sk-hutan-adat-part-1","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-08-12 16:27:25","post_modified_gmt":"2022-08-12 09:27:25","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1066","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":1022,"post_author":"1","post_date":"2022-03-18 18:14:40","post_date_gmt":"2022-03-18 11:14:40","post_content":"\n

Tornauli (17\/03). Pagi hari tepat pukul 9:30, Komunitas Masyarakat Adat (MA) di Kecamatan Parmonangan, Tapanuli Utara kedatangan tamu spesial dari Jakarta, yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pada kesempatan ini, Komnas HAM ingin berbincang-bincang tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Perusahaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) dan pihak-pihak lain terhadap komunitas MA yang ada.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas yang datang berkumpul adalah MA Tornauli, MA Keturunan Op. Panggal (Aek Raja) dan komunitas MA Bonan Dolok (Huta Tinggi). Mereka semua menceritakan kronologis permasalahan mereka, sejak PT. TPL datang hingga upaya-upaya yang sudah mereka lakukan memperjuangkan tanah leluhurnya.<\/p>\n\n\n\n

Perwakilan MA Tornauli juga menyampaikan bahwa perusahaan pernah mengancam masyarakat terkait keamanan anak-anak mereka yang bersekolah di Siborongborong dan Dolok Sanggul. \"Kami sempat diintimidasi dan diancam kalau anak-anak kami yang bersekolah di luar tidak aman karena kami memperjuangkan dan merebut kembali tanah adat kami\" ujar ketua komunitas Tornauli.<\/p>\n\n\n\n

Parsaoran Sinaga, perwakilan komunitas Op. Panggal juga menjelaskan kronologi upaya-upaya litigasi yang pernah dilakukan oleh komunitas, dari gugatan yang diajukan oleh KR. Siregar yang dimenangkan oleh Pengadilan Tarutung, tetapi kemudian digugurkan oleh Mahkamah Agung di Medan. \"Walaupun kami sudah memberikan bukti mengenai tuntutan di Tarutung (Pengadilan) kepada polisi, sampai saat ini kami masih mendapatkan surat panggilan dari Polres Tapanuli Utara\" jelasnya.<\/p>\n\n\n\n

Pada bulan Oktober 2021, saat tim dari Kementerian Kehutanan melakukan verifikasi Komunitas Adat di Parmonangan, prosesnya diganggu oleh orang-orang yang berafiliasi dengan perusahaan. Pada hari kedua atau saat akan memverifikasi komunitas Keturunan Op. Panggal, tim verifikasi dicegat oleh orang-orang yang pro-TPL di Balai Desa Aek Raja.<\/p>\n\n\n\n

\"Saat itu (proses verifikasi), tim jadi tidak melakukan verifikasi terhadap objek wilayah yang kami ajukan, dan malah lebih mendengarkan masyarakat yang keberatan atas verifikasi itu. Bahkan kami tidak pernah ditemui atau dimediasi oleh pemerintah, dan bahkan seperti disalah-salahkan terkait batas wilayah dan hukum-hukum adat oleh tim verifikasi\" ujar Rosmian Purba, perempuan anggota komunitas Pomparan Op. Panggal Manalu.<\/p>\n\n\n\n

\"\"<\/figure>\n\n\n\n

Berita acara tim verifikasi Tapanuli Utara mengatakan bahwa komunitas Op. Panggal perlu melakukan mediasi dengan tetangga-tetangganya, tidak ada penjelasan mengenai alasan mengapa mereka jadi tidak diakui oleh tim Verifikasi (mendapatkan SK Hutan Adat).<\/p>\n\n\n\n

Sampai saat ini PT TPL bahkan masih melakukan penebangan baru di sekitar wilayah konsesinya. Air di sini juga berkurang karena perusahaan tidak mematuhi peraturan tidak ada penamanan sejauh 50 meter di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sekarang bahkan tanaman eukaliptus <\/em>berada 1 meter di dekat DAS.<\/p>\n\n\n\n

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. \"Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana\" ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.<\/p>\n\n\n\n

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, \"Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu\". Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.<\/p>\n\n\n\n

\"Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu\" tangkasnya.**
(KZ)<\/p>\n","post_title":"Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"komnas-ham-di-negara-merdeka-setiap-masyarakatnya-harus-merdeka","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2022-03-18 18:14:41","post_modified_gmt":"2022-03-18 11:14:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/ksppm.org\/?p=1022","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"jnews_block_5"};

\n