ksppm
  • Beranda
  • Profile
    • Visi dan Misi
    • Profil KSPPM
    • Tentang KSPPM
    • Struktur Organisasi
    • Pelaksana Program
    • Staff
    • Badan Pendiri
  • Berita
    • Samosir
    • Toba
    • Tapanuli Utara
    • Humbahas
    • Liputan Media
    • Wilayah Lainnya
  • Buletin Prakarsa
Donation
No Result
View All Result
en English id Indonesian
ksppm
  • Beranda
  • Profile
    • Visi dan Misi
    • Profil KSPPM
    • Tentang KSPPM
    • Struktur Organisasi
    • Pelaksana Program
    • Staff
    • Badan Pendiri
  • Berita
    • Samosir
    • Toba
    • Tapanuli Utara
    • Humbahas
    • Liputan Media
    • Wilayah Lainnya
  • Buletin Prakarsa
Donation
No Result
View All Result
en English id Indonesian
ksppm
Donation
Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka
  • Oleh:
  • Tim KSPPM
  • •
  • 18 Maret 2022
Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka
Reading Time: 3 mins read
A A

Tornauli (17/03). Pagi hari tepat pukul 9:30, Komunitas Masyarakat Adat (MA) di Kecamatan Parmonangan, Tapanuli Utara kedatangan tamu spesial dari Jakarta, yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pada kesempatan ini, Komnas HAM ingin berbincang-bincang tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Perusahaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) dan pihak-pihak lain terhadap komunitas MA yang ada.

Komunitas yang datang berkumpul adalah MA Tornauli, MA Keturunan Op. Panggal (Aek Raja) dan komunitas MA Bonan Dolok (Huta Tinggi). Mereka semua menceritakan kronologis permasalahan mereka, sejak PT. TPL datang hingga upaya-upaya yang sudah mereka lakukan memperjuangkan tanah leluhurnya.

Perwakilan MA Tornauli juga menyampaikan bahwa perusahaan pernah mengancam masyarakat terkait keamanan anak-anak mereka yang bersekolah di Siborongborong dan Dolok Sanggul. “Kami sempat diintimidasi dan diancam kalau anak-anak kami yang bersekolah di luar tidak aman karena kami memperjuangkan dan merebut kembali tanah adat kami” ujar ketua komunitas Tornauli.

Baca Juga

Dialog Publik Hari Tani Nasional di Samosir

Masyarakat Adat Mengadu ke Komisi XIII DPR RI

Parsaoran Sinaga, perwakilan komunitas Op. Panggal juga menjelaskan kronologi upaya-upaya litigasi yang pernah dilakukan oleh komunitas, dari gugatan yang diajukan oleh KR. Siregar yang dimenangkan oleh Pengadilan Tarutung, tetapi kemudian digugurkan oleh Mahkamah Agung di Medan. “Walaupun kami sudah memberikan bukti mengenai tuntutan di Tarutung (Pengadilan) kepada polisi, sampai saat ini kami masih mendapatkan surat panggilan dari Polres Tapanuli Utara” jelasnya.

Pada bulan Oktober 2021, saat tim dari Kementerian Kehutanan melakukan verifikasi Komunitas Adat di Parmonangan, prosesnya diganggu oleh orang-orang yang berafiliasi dengan perusahaan. Pada hari kedua atau saat akan memverifikasi komunitas Keturunan Op. Panggal, tim verifikasi dicegat oleh orang-orang yang pro-TPL di Balai Desa Aek Raja.

“Saat itu (proses verifikasi), tim jadi tidak melakukan verifikasi terhadap objek wilayah yang kami ajukan, dan malah lebih mendengarkan masyarakat yang keberatan atas verifikasi itu. Bahkan kami tidak pernah ditemui atau dimediasi oleh pemerintah, dan bahkan seperti disalah-salahkan terkait batas wilayah dan hukum-hukum adat oleh tim verifikasi” ujar Rosmian Purba, perempuan anggota komunitas Pomparan Op. Panggal Manalu.

Berita acara tim verifikasi Tapanuli Utara mengatakan bahwa komunitas Op. Panggal perlu melakukan mediasi dengan tetangga-tetangganya, tidak ada penjelasan mengenai alasan mengapa mereka jadi tidak diakui oleh tim Verifikasi (mendapatkan SK Hutan Adat).

Sampai saat ini PT TPL bahkan masih melakukan penebangan baru di sekitar wilayah konsesinya. Air di sini juga berkurang karena perusahaan tidak mematuhi peraturan tidak ada penamanan sejauh 50 meter di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sekarang bahkan tanaman eukaliptus berada 1 meter di dekat DAS.

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. “Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana” ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, “Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu”. Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.

“Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu” tangkasnya.**
(KZ)

  • Baca juga tulisan menarik lainnya dari
  • Tim KSPPM
  • atau artikel terkait
  • Berita, Tapanuli Utara
Tag: Masyarakat AdatTapanuli UtaraTutup TPL

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Sebelumnya

Masyarakat di Janji Maria Yang Terabaikan

Artikel Berikutnya

Puluhan Ribu Orang Dukung Pengakuan Hutan Adat Masyarakat Adat Pargamanan

Komnas HAM: Di Negara Merdeka, Setiap Masyarakatnya Harus Merdeka
  • Oleh:
  • Tim KSPPM
  • •
  • 18 Maret 2022
Reading Time: 3 mins read
A A

Tornauli (17/03). Pagi hari tepat pukul 9:30, Komunitas Masyarakat Adat (MA) di Kecamatan Parmonangan, Tapanuli Utara kedatangan tamu spesial dari Jakarta, yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pada kesempatan ini, Komnas HAM ingin berbincang-bincang tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Perusahaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) dan pihak-pihak lain terhadap komunitas MA yang ada.

Komunitas yang datang berkumpul adalah MA Tornauli, MA Keturunan Op. Panggal (Aek Raja) dan komunitas MA Bonan Dolok (Huta Tinggi). Mereka semua menceritakan kronologis permasalahan mereka, sejak PT. TPL datang hingga upaya-upaya yang sudah mereka lakukan memperjuangkan tanah leluhurnya.

Perwakilan MA Tornauli juga menyampaikan bahwa perusahaan pernah mengancam masyarakat terkait keamanan anak-anak mereka yang bersekolah di Siborongborong dan Dolok Sanggul. “Kami sempat diintimidasi dan diancam kalau anak-anak kami yang bersekolah di luar tidak aman karena kami memperjuangkan dan merebut kembali tanah adat kami” ujar ketua komunitas Tornauli.

Baca Juga

Dialog Publik Hari Tani Nasional di Samosir

Masyarakat Adat Mengadu ke Komisi XIII DPR RI

Parsaoran Sinaga, perwakilan komunitas Op. Panggal juga menjelaskan kronologi upaya-upaya litigasi yang pernah dilakukan oleh komunitas, dari gugatan yang diajukan oleh KR. Siregar yang dimenangkan oleh Pengadilan Tarutung, tetapi kemudian digugurkan oleh Mahkamah Agung di Medan. “Walaupun kami sudah memberikan bukti mengenai tuntutan di Tarutung (Pengadilan) kepada polisi, sampai saat ini kami masih mendapatkan surat panggilan dari Polres Tapanuli Utara” jelasnya.

Pada bulan Oktober 2021, saat tim dari Kementerian Kehutanan melakukan verifikasi Komunitas Adat di Parmonangan, prosesnya diganggu oleh orang-orang yang berafiliasi dengan perusahaan. Pada hari kedua atau saat akan memverifikasi komunitas Keturunan Op. Panggal, tim verifikasi dicegat oleh orang-orang yang pro-TPL di Balai Desa Aek Raja.

“Saat itu (proses verifikasi), tim jadi tidak melakukan verifikasi terhadap objek wilayah yang kami ajukan, dan malah lebih mendengarkan masyarakat yang keberatan atas verifikasi itu. Bahkan kami tidak pernah ditemui atau dimediasi oleh pemerintah, dan bahkan seperti disalah-salahkan terkait batas wilayah dan hukum-hukum adat oleh tim verifikasi” ujar Rosmian Purba, perempuan anggota komunitas Pomparan Op. Panggal Manalu.

Berita acara tim verifikasi Tapanuli Utara mengatakan bahwa komunitas Op. Panggal perlu melakukan mediasi dengan tetangga-tetangganya, tidak ada penjelasan mengenai alasan mengapa mereka jadi tidak diakui oleh tim Verifikasi (mendapatkan SK Hutan Adat).

Sampai saat ini PT TPL bahkan masih melakukan penebangan baru di sekitar wilayah konsesinya. Air di sini juga berkurang karena perusahaan tidak mematuhi peraturan tidak ada penamanan sejauh 50 meter di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sekarang bahkan tanaman eukaliptus berada 1 meter di dekat DAS.

Komunitas meminta Komnas HAM untuk memberikan perlindungan bagi mereka, perlindungan dari intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat negara. “Sampai saat ini kami tidak mengerti harus melaporkan kemana” ujar Parsaoran Sinaga. Komunitas Bonan Dolok juga meminta kejalasan mengenai hukum mana yang dapat melindungi MA supaya dapat mengerjakan tanah adatnya dengan aman dan tenang.

Ketua Tim dari Komnas HAM, Hairansyah menjelaskan, “Kami memerlukan informasi dari masyarakat supaya dapat menghadapi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian, perusahaan, Kementrian Kehutanan dan jajarannya dan lainnya yang terlibat di proses verifikasi pada waktu itu”. Harapannya, dengan adanya pertemuan ini, Komnas HAM menyampaikan aspirasi masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat, agar dapat mendorong intansi terkait mengeluarkan pengakuan komunitas MA, terutama kepada pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.

“Kita ini sudah menjadi negara merdeka, maka dari itu seharusnya seluruh masyarakatnya merasakan kemerdekaan itu” tangkasnya.**
(KZ)

  • Baca juga tulisan menarik lainnya dari
  • Tim KSPPM
  • atau artikel terkait
  • Berita, Tapanuli Utara
Tag: Masyarakat AdatTapanuli UtaraTutup TPL

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Sebelumnya

Masyarakat di Janji Maria Yang Terabaikan

Artikel Berikutnya

Puluhan Ribu Orang Dukung Pengakuan Hutan Adat Masyarakat Adat Pargamanan

Related Articles

Dialog Publik Hari Tani Nasional di Samosir

Dialog Publik Hari Tani Nasional di Samosir

2 Oktober 2025
Masyarakat Adat Mengadu ke Komisi XIII DPR RI

Masyarakat Adat Mengadu ke Komisi XIII DPR RI

9 September 2025
PACDR: Kelompok Subur Tani Desa Buntu Mauli Dorong Aksi Nyata Pemerintah.

PACDR: Kelompok Subur Tani Desa Buntu Mauli Dorong Aksi Nyata Pemerintah.

6 September 2025
Aksi di depan kantor Bupati Toba, Balige

Desak Pemerintah Hentikan Kekerasan

16 Agustus 2025
Kunjungan Pastoral : Menguatkan Natinggir Yang Sedang Terluka

Kunjungan Pastoral : Menguatkan Natinggir Yang Sedang Terluka

13 Agustus 2025

Mauas di Toru Sampuran

13 Agustus 2025

Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat. Pada tahun 1984, pendahulu kami sangat prihatin dan peduli terhadap realitas kemiskinan, pelanggaran dan kekerasan terhadap hak asasi manusia, serta dampak buruk yang ditimbulkan pembangunan di Indonesia…Selengkapnya 

  • Girsang 1, Kec. Girsang Sipangan Bolon, Kab. Simalungun - Parapat, Sumatera Utara 21174
  • pksppm@yahoo.com
  • +0625 42393
Facebook Instagram X-twitter Youtube

Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat. Pada tahun 1984, pendahulu kami sangat prihatin dan peduli terhadap realitas kemiskinan, pelanggaran dan kekerasan terhadap hak asasi manusia, serta dampak buruk yang ditimbulkan pembangunan di Indonesia…Selengkapnya 

  • Girsang 1, Kec. Girsang Sipangan Bolon, Kab. Simalungun - Parapat, Sumatera Utara 21174
  • pksppm@yahoo.com
  • +0625 42393
Facebook Instagram X-twitter Youtube
© Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat - KSPPM. All Rights Reserved.
Home
Home
Buletin
Buletin
Channel
Channel
Explore
Explore
No Result
View All Result
en English id Indonesian
  • Beranda
  • Profile
    • Visi dan Misi
    • Profil KSPPM
    • Tentang KSPPM
    • Struktur Organisasi
    • Pelaksana Program
    • Staff
    • Badan Pendiri
  • Berita
    • Samosir
    • Toba
    • Tapanuli Utara
    • Humbahas
    • Liputan Media
    • Wilayah Lainnya
  • Buletin Prakarsa