- Metodologi
Investigasi dilakukan 3-4 Desember 2023, di Desa Simangulampe, Kecamatan Baktiraja-Kabupaten Humbang Hasundutan, Desa Habeahan dan Desa Sitolu Bahal, Kecamatan Lintong Ni Huta, Kabupaten Humbang Hasundutan.
Tim melakukan:
- Wawancara secara langsung dengan informan di tiga desa,
- Observasi lapangan dan penelusuran hulu dan hilir Aek Sibuni-buni dengan menggunakan drone.
- Studi Literatur: peta citra satelit Goole Earth, berita media dan data BPS
- Overlay peta
- Deskripsi
Awal Desember Yang Mencekam
Pada Jumat, 1 Desember 2023, sekitar jam 09.30 Wib, suara gemuruh mengusik ketenangan masyarakat Desa Simangulampe. Menurut Amang Hotlan Siahaan, suaranya menyerupai suara mesin pesawat terbang. Gemuruh itu berlangsung hampir setengah jam dengan dibarengi suara teriakan masyarakat dari arah Dusun III Desa Simangulampe.
Masyarakat pun berhamburan ke luar rumah, dan melihat bebatuan besar, lumpur, dan log-log kayu bergerak cepat menghantam rumah-rumah yang ada di dusun III. Banjir Bandang menerjang kampung mereka. Seketika awal Desember menjadi kelam.
Nai Bonar Nyonya Situmorang, salah satu keluarga korban yang terdampak banjir bandang, menuturkan betapa tragisnya malam itu. “Tuhan do na manolong hami asa boi malua sian parmaraan (Tuhanlah yang menolong kami, sehingga kami bisa selamat)”, lirih ibu sembilan anak tersebut bercerita sambil memeluk putri bungsunya di pos pengungsian di Kantor Camat.
Malam itu, dia bersama tujuh anaknya masih bangun, sedangkan dua lagi sudah tertidur. Suara gemuruh disertai banjir air dan lumpur menghempas rumah mereka. Mereka pun bergegas lari tanpa membawa barang apapun, yang penting anak-anak mereka bisa diselamatkan. Mencoba lari lewat pintu depan, tapi sudah terhalang batu besar. Mereka pun lari lewat pintu samping yang juga sudah dipenuhi lumpur. “Songon nipi (seperti mimpi)” tambahnya.
Inang Nai Bonar tidak sendirian, sekitar 40 an ibu juga harus meninggalkan rumahnya dan terpaksa tinggal di pos pengungsian sementara sejak Jumat malam tragis tersebut di Kantor Camat karena rumahnya sudah hancur atau tidak dapat dihuni. Di ruangan sekitar 5 x 10 meter milik Kantor Camat tersebut mereka bersama anak-anak tinggal sementara, tidur beralaskan tikar. Ada sekitar 41 keluarga menurut data kecamatan yang menjadi korban banjir bandang.
Dampak Banjir Bandang
Desa Simangulampe berada di Lembah Bakara, berada di bawah Desa Habeahaan dan Desa Sitolu Bahal Kecamatan Lintong ni huta, dengan kemiringan lereng bukit sekitar 70 derajat.
Ini merupakan banjir bandang terparah yang pernah mereka alami. Korban jiwa yang ditemukan meninggal ada dua orang dan yang belum ditemukan 10 orang sampai laporan ini dituliskan.
Selain itu ada sekitar 12 rumah yang rata dengan tanah, 18 rumah rusak berat, dua rusak sedang, tiga rusak ringan dan enam terdampak. Selain rumah, Hotel Senior Bakara dan Gereja Katolik Simangulampe juga terdampak banjir bandang.
Adapun luas wilayah yang dilanda banjir bandang sekitar 11 hektar dari hasil pengukurangoogle earth. Sedangkan tata guna lahan wilayah banjir bandang terdiri dari pemukiman, perladangan, persawahan dan kuburan.
Sebagian besar sawah baru ditanami padi, sedangkan perladangan ditanami tanaman hortikultura seperti sayuran, tomat, cabai, bawang merah dan jagung. Beberapa ladang sayuran dan bawang sudah siap panen. Selain tanaman, ternak mereka seperti babi, ayam, kerbau juga menjadi korban.
Selain korban jiwa dan material, dampak banjir bandang juga masih menyisakan trauma bagi masyarakat Desa simangulampe secara umum. Mereka merasa ketakutan jika hujan turun.
Penyebab Banjir Bandang
Molo litok aek di toruan, tingkiron ma tu julu adalah pepatah yang digunakan leluhur orang Batak yang artinya kalau air keruh di hilir maka kita harus melihat ke hulunya.
Banjir bandang tidak datang tiba-tiba, tapi pasti ada penyebabnya. Awalnya beredar informasi di kalangan masyarakat dan pemerintah setempat, bahwa bencana tersebut disebabkan oleh adanya muntahan batu dari perut bumi. Argumen ini bukan tanpa sebab, karena sekilas pandang, tidak terlihat sumber asal-muasal bebatuan tersebut.
Ada beberapa penyebab banjir bandang tersebut, antara lain:
- Deforestasi Menyebabkan Rusaknya Resapan Air di Hulu
Tim KSPPM, pada Minggu, 3 Desember 2023, sekitar pukul 13.00 Wib mencoba mencari penyebab banjir bandang dengan menggunakan drone. Hasilnya, bahwa banjir bandang tersebut salah satunya disebabkan oleh meluapnya sungai atau aek atau rura Sibuni-buni. Menurut masyarakat setempat Aek sibuni-buni tersebut sempit dan debitnya kecil. Selama ini berfungsi mengairi sawah di sekitarnya. Jadi tidak ada bayangan bahwa air sungai ini akan meluap.
Dengan menggunakan drone, KSPPM pun menelusuri hulu Aek Sibuni-buni tersebut yang menurut warga dikenal dengan nama Dolok Sibuni-Buni. Hulu Aek Sibuni-buni tepatnya berada di Desa Sitolu Bahal Kecamatan Lintong Ni Huta. Sedangkan beberapa masyarakat di Baktiraja menyebutnya dengan wilayah Parhomangan.
Ada terlihat beberapa titik longsor di hulu. Aliran Aek Sibuni-buni yang tadinya menurut masyarakat sungai sempit terlihat menganga. Kondisi hulu memang sudah sangat meprihatinkan dimana terlihat ada kegiatan penebangan hutan di atas. Bahkan ada juga hamparan tanaman monokultur eukaliptus seluas sekitar 15,6 hektar yang baru dipanen. Dari video masih terlihat log-log kayu eukaliptus yang tidak diangkut. Di beberapa titik banjir bandang di Simangulampe juga ditemukan banyak potongan kayu eukaliptus yang hanyut terbawa air dan lumpur. Pada tahap pemanenan eukaliptus juga dilakukan pembukaan jalan yang merusak anak-anak sungai. Beberapa anak sungai yang ada di sekitar areal euakliptus tersebut tertutup oleh log-log kayu eukaliptus.
- Hutan Lindung ditanami Eukaliptus dan menjadi lahan pertanian
Kalau dilihat dari fungsi berdasarkan Peta SK No.8088 Tahun 2018 tentang Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Utara, lokasi tanaman Eukaliptus tersebut memiliki fungsi Hutan Lindung, yang harusnya tidak dirusak atau dialihfungsikan . Artinya ada pembiaran dari pengelola hutan. Kejadian seperti ini memang bukanlah hal yang jarang ditemukan di Kawasan Danau Toba, dibanyak tempat banyak ditemukan eukaliptus walau fungsinya adalah Hutan Lindung.
Pada investigasi lanjutan yang dilakukan tim KSPPM di Desa Sitolu Bahal Lintong Ni Huta, pada Senin, 4 Desember 2024, masyarakat mengatakan bahwa tanaman eukaliptus tersebut sudah dipanen dua-tiga bulan lalu, oleh Marga Manullang. Mereka tidak tahu persis ke mana pohon-pohon eukaliptus yang dipanen tersebut diangkut.
Menurut salah seorang warga di Desa Habeahan Kecamatan Lintong Ni Huta, bahwa hamparan eukaliptus tersebut adalah merupakan hutan alam. Namun oleh program reboisasi mulai bercampur dengan pohon pinus dan terakhir berganti menjadi tanaman eukaliptus. Perubahan ini terjadi dalam sepuluh tahun terakhir.
Selain ditemukan hamparan eukaliptus, di hulu juga sudah banyak hutan yang sudah beralih menjadi areal pertanian, yang ditanami kopi, tanaman muda, cabe dan lain-lain.
Dan sama sekali tidak ada pohon-pohon pelindung di tebing yang berada di atas lembah Bakara. Hal ini sangat berpotensi menimbulkan bencana banjir bandang di desa-desa di bawahnya.
- Tingginya Intensitas hujan
Tiga hari sebelum banjir bandang, Desa Simangulampe sudah diguyur hujan dengan curah hujan sedang menurut data BMKG sebagaimana disampaikan oleh Ramos, Kordinator BMKG Wilayah Sumatera pada Minggu, 3 Desember 2023 (metrodaily.jawapos.com)
Seminggu sebelum kejadian, di Desa Martodo (Marbun Tonga-Tonga Dolok) di Kecamatan yang sama, tepatnya 14 November 2023, juga telah terjadi banjir bandang akibat meluapnya Sungai Aek Silang yang hulunya berada di Kecamatan Pollung.
Kecamatan Bakti Raja yang posisinya berada di lembah Bakara, memang saat ini sangat rentan bencana ekologis, melihat curah hujan yang tinggi dengan hulu yang sudah dalam kondisi kritis. Resapan air sudah tidak ada, sehingga sungai dan anak-anak sungai rentan meluap dimusimpenghujan.
Rusaknya resapan air di hulu Lembah Bakara, tidak bisa dipisahkan dari berbagai aktivitas pembabatan hutan di hulunya. Ada beberapa aktivitas besar di hulu Lembah Bakara, seperti tanaman monokultur eukaliptus milik PT Toba pulp Lestari (TPL), PLTA/MH, dan proyek Food Estate.
- Perubahan tutupan hutan dan vegetasi hutan yang semakin sedikit
Seperti disebutkan di atas, menurut beberapa warga di Desa Sitolu Bahal dan Habeahaan, dulunya tebing-tebing tersebut adalah hutan alam dengan vegetasi yang beragam. Namun saat ini tutupan hutan sudah hampir tidak ada. Jika ada tutupan hutan vegetasinya hanya eukaliptus dan pinus. “Lahan eukaliptus itu dulunya adalah hutan alam”, kata seorang Bapak di Desa Sitolu Bahal, Lintong Ni Huta.
Tutupan hutan sangat berpengaruh pada sifat hidrologis Daerah Aliran Sungai dan daerah tangkapan air. Tutupan hutan sangat berpangaruh terhadap terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Pada musim hujan semakin banyak tutupan hutan, maka semakin lambat proses air turun ke tanah. Apalagi alam kondisi intensitas hujan yang tinggi dan curah hujan tinggi, maka jika tutupan hutan tidak ada, maka air yang datang akan langsung masuk ke sungai mengakibatkan luapan dan mengikir permukaan bukit yang dalam kasus Simangulampe merupakan bebukitan yang mengandung batuan besar.
Sifat dan karakteristik hidrologis air sungai di hulu Simangulampe sudah banyak mengalami prubahan sejak semakin berubahnya tutupan hutan di atas. Aek Sibuni-buni, menurut masyarakat setempat debit airnya sangat kecil sejak dulu, sehingga tidak banyak yang menduga bahwa akan ada peristiwa banjir bandang yang disebabkan oleh Aek Buni-buni. Bahkan Sebagian besar menduga bebatuan muntah dari perut bumi.
Kesimpulan :
- Banjir bandang di Desa Simangulampe merupakan bencana ekologis yang disebabkan oleh deforestasi yang berlangsung masif di hulu dalam hal ini Desa Habeahan dan Desa Sitolu Bahal Kecamatan Lintong Ni Huta Kabupaten Humbang Hasundutan. Sama halnya dengan banjir bandang yang terjadi di Desa Martodo, juga disebabkan oleh deforestasi di DAS Aek Silang.
- Tutupan hutan yang rusak dan vegetasi hutan yang hilang.
Deforestasi di hulu yang berfungsi hutan Lindung sudah terjadi lebih dari sepuluh tahun, tanpa ada tindakan apapun dari pengelola hutan. Tutupan hutan yang beralih dari hutan alam menjadi hamparan eukaliptus, pinus dan lahan pertanian sudah tidak mampu menahan air, sehingga jika kemarau anak sungai akan kekeringan dan jika curah hujan tinggi maka akan meluap dan berpotensi menyebabkan banjir bandang.
- Ada pemanenan Eukaliptus seluas sekitar 15,6 hektar dalam dua-tiga bulan terakhir yang dibarengi dengan pembukaan jalan pada saat pemanenen. Kegiatan ini merusak anak-anak sungai yang mengalir ke Aek Sibuni-buni. Mengakibatkan di beberapa tempat ada genangan-genangan air yang berkumpul di hulu, dan ketika hujan deras dan panjang, genangan-genangan itu tumpah bersama air hujan yang deras menghantam sungai Aek Sibuni-buni dan dinding-dinding sungai yang mengandung batu-batuan besar.
Rekomendasi :
- Melihat dampak yang ditimbulkan, pemerintah harus memberikan tindakan tegas terhadap pelaku-pelaku pengerusakan hutan dihulu lembah Bakara tanpa diskriminasi. Dan memaksa semua pihak yang terlibat dalam pengerusakan hutan dihulu bertanggungjawab atas dampak yang sudah ditimbulkan.
- Mencabut izin-izin perusahaan yang merusak ekosistem di Kawasan Danau Toba, dan mengancam kehidupan puluhan ribu jiwa masyarakat yang ada di lembah-lembah di Kawasan Danau Toba. Pemerintah harus benar-benar mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Kehidupan manusia yang sudah berabad-abad di lembah bakara dan lembah-lembah lain di Kawasan Danau Toba jauh lebih penting dari keuntungan sesaat yang dibeirkan oleh perusahaan-perusahaan perusak lingkungan.
- Pemerintah Kabupaten di Kawasan Danau Toba harus memiliki Rencana Aksi Daerah (RAD) Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim yang menjadikan masyarakat adat dan masyarakat lokal sebagai subyek dari RAD tersebut. Memastikan RAD diimplementasikan dengan baik, mengingat sangat banyak desa yang rentan mengalami banjir bandang.
Ada lebih empat puluhan desa dengan jumlah penduduk lima puluh ribuan jiwa yang rentan menghadapi bencana banjir bandang di Kabupten Samosir, Taput dan Humbang Hasundutan (belum termasuk kabupaten lainnya di Kawasan Danau Toba, antara lain:
- Kabupaten Samosir :
- Buntu Mauli, Cinta Maju, Holbung, Janji Raja, Sabulan, Tamba Dolok (Kecamatan Sitio-tio)
- Aek Sipitudai, Boho, Bonan Dolok, Hasinggahan, Huta gurgur, Sianjurmula-mula, Siboro, Simarihit, Singkam (Kecamatan Sianjur Mula-mula)
- Dolok Raja, Hariara Pohan, Janji Martahan, Turpuk Sihotang, Sampur toba, Turpuk Limbong, Turpuk Malau, Turpuk sagala (Harian)
- Kabupaten Humbang Hasundutan
- Tipang, Marbun Toruan, Siunong unong julu, Simamora, Sinambela, Simangulampe, dan Martodo.
- Kabupaten Tapanuli Utara:
- Huta nagodang, Sitanggor, Huta lontung, Papande, Sampuran, Silali toruan, Bariba ni Aek Sibandang, Unte Mungkur, Dolok maihumbur, Batu binumbun dan Aritonang
- Perlu ada tindakan kolektif semua pihak untuk memperbaki tutupan hutan dngan berbagai vegetasi khususnya didaerah-daerah yang memiliki fungsi lindung.Karena tutupan hutan merupakan canopy perlindungan bagi resapan air dan aliran sungai yang berfungsi hidrologis.
- Tindakan yang sangat penting paska bencana adalah pemerintah harus memastikan adanya pemenuhan hak-hak korban banjir bandang di Simangulampe dan yang lainnya, seperti hak atas hidup yak layak, aman dan nyaman. Pemulihan rumah-rumah, persawahan dan perladangan masyarakat dan juga ruang-ruang ekonomi lainnya. Hal ini sangat penting melihat paska bencana biasanya lahan-lahan yang tertimbun material banjir bandang seringkali menjadi beban korban itu sendiri, dengan alasan pemerintah tidak memiliki anggaran yang cukup.
Siborongborong, 4 Desember 2023
Anggota tim:
- Delima Silalahi (0813-6276-0428)
- Roki Pasaribu (0852-5262-4955)
- Tara Tarigan
- Reny Hutagalung
- Bona Purba
- Darma Naibaho
- Josua Sihite
- Benni Pasaribu