Rabu, 16 Agustus 2023, KSPPM bersama Sekolah Tinggi Theologia (STT) HKBP Pematangsiantar, Huria Kristen Indonesia (HKI), dan Toba Initiatives melakukan diskusi Tuan Manullang : Kemandirian Gereja dan Gerakan Agraria di Aula STT Pematangsiantar. Kegiatan ini dihadiri oleh 150 mahasiswa STT HKBP Pematangsiantar, dosen, para pendeta, dan masyarakat sipil. Diskusi ini dilakukan untuk merefleksikan kembali perjuangan Tuan Manullang mempertahankan Tanah Batak pada masa kolonial, diskusi ini relevan untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia, karena banyak pihak sedang memperjuangkan agar Tuan Manullang dijadikan pahlawan nasional karena turut berkontribusi mengusir penjajah dari Indonesia.
Dian Purba dari Toba Initiatives, menjelaskan bagaimana Tuan Manullang melakukan perlawanan dan terus mengikuti kekristenannya. Para peserta dibuat terpesona pada sejarah hidup Tuan Manullang serta gerakan-gerakan yang dilakukannya. Perspektif sejarah yang disampaikan Dian Purba telah ‘meluruskan’ berbagai fakta sejarah yang selama ini disalah paham oleh orang Batak. Kisah hidup Tuan Manullang dan spirit perlawanan yang sangat berpengaruh berasal dari Sisingamangara, yang mana masa kecil Tuan Manullang sangat dekat dengan Sisingamangaraja, seorang pahlawan dari Tanah Batak.
Pdt. Dr. Hulman Sinaga, M.Th selaku Ketua STT HKBP Pematangsiantar juga memiliki refleksi yang mendalam mengenai Tuan Manullang dan pemaknaan atas tanah menurut kitab Perjanjian Lama. Benar pula bahwa kitab Perjanjian Lama lebih banyak membahas persoalan bumi termasuk tanah dibandingkan membahas persoalan surgawi karena baginya, tanah adalah persoalan yang penting di Perjanjian Lama. Perebutan tanah dan perjuangan mempertahankan tanah di Israellah yang paling banyak dibahas di kitab tersebut. Gagasan utama perjanjian lama menurut Dr. Hulman Sinaga adalah, tanah tidak boleh diperalat untuk menindas orang lain dan tanah tidak boleh menumpuk ditangan satu orang seperti praktik konsesi yang hari ini terjadi. Tanah harus dimaknai sebagai sumber penghidupan bersama atau komunal bukan individual. Baginya, perjuangan Tuan Manullang di Tanah Batak sesungguhnya adalah perjuangan mengikut perintah Allah. Pemahaman tersebut menjadi bukti keberpihakan STT HKBP Pematangsiantar terhadap perjuangan komunitas-komunitas masyarakat adat di Tanah Batak yang sedang memperjuangkan hak-hak tradisionalnya.
“Orang yang kehilangan tanah maka akan kehilangan identitas sebagai umat Allah”, sebut Dr. Hulman Sinaga, seorang ahli Perjanjian Lama tersebut.
Senada dengan pernyataan tersebut, Pdt. Dr. Langsung Sitorus seorang Emeritus Ephorus HKI tampaknya begitu mengenal Tuan Manullang secara dekat melalui buku-buku yang dibacanya. Ia meyakini bahwa Tuan Manullang adalah pengikut Sisingamangaraja dan tetap memegang prinsip yang dimiliki Sisingamangaraja untuk mempertahankan Tanah Batak dari penjajahan dan perbudakan. Tuan Manullang melakukan pengorganisasian di Tanah Batak, ia berjalan kaki dari Sibolga hingga Tarutung dan melakukan diskusi di kampung-kampung untu mendirikan Hatopan Kristen Batak (HKB) yang terinspirasi dari Sarekat Islam. Organisasi ini diharapkan menjadi wadah perjuangan orang Kristen Batak untuk mempertahankan Tanah Batak dari kolonial.
Pada masa itu, Belanda mengatakan bahwa lebih baik Tanah Batak dijadikan perkebunan daripada kosong dan tidak produktif tetapi Tuan Manullang berterus terang bahwa padang-padang adalah tempat makan kerbau, dan hutan adalah tempat tumbuhnya haminjon. Benar pula bahwa sejak ratusan tahun lalu, orang Batak telah hidup dari hasil hutan seperti haminjon dan mengandalkan parjampalan (pada rumput) untuk mengembala ternak. “Sangat hina mereka yang mendukung pelepasan tanah untuk memperkaya diri sendiri”, ucap Dr. Langsung Sitorus.
Tuan Manullang tidak hanya dekat dengan isu-isu agraria dan gereja, tetapi Ia juga telah mendirikan sepuluh sekolah Methodist di Jawa dan menurunkan biaya sekolah yang sebelumnya berjumlah 2,5 gulden menjadi 25 sen. Lalu Tuan Manullang dituduh korupsi dan dikeluarkan, hal tersebut yang membuat Tuan Manullang kembali ke Tanah Batak.
Rocky Pasaribu dari KSPPM yang menjadi fasilitator dalam diskusi ini juga menyampaikan bahwa Tanah Batak hari ini juga sedang direbut oleh industri, masyarakat adat hari ini sedang melanjutkan perjuangan Tuan Manullang. Tanah Batak yang dulu dipertahankan Tuan Manullang telah dirusak oleh perusahaan rakus tanah, hutan yang dulu diperjuangkan Tuan Manullang agar tidak dijadikan perkebunan kini telah menjadi perkebunan eucalyptus dan mengusir masyarakat adat Batak dari tanahnya. Tidak hanya itu, hulu sungai mengering dan Danau Toba semakin menyurut. Berbagai kebijakan yang top-down telah memiskinkan masyarakat adat Batak.
“Kini, gereja dan kampus-kampus harus melanjutkan perjuangan Tuan Manullang bersama-sama dengan masyarakat adat. Berbagai praktik pemiskinan dan upaya kriminalisasi dialami masyarakat adat karena memperjuangkan tanah, hal ini juga dialami oleh Tuan Manullang. Mari kita lanjutkan spirit perjuangan beliau”, tambah Rocky.