Dalam rangka memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia yang diperingati setiap tanggal 10 Desember 2020, Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) bekerjasama dengan KT Subur Tani Desa Buntu Mauli dan Pemerintah Desa Buntu Mauli melaksanakan diskusi “Menuju Desa Ramah Perempuan” yang dilakukan pada, Sabtu 12 Desember 2020 di halaman Kantor Kepala Desa Buntu Mauli, Kecamatan Sitio-Tio, Kabupaten Samosir.
Kristina Sitanggang, Koordinator Panitia, menjelaskan bahwa baru-baru ini Kementerian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menerbitkan sebuah Peraturan Menteri yakni Permendes No 13 Tahun 2020 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021 untuk membantu pencapaaian Tujuan Pembangan Berkelanjutan (SDG’s).
Dalam Permendes tersebut mewujudkan Desa Ramah Perempuan menjadi salah satu prioritas di tahun 2021 sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam mengintegrasikan HAM dan SDG’s dalam pembangunan di semua level, yang dimulai dari tingkat desa. Oleh karena itu, isu ini harus benar-benar dipahami oleh masyarakat di desa, sehingga melahirkan tindakan bersama mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan juga kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.Bapak Oloan Sinaga.
Kepala Desa Buntu Mauli, menjelaskan bahwa sampai saat ini kasus KDRT dan kekerasan seksual belum ada terjadi di Desa Tersebut. Namun walaupun belum ada kasus yang dilaporkan kepada pemerintah desa, diskusi-diskusi terkait ini perlu terus ditingkatkan untuk menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat di desa terkait isu-isu perempuan.
“Mewujudkan Desa ramah perempuan menjadi kebutuhan mendesak, mengingat dalam kenyataannya baik di kota maupun di desa masih banyak kebijakan yang tidak berpihak terhadap perempuan, kasus kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan masih tinggi, diskriminasi dan ketidakadilan terhadap perempuan juga masih sering terjadi. Dan ini juga bentuk masih lemahnya negara melindungi hak asasi perempuan dan anak”, kata Delima Silalahi, Direktur Program KSPPM.
Delima menambahkan bahwa untuk mewujudkan desa ramah perempuan ini, semua pihak, pemerintah, organisasi masyrakat sipil, lembaga agama, lembaga Pendidikan dan juga masyarakat desa sendiri harus berpartisipasi aktif dan bekerjasama satu dengan yang lain, KSPPM sebagai NGO yang selama ini mendampingi petani dan masyarakat adat juga bertanggungjawab melakukan penyadaran dan edukasi terkait isu -isu HAM. Oleh karena itu, ke depan juga KSPPM bersedia menjadi mitra pemerintah desa Buntu Mauli mewujudkan Desa Ramah Perempuan.
“Ada beberapa indikator untuk mewujudkan desa ramah terhadap perempuan diantaranya kebijakan yang responsif gender yang dilakukan dengan menyusun Peraturan Desa tentang pemberdayaan perempuan, memiliki fasilitas infrastruktur yang ramah perempuan, Desa memiliki pos pengaduan bagi perempuan, pendampingan dan pemulihan korban yang mengalami kekerasan, keterlibatan perempuan di Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan perangkat desa, keterlibatan perempuan dalam menghadiri musyawarah desa dan berpatisipasi dalam pembangunan di desa, pemberdayaan ekonomi perempuan berbasis rumah tangga, pelatihan kewirausahaan, dan pembentukan serta pelatihan bagi kader desa tentang gender”, papar Ester Ritonga, aktifis Perempuan Sumatera Utara.
Bapak Amon Sormin, Kepala Dinas Pemberdayan Perempuan, Anak dan Masyarakat Desa Kabupaten Smaosir juga menjelaskan gambaran umum terjait Rencana Aksi Daerah dan pengintegrasian SDG’S-HAM dan program pembangunan yang sudah berlangsung selama ini dan yang sudah direncanakan ke depannya. Sebagai Kepala Dinas yang membidangi pembangun desa, Pak Sormin juga menyampaikan bahwa saat ini Desa diberikan kewenangan yang lebih luas memanfaatkan dana desa tidak hanya untuk pembangunan fisik semata, tetapi juga pembangunan sumber daya manusia. Sehingga dia berharap ke depan Pemerintah Desa lebih aktif dan progresif merancang program-program yang meningkatkan kapasitas SDM perempuan di Buntu Mauli. Sehingga kesetaraan dan keadilan gender bisa terwujud dan angka kasus KDRT dan Kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan juga tidak ada lagi.
Dalam sessi diskusi, para peserta juga aktif memberikan pendapat, pandangan dan juga pertanyaan kepada para narasumber. Semuanya sepakat mewujudkan Desa Ramah Perempuan walau banyak tantangan yang harus dihadapi.
***Ditulis oleh Anjela Manuhuruk dan Cristina Sitanggang