Komunitas Golat Simbolon merayakan Bona Taon (red: tahun baru) 2025 pada Kamis, 23 Januari 2025. Bona Taon ini patut dipandang penting karena sekaligus menjadi konsolidasi dan rapat umum tahunan komunitas. Dalam agenda ini, mereka mengevaluasi dan mendiskusikan rencana kerja komunitas selama setahun ke depan.

Pada tahun sebelumnya, Komunitas Golat Simbolon yang berada di Desa Sijambur, Kecamatan Ronggur Ni Huta, Kab. Samosir telah melengkapi data agraria komunitas mereka. Diantaranya melalui pemetaan wilayah adat serta kekayaan alam di dalamnya.
Adapun wilayah adat mereka telah difungsikan sebagai perkampungan, ladang, dan lahan produksi lainnya. Wilayah seluas 1.006,7 hektar ini telah menjadi sumber penghidupan bagi 120 rumah tangga yang tergabung dalam komunitas Golat Simbolon.
Kilas Balik Upaya Perampasan Wilayah Adat Komunitas Golat Simbolon
Tahun 2016 lalu, penggusuran atas nama ‘kawasan hutan negara’ semakin massif dialami warga Desa Sijambur, khususnya Komunitas Golat Simbolon. Perjuangan atas wilayah adat dihadapkan dengan intimidasi suara tembakan polisi, diburu oleh polisi hutan, hingga kriminalisasi.
Perjuangan berbuah manis. Secara legal formal, segala ‘kesakitan’ itu terbayar dengan terbitnya SK Pencadangan Kawasan Hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2018. Pencadangan meliputi wilayah adat Golat Simbolon dan Naibaho, memberi perlindungan hukum bagi komunitas untuk mengelola sendiri wilayah adatnya.
Meski demikian, perjuangan belum berakhir. Komunitas Golat Simbolon terus memperjuangkan kedaulatan mereka atas tanah ulayat. Negara harus mengakui mereka sebagai subjek yang berdaulat di atas tanah adatnya, melindungi dan memulihkan hak-hak mereka sebagai masyarakat adat.
Saat ini, Komunitas Golat Simbolon terus melakukan konsolidasi dengan berbagai elemen gerakan sosial yang mendukung perjuangan masyarakat adat. Salah satu strategi advokasi yang dilakukan adalah mendorong Pemkab Samosir untuk menerbitkan Peraturan Daerah mengenai Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di Kabupaten Samosir.

Tanah sebagai Sumber Hidup dan Penghidupan
Terlepas dari segala ketakpastian hukum, anggota Komunitas Golat Simbolon merasakan kemenangan besar, karena berhasil mempertahankan wilayah adat mereka. Mereka terus berproduksi di atasnya, dan meneruskan hidup dari hasil produksi di atas tanah adat mereka.
Dalam agenda Bona Taon ini, mereka bersepakat bahwa pengaturan ulang atas luasan tanah yang dikuasai dan diusahakan tiap rumah tangga berkontribusi pada peningkatan pendapatan anggota.
Mereka memang telah melakukan penataan penguasaan lahan, dimana wilayah adat dibagi merata untuk seluruh anggota, yang dikelola secara individu. Mereka pun menyadari, pengelolaan secara individu telah membuat mereka menjauh dari organisasi dan agenda bersama komunitas, yang selama ini telah diperjuangkan bersama. Hal ini menjadi topik utama yang dibahas dalam agenda ini.
Sejak Juni 2024 lalu, sebagian anggota komunitas telah melakukan berbagai upaya pembenahan. Diantaranya dengan merutinkan Kembali pertemuan bulanan, membentuk peraturan organisasi yang mendisiplinkan para anggota.
Komunitas Golat Simbolon: Memperkuat Pejuangan dengan Inisiatif DaMaRA
Seiring pembenahan ini, Golat Simbolon juga mulai menerapkan inisiatif gerakan Desa Maju Reforma Agraria (DaMaRA) bersama Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA). Mereka masih terus melakukan penataan keorganisasian, yang akan berkonsekuensi pada tata kuasa, tata guna, tata produksi, tata distribusi, hingga tata konsumsi komunitas.
Dalam aspek keorganisasian, mereka melakukan restrukturisasi pengurus organisasi dan pembagian peran dalam komunitas. Restrukturisasi ini dilandasi semangat kesetaraan, dimana selain representasi gender struktur ini juga mewakili Marga Raja keturunan Bius dan Marga Boru. Regenerasi kepengurusan menjadi tantangan lain yang dihadapi komunitas.
Berdasarkan kesepakatan Bona Taon, Karmin Simbolon terpilih sebagai ketua komunitas; Belesman Sinurat terpilih sebagai wakil ketua; Doharson Ambarita terpilih sebagai sekretaris; Nasir Simbolon terpilih sebagai bendahara; dan Nai Yansen br. Nainggolan terpilih sebagai wakil bendahara.

Dalam hal tata kuasa, mereka dihadapkan dengan tantangan peralihan tanah yang dikuasai oleh anggota komunitas. Peralihan ini dilatari berbagai hal, termasuk karena belum adanya perencanaan bersama atas penggunaan dan produksi atas wilayah mereka.
Masalah tata kuasa tanah ini menjadi penting karena konsekuensinya yang sangat besar. Pertama, terdapat potensi konsentrasi penguasaan tanah, sehingga disepakati bahwa peralihan hak atas tanah harus dibahas di dalam rapat dan diputuskan oleh seluruh anggota. Juga tanah perjuangan tidak boleh beralih ke pihak di luar komunitas. Kedua, tata kuasa yang tidak terkoordinir juga akan mengurangi jumlah anggota seiring berpindahnya hak atas tanah.
Melalui tata kuasa, komunitas hendak memastikan tanah benar-benar sebagai alat produksi bukan komoditas yang dengan mudah dijual-beli. Pemetaan partisipatif dan kelengkapan data agraria yang telah dilaksanakan sejak tahun lalu akan terus diperbaharui, sehingga penguasaan tetap dalam prinsip Reforma Agraria.
Ke depan, mereka akan melakukan pertemuan rutin untuk menyepakati pentaan penggunaan tanah dan produksi bersama. Kerja-kerja kolektif menjadi penting, sebab selain memperkuat solidaritas komunitas juga akan mengamankan perekonomian seluruh anggota komunitas.
Jika semua berjalan sesuai rencana, maka perjuangan Komunitas Golat Simbolon menjadi pembelajaran berharga bagi gerakan pendudukan tanah berbasis adat. Adat adalah pintu masuk, tanah adalah capaian awal, usaha pertanian bersama dan terencana adalah tujuan selanjutnya.