Pendudukan tanah entah itu oleh penggarap maupun klaim berbasis identitas pasti atau seharusnya memiliki nafas yang sama bahwa ‘tanah adalah awal’.
Berhasilnya tanah diduduki adalah pintu masuk menuju kolektivisasi usaha pertanian sehingga bisa berbuah kesejahteraan bagi semua yang terlibat.
Itulah inti dari pelaksanaan Bona Taon Komunitas Golat Naibaho, Desa Sijambur, Ronggur Ni Huta, Kabupaten Samosir pada hari Jumat, 31 Januari 2025.

Komunitas yang beranggotakan 75 rumah tangga ini sudah memulai proses pendudukan tanah sejak 2016. Secara bertahap mereka mulai menguasai lahan dan dibagi merata bagi seluruh anggota yang turut berjuang. Secara hukum, walau sudah menerima SK Pencadangan Kawasan Hutan dari KLHK bersama Golat Simbolon, belum ada kepastian karena ketiadaan Peraturan Daerah yang mengakui dan melindungi Masyarakat Adat di Kabupaten Samosir.
Karena itulah, pendudukan lahan menjadi fokus. Namun, terbaginya tanah per rumah tangga justru menyulitkan komunitas ini untuk lebih terorganisir. Setiap rumah tangga mulai mengelola lahan masing-masing dan lepas dari organisasi. Tidak ada dimensi kolektif/kebersamaan dalam prosesnya.
Inilah yang ingin dievaluasi dalam tahap pendudukan tanah kali ini. Di lahan yang dinamai limut-limut, komunitas mulai memikirkan cara bagaimana pertanian bisa berjalan dengan lebih terorganisir.
Ini penting, karena pertanian yang terencana akan berdampak pada produktivitas, pemendekan rantai distribusi, dan memastikan nilai komoditas tersalur lebih banyak kepada seluruh anggota komunitas. Tidak terencananya pertanian akan berimplikasi pada kualitas tanah, harga pasar, dan ketakseimbangan biaya produksi dengan hasil panen.
Seluruh anggota sepakat dan sadar akan kelemahan usaha pertanian individu. Karena itulah, organisasi yang sempat ‘tidur’ selama kurang lebih tiga tahun dihidupkan kembali.
Dengan kelengkapan organisasi seperti peraturan, pengurus, dan kewajiban kontribusi anggota.
Pada tahap pendudukan limut-limut ini, komunitas Golat Naibaho sudah melakukan beberapa persiapan. Di antaranya, membangun Sopo Perjuangan sebagai tempat diskusi dan pengambilan keputusan secara kolektif. Sopo ini adalah fasilitas perjuangan dan upaya kolektivisasi di samping kekuatannya yang secara simbolis menyatukan seluruh anggota.
Terlihat di lahan, sudah mulai tumbuh jagung, dan fasilitas pendukung pertanian seperti pagar pelindung ternak, jalur transportasi, yang melengkapi sopo perjuangan. Pemandangan ini adalah wujud semangat awal, yang membangkitkan harapan transformasi perjuangan bersama.
Walau diwarnai naik-turun dan berbagai dinamika dari luar dan dalam komunitas, pembenahan organisasi sejak April 2024 hingga bona taon ini memperlihatkan munculnya semangat para anggota untuk menata usaha pertanian yang lebih terencana. Saat ini memang lahan masih cenderung seragam, ditanami jagung. Tapi seluruh anggota menyatakan, ini hanya soal konsolidasi. Disepakatinya peraturan dan jadwal pertemuan bulanan adalah wadah untuk menata ulang semuanya. Tahun 2025, jika pembenahan organisasi berjalan baik, maka pengembangan usaha pertanian adalah program utama komunitas ini.
Disepakati beberapa program turunan seperti pembibitan, pelatihan/pengembangan kapasitas, dan pendataan komoditas dengan analisis lingkungan dan pasar yang lebih maju. Mereka berharap, dengan dukungan rekan juang seperti KSPPM, dapat dihadirkan ahli pertanian di beberapa bidang spesifik seperti ilmu tanah, pengendalian hama dan penyakit, serta agronomi. Inisiatif ini harus hadir dari komunitas, guna berselancar di tengah abainya pemerintah terhadap pengembangan ekonomi sektor pertanian.

Pertanian semakin luput dari perhatian pemerintah khususnya di Samosir yang mengedapankan pariwisata. Ini mengancam ruang produksi petani dan masyarakat adat. Maka, usaha pertanian yang terencana adalah cara Golat Naibaho bertahan dan membuktikan bahwa pendudukan tanah secara kolektif dapat membuahkan kesejahteraan.
Meski saat ini lahan masih dibagi dengan status hak kelola pribadi dengan luasan yang sama, komunitas berharap paling tidak di perencanaan mulai dari tata ruang, variasi komoditas, dan kalender pertanian. Karena itu jugalah mereka berharap dapat secara ilmiah mengelola lahan, dengan pengembangan pengetahuan pertanian, dan mengundang ahli terkait yang bisa menunjang pertanian yang tidak hanya terencana namun terukur secara ilmiah, dan paling penting menguntungkan secara ekonomi dan ekologi.
Dengan kata lain, mereka sebenarnya ingin melahirkan dialog antara kearifan lokal dan ilmu pengetahuan.
Bona Taon 2025 ini adalah awal. Paling tidak, Komunitas Golat Naibaho sudah sepaham bahwa menguasai tanah bukanlah akhir perjuangan.
