Pembelajaran dari Bali
Pada 12-14 Maret 2022 lalu, saya dan Leorana Sihotang bersama Menti Pasaribu dari Komunitas Masyarakat Adat Natinggir dan Hotmita Sinaga dari Serikat Tani Kabupaten Samosir berkesempatan belajar peternakan dan pertanian ke Yayasan Maha Bhoga Marga (MBM) di Badung, Bali.
MBM adalah sebuah yayasan nirlaba yang bertujuan meningkatkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat pedesaan melalui berbagai program ekonomi dan kesehatan skala kecil. MBM adalah Departemen Layanan dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Gereja Kristen Protestan di Bali yang berdiri sejak tahun 1982.
Bertahan di masa pandemi Covid-19
Salah seorang peternak yang kami kunjungi adalah Kadek Marta dari Desa Wanagiri, Kecamatan Suka Sada, Kabupaten Bulele. Sebelum pandemi Covid-19, beliau bekerja sebagai tukang. Namun kondisi pandemi memaksa Kadek untuk beralih profesi. Selama enam bulan terakhir ini, Kadek bersama dengan kelompoknya beternak kambing. Mereka beternak kambing dengan pakan fermentasi. Bahan yang digunakan adalah hijauan 70%, dedak 30%, EM4 1% dengan jumlah air sebanyak 100 liter. Pakan tersebut didiamkan di dalam drum selama 10 hari agar bisa dikonsumsi kambing. Pakan fermentasi ini sangat membantu para peternak yang tidak memiliki lahan yang luas sebagai sumber hijauan.
Kambing-kambing tersebut dipelihara di dalam kandang. Tujuannya agar kotorannya bisa terkumpul dan dimanfaatkan menjadi pupuk kandang untuk pengembangan pertanian selaras alam. Pengurusan kambing di dalam kandang tidaklah begitu sulit. Hanya diberi makan dua kali sehari dan minum sekali dua hari. Kandangnya dibuat dari bambu sehingga kotoran akan berjatuhan ke bawah kandang. Hal ini memudahkan peternak mengumpulkan kotoran kambing tersebut.
Saat ini Kadek Marta bersama dengan kelompoknya telah memproduksi kompos kambing. Bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pertanian kelompok saja, tapi juga memenuhi kebutuhan kompos kelompok dampingan MBM lainnya. Kelompok ternak Kadek sudah mampu memproduksi kompos sebanyak 150 zak (15 kg/zak) perhari dengan harga 25.000 rupiah. Beternak kambing menjadi pekerjaan baru agar bisa bertahan di masa covid-19. Untuk menambah penghasilan, kelompok Kadek juga berencana akan memproduksi susu kambing etawa.
Menurut saya, beternak kambing menjadi salah satu usaha yang menarik untuk dikembangkan di Kawasan Danau Toba, khususnya di kelompok-kelompok dampingan KSPPM karena melimpahnya tanaman hijau yang bisa dimanfatkan sebagai pakan kambing. Jadi, tidak harus membuat pakan fermentasi. Alasan lainnya, beternak kambing juga tidak membutuhkan banyak air seperti babi yang harus dimandikan dan kandangnya harus dibersihkan setiap hari. Kebutuhan akan kompos untuk pertanian juga bisa terpenuhi; selain itu, susu kambing juga bisa diproduksi untuk menambah penghasilan.
Beternak Babi dengan Murah dan Mudah
Para peternak babi pada umumnya memberi pada ternaknya pakan yang dimasak atau pakan kering (konsentrat) bikinan perusahaan. Pakan yang dimasak ini membutuhkan banyak waktu sedang pakan pabrikan membutuhkan banyak modal. Saat ini MBM memiliki alternatif yang lebih mudah dikerjakan dengan modal yang lebih kecil. Model peternakan yang baru ini adalah penggunaan pakan fermentasi, dengan prinsip yang tetap sama, yaitu: kandang harus bersih, air harus tersedia dan vaksin setelah berumur 35 hari.
Kadek King dari Desa Baturiti, Bali, adalah seorang peternak babi dengan pakan fermentasi. Beliau menjelaskan pengalamannya beternak babi dengan pakan konsentrat. Dalam 5 hari Kadek King harus mengeluarkan biaya sebanyak dua setengah juta rupiah untuk membeli 5 zak konsentrat untuk 11 ekor babi. Sedangkan jika menggunakan pakan fermentasi, beliau hanya membutuhkan 1liter probiotik dengan perbandingan 50 cc untuk 1 liter air (harga probiotik: 170.000 rupiah/liter), 10 kg dedak, tumbuhan yang biasa dijadikan pakan babi seperti batang serta daun talas, batang pisang, daun serta batang ubi jalar.
Prosesnya sangat mudah. Pakan babi tersebut dipotong-potong, lalu dicampur dengan dedak. Dedak tersebut berfungsi sebagai makanan bakteri yang akan dicampur dengan pakan. Kemudian pakan tersebut dicampur dengan probiotik yang bakterinya diambil dari lambung babi. Pakan yang sudah dicampur tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diikat dengan rapi. Sesudah 6 jam pakan tersebut sudah bisa digunakan. Selain lebih murah dan lebih mudah, penggunaan pakan fermentasi juga membuat perkembangan babi lebih cepat. Sebabnya, pakan fermentasi menghasilkan 60% nutrisi dan 40% feses. Babi yang dipelihara Kadek King dengan pakan fermentasi bisa mencapai berat 25 kg dengan umur 52 hari. Selain itu, kotoran babi tidak begitu bau dan lebih cepat busuk karena pakannya sudah difermentasi. Dengan begitu, kompos babi bisa lebih cepat dipergunakan.
Selama ini, para peternak babi di kelompok dampingan KSPPM pada umumnya masih memakai pakan yang dimasak atau pakan konsentrat bikinan perusahaan. Beternak babi dengan pakan fermentasi kiranya cocok bagi kelompok-kelompok dampingan KSPPM, sebagai alternatif metode beternak yang lebih murah dan mudah dengan hasil yang lebih memuaskan.
Penghasilan Tambahan dari Pascapanen
Selain mengembangkan pakan fermentasi untuk ternak, MBM juga memberikan pendidikan pengolahan keripik ubi dan keladi bagi perempuan. Ekarin, salah seorang anggota kelompok ternak di Wanagiri, terlibat dalam pengembangan keripik tersebut. Menurutnya, proses membuat keripik tersebut sangat mudah dan hasilnya tidak kalah dengan produksi perusahaan.
Prosesnya dimulai dengan mengiris ubi atau keladi yang kemudian direndam menggunakan kapur sirih selama 15 menit. Setelah itu, ubi atau keladi tersebut dicuci lalu direndam dengan garam. Setelah 15 menit, ubi atau keladi ditiriskan, lalu digoreng. Hasilnya gurih dan layak untuk dipasarkan. Mengingat pandemi covid-19, Bali tidak begitu banyak dikunjungi oleh wisatawan. Untuk membantu, MBM terkadang terlibat dalam pemasaran keripik tersebut.
Pengolahan keripik ini juga cocok untuk dikembangkan di kelompok-kelompok dampingan KSPPM. Bahan-bahan dasar mudah didapat dan tidak harus membeli seperti Ekarin. Pengolahannya juga mudah dan hasilnya tidak kalah dengan keripik pabrikan. Hasil penjualan keripik juga bisa membantu perekonomian rumah tangga.
Pembelajaran dari MBM
Orientasi dan belajar di MBM membuat Menti Pasaribu berkeinginan mengembangkan peternakan kambing di Natinggir, Desa Simare. Menurutnya, beternak kambing dengan metode yang dilakukan oleh Kadek Marta dari Desa Wanagiri sangat menarik. Tumbuhan hijau masih mudah didapat, selain perawatan yang tergolong cukup mudah. Menurutnya, beternak babi dengan pakan fermentasi juga sangat menarik untuk dipraktekkan. Biaya produksi bisa sangat murah. Kendala yang mungkin dihadapi adalah kesulitan mendapatkan probiotik untuk pakan fermentasinya. Menti pasaribu mengatakan akan membagikan ilmu yang sudah didapat kepada anggota komunitas lainnya. Menti Pasaribu bahkan berencana akan mengajak teman-temannya dari Komunitas Op. Nasomalomarhohos untuk mencoba membuat keripik seperti yang sudah dipelajari di Wanagiri.
Hotmita Sinaga juga punya rencana. Dia akan berbagi ilmu dengan anggota kelompok lainnya, yaitu hal-hal baru yang pengerjaannya lebih mudah. Hotmita Sinaga lebih tertarik membuat keripik karena bahan dasar yang mudah didapat di Samosir. Bahkan Hotmita sudah mempraktekkan membuat keripik dari keladi dengan metode yang sudah dipelajari di Wanagiri. Memang masih perlu ujicoba terus hingga rasanya sama seperti yang sudah dipelajari di Wanagiri dan layak untuk dipasarkan.** (Abriani Siahaan)