Sejarah kita sebagai bangsa banyak diisi oleh kerja sama baik antara kaum terdidik dengan rakyat banyak. Kolaborasi demikian adalah formula yang selalu ampuh dalam perjuangan kemerdekaan di manapun, sampai hari ini.
Orang-orang yang mengalami secara langsung ketidakadilan, penyelewengan hak, hingga ancaman terhadap kemerdekaannya tidak bisa dilarang untuk bekerjasama dengan siapapun yang memiliki keresahan serupa dan kerelaan untuk berjuang bersama.
Kritik terhadap kebijakan Pembangunan yang berpotensi merampas hak-hak rakyat sebaiknya disikapi dengan bijaksana, bukan dengan arogansi kekuasaan. Pemimpin seharusnya memaknai kritik sebagai manifestasi kedaulatan rakyat. Suara rakyat tidak hanya dalam selembar surat suara pada saat pemilihan semata. Suara kritis jauh lebih penting sebagai alat kontrol bagi jalannya sebuah kekuasaan yang jika tidak dikontrol akan cenderung menindas rakyatnya.
Pengantar di atas kami sampaikan untuk membuka pikiran Bupati Humbang Hasundutan; Bapak Dosmar Banjarnahor. Ia, secara vulgar menunjukkan ketidaksukaan akan dukungan dari pihak luar terhadap segala bentuk perjuangan dan penyampaian aspirasi oleh warganya di Kabupaten Humbang Hasundutan.
Pertama, pada 12 Februari 2024, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Humbang Hasundutan mengundang Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Tokoh Masyarakat se-Kecamatan Pollung ke Kantor Bupati Humbang Hasundutan. Pada pertemuan tersebut, Pemkab humbang Hasundutan meminta semua yang hadir menandatangani kesepakatan bersama terkait proses penyelesaian permasalahan di Humbang Hasundutan dengan catatan melarang adanya pihak lain yang mendampingi Masyarakat Tanpa Persetujuan Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan. Dan jika melanggar kesepakatan maka Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan tidak bertanggungjawab dengan permasalahan yang terjadi.
Kedua, kami dengarkan langsung. Kelompok Studi & Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), diundang oleh Bupati untuk menghadiri audiensi terkait penyelesaian sengketa tanah Desa Ria-ria pada 5 September 2024 di pendopo kantor bupati Humbang Hasundutan. Kami hadiri undangan tersebut dengan maksud terlibat dalam diskusi perumusan penyelesaian terbaik atas sengketa tanah adat di Humbang Hasundutan yang terjadi sejak hadirnya Proyek Strategis Nasional Food Estate.
Alih-alih beritikad baik membuka diskusi seluas-luasnya, Dosmar Banjarnahor malah memimpin diskusi dengan arogan. Salah satunya mencela bahkan merendahkan para peserta yang hadir dalam audiensi.
Hal tersebut ia sampaikan bersamaan dengan serangkaian pernyataan yang menegaskan keterbatasan pengetahuannya. Sembari memaki warga Desa Ria-ria dan mengucapkan kalimat-kalimat yang merendahkan –salah satunya kalimat seksis dengan mengasosiasikan pakaian perempuan sebagai simbol kelemahan – ia juga menyampaikan beberapa hal kepada KSPPM, juga Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang memang menjadi rekan juang beberapa komunitas Masyarakat Adat di Kabupaten Humbang Hasundutan.
Pada pokoknya, ia menekankan KSPPM dan AMAN untuk berhenti mendampingi warga Humbang Hasundutan yang sedang menghadapi konflik agraria dan berusaha meyakinkan warga untuk mempercayakan penyelesaian segala konflik kepadanya selaku bupati. Ia juga menyatakan bahwa kehadiran KSPPM dan AMAN hanya menimbulkan kegaduhan dan tiada pernah menyelesaikan masalah.
Ketiga, tak berhenti sampai di situ, ia juga mengundang beberapa perwakilan Komunitas Masyarakat Adat Desa Ria-ria pada 10 September 2024. Dari perwakilan komunitas, kami mendengar banyak hal tak pantas yang ia ucapkan. Akan tetapi, pada kesempatan ini kami hanya akan menanggapi ucapan yang secara langsung ditujukan kepada KSPPM.
Dosmar Banjarnahor, memberi intimidasi kepada perwakilan komunitas tentang kehadiran KSPPM. Ia juga tanpa malu mengancam tidak akan melanjutkan penyelesaian sengketa tanah adat Ria-ria, jika ia mengetahui KSPPM masih hadir di desa.
Tak hanya itu, ia dengan lantang menjelaskan kepada perwakilan komunitas, bahwa KSPPM meraup untung dari perjuangan masyarakat adat Desa Ria-ria.
“Orang ini hanya mencari kegaduhan. Molo gaduh jolma, dibotoho do KSPPM dohot AMAN? Dipoto do hamu demo, mereka dapat uang, holan ido (kalau rakyat gaduh, KSPPM dan AMAN akan mengambil foto saat kalian demo, dan mereka dapat uang”
Demikian petikan langsung kalimat Dosmar, yang kami siap buktikan jika dibutuhkan.
Menanggapi hal ini adalah wujud tanggung jawab kami dalam melawan segala bentuk pembodohan. Karena itu, atas pernyataan tidak bijak dan tidak berdasar tersebut, kami sebagai perkumpulan ingin menyampaikan beberapa hal.
Pertama, KSPPM telah berdiri selama 40 tahun. Selama 40 tahun tersebut, sesuai namanya, KSPPM selalu mengedepankan prakarsa dan kehendak rakyat dalam penentuan arah perjuangannya.
Termasuk saat kami mendampingi atau meninggalkan komunitas rakyat berjuang sendiri. Kami melakukan pengorganisiran secara serius, bahkan terlibat dalam keseharian komunitas yang kami dampingi. Karena itulah, pergi/tidaknya kami dari sebuah komunitas yang sedang berjuang hanya dapat ditentukan oleh pernyataan langsung komunitas itu sendiri.
Upaya Dosmar atau siapapun untuk mengusir kami, tidak akan kami tanggapi apalagi turuti. Penguasa zalim, umumnya memang mengupayakan segala cara untuk melemahkan dan membuat orang yang ingin ditindasnya semakin mudah dikendalikan. Dan kami tidak akan menuruti itu.
Segala perjuangan rakyat harus didasari oleh kesadaran kritis. Dan ketika penguasa berupaya memusnahkan kesadaran kritis itu, maka harus ada kaum yang sadar untuk mengisi peran penyadaran. Tanpa itu, langgenglah penyelenggaraan kekuasaan yang zalim dan menindas.
Kedua, kami menentang keras penyebaran berita bohong oleh Dosmar yang menyatakan bahwa kami meraup untung dari perjuangan petani dan masyarakat adat yang kami dampingi. Bagi kami, pernyataan tersebut tak lebih dari fitnah yang disampaikan oleh penindas yang tak suka ada orang yang berupaya menghentikan penindasan yang dilakukannya.
Ketiga, kami ingin tegaskan. Selama masih ada bentuk penindasan dan penyelewangan hak rakyat di manapun, kami dengan segala daya upaya akan berjuang bersama rakyat yang membutuhkan sokongan dalam melawan penguasan yang menindas. Pergi atau tidaknya KSPPM dari komunitas yang dilalaikan bahkan direnggut haknya oleh negara, hanya dapat ditentukan oleh rakyat itu sendiri. Penguasa dengan kekuasaan sebesar apapun, tidak berhak menentukan cara dan dengan siapa rakyat ingin berjuang.
Keempat, KSPPM dalam mencapai visinya “Terwujudnya masyarakat sipil yang berdaulat, pemerintahan yang bersih dan demokratis serta terciptanya ekonomi yang adil dengan menghargai kemajemukan dan keutuhan ciptaan” tidak bekerja sendirian.
KSPPM sebagai mitra kritis pemerintah selalu membangun kolaborasi dengan siapa saja yang memiliki visi dan misi yang sama dengan kami, termasuk pemerintah baik di tingkat desa, kabupaten maupun nasional. Pemenuhan hak-hak sipil dan politik (sipol) serta ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob) rakyat harus melibatkan unsur pemerintah sebagai pemilik tanggungjawab dalam pengakuan, perlindungan dan pemenuhan HAM Masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu, kerja-kerja bersama KSPPM dengan pemerintah sering dilakukan, termasuk dengan Pemkab Humbang Hasundutan. Terakhir, kerjasama dengan pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan adalah mendorong pemerintah menerbitkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di Desa Pandumaan-Sipituhuta. Sehingga, tidak ada alasan bagi KSPPM untuk memosisikan pemerintah sebagai musuh, apalagi menghasut dan menebar kebencian terhadap pemerintah, seperti yang dilakukan oleh Bupati Dosmar Banjarnahor saat ini.
Melalui surat terbuka ini, kami ingin menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Bupati Dosmar Banjarnahor dengan menebar kebencian, menghasut dan mendiskriminasi pihak atau kelompok tertentu adalah sebuah tindakan anti -demokrasi, hina dan tidak terpuji, oleh karena itu harus dilawan.
Demikian surat terbuka ini kami layangkan semoga menjadi pembelajaran bagi kita semua di kemudian hari khususnya bagi para pemimpin yang terpilih untuk tidak menjadi pemimpin yang arogan dan anti kritik. Sikap anti kritik adalah pertanda matinya demokrasi padahal “alam demokrasi” lah yang memungkinkan anda menjadi pemimpin sebagai manifestasi kedaulatan rakyat.
Parapat, 18 Oktober 2024
A.N. Kelompok Studi Dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM)
Masro Delima Silalahi
Sekretaris Eksekutif KSPPM
Narahubung:
+62 813-6276-0428 (Masro Delima Silalahi)
+62 852-5262-4955 (Rocky Pasaribu)