ksppm
  • Beranda
  • Profile
    • Visi dan Misi
    • Profil KSPPM
    • Tentang KSPPM
    • Struktur Organisasi
    • Pelaksana Program
    • Staff
    • Badan Pendiri
  • Berita
    • Samosir
    • Toba
    • Tapanuli Utara
    • Humbahas
    • Liputan Media
    • Wilayah Lainnya
  • Buletin Prakarsa
Donation
No Result
View All Result
en English id Indonesian
ksppm
  • Beranda
  • Profile
    • Visi dan Misi
    • Profil KSPPM
    • Tentang KSPPM
    • Struktur Organisasi
    • Pelaksana Program
    • Staff
    • Badan Pendiri
  • Berita
    • Samosir
    • Toba
    • Tapanuli Utara
    • Humbahas
    • Liputan Media
    • Wilayah Lainnya
  • Buletin Prakarsa
Donation
No Result
View All Result
en English id Indonesian
ksppm
Donation
Home Berita
DARI DANAU TOBA, AKTIVIS PEREMPUAN DESAK W20 LINDUNGI HAK HAK PEREMPUAN ADAT
  • Oleh:
  • Tim KSPPM
  • •
  • 20 Juli 2022
DARI DANAU TOBA, AKTIVIS PEREMPUAN DESAK W20 LINDUNGI HAK HAK PEREMPUAN ADAT

Aktivis dan masyarakat adat memegang spanduk di atas perahu di Danau Toba. Greenpeace Indonesia dan organisasi masyarakat adat setempat, Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) menggelar aksi dengan spanduk mengambang raksasa selama konferensi W20 di Danau Toba, Parapat, Sumatera Utara. Aksi mendukung perempuan masyarakat adat melindungi hutan adat mereka di kawasan yang dirusak oleh PT Toba Pulp Lestari.

Reading Time: 3 mins read
A A

Parapat, 20 Juli 2022. Sebuah banner raksasa bertuliskan “Perempuan Sumatera Utara Lawan Deforestasi” terapung di atas danau Toba. Banner tersebut dibentangkan oleh sejumlah aktivis serta para perempuan pedesaan Toba. Lewat aksi tersebut, mereka menyampaikan pesan kepada para partisipan W20 Summit di Parapat, betapa pentingnya menjaga hutan dan hak-hak masyarakat adat, khususnya perempuan adat dari ancaman deforestasi dan eksploitasi lahan.

“Aksi ini adalah bentuk penyampaian aspirasi kami bahwa pertemuan W20 Summit yang mengedepankan isu kesetaraan dan diskriminasi gender, ekonomi inklusif, perempuan marjinal dan kesehatan, seharusnya juga berkaca pada apa yang terjadi di hutan Sumatera Utara dan sekitarnya. Banyak masyarakat adat khususnya perempuan adat dan pedesaan terpaksa kehilangan ruang  hidupnya akibat perampasan tanah dan hutan yang dilakukan perusahaan-perusahaan besar, demi meraup keuntungan semata”, tegas Sekar Banjaran Aji, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia. 

Perempuan adat di tanah Sumatera Utara dan hampir seluruh wilayah Indonesia telah lama menjadi korban akibat ketimpangan struktural dan pembangunan eksploitatif yang tidak memperhatikan aspek gender. Berbagai program pembangunan telah menimbulkan konflik sosial serta kehancuran lingkungan hidup yang kemudian mengesampingkan dan bahkan melanggar hak-hak perempuan. Kelompok perempuan adalah kelompok yang paling rentan kehilangan sumber penghidupan akibat kasus penghancuran hutan dan perampasan lahan, serta seringkali juga mengalami kekerasan di wilayah-wilayah konflik agraria.  

Baca Juga

DPRD Simalungun Gelar Rapat Pansus Bahas Banjir Parapat, TPL Disebut Sebagai Penyebab Utama.

Nestapa Buruh Harian Lepas dalam Sistem yang Dikendalikan

Greenpeace Indonesia joins with the local indigenous organization People’s Initiative Development and Study Group (KSPPM) to hold an action with a giant floating banner read “North Sumatera Women Against Deforestation” during the W20 conference in Lake Toba, Parapat, North Sumatra. The action to support Women indigenous people protecting their customary forest in this area that was destroyed by PT Toba Pulp Lestari.

​​”Meskipun Presiden Jokowi telah menyerahkan 4 SK Hutan Adat di Danau Toba pada awal Februari 2022, namun belum menjawab persoalan masyarakat adat di Danau Toba. Masih banyak konflik agraria yang belum diselesaikan dengan serius. Atas nama pembangunan perampasan tanah terus terjadi. Selain perampasan tanah adat,  kerusakan hutan dan lingkungan juga tidak serius ditangani. Perampasan tanah yang dilakukan akibat kehadiran PT TPL merupakan pemiskinan struktural yang telah terjadi lebih dari tiga dekade, dan berkontribusi besar memperburuk kualitas hidup perempuan” ungkap Rocky Pasaribu dari KSPPM (Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat)

Kehadiran dua perusahaan besar seperti PT Toba Pulp Lestari  (TPL) dan PT Dairi Prima Mineral (DPM) telah lama merenggut hak-hak perempuan pedesaan di wilayah Toba dan menghancurkan hutan kemenyan. Kerusakan lingkungan hidup yang terjadi menyebabkan krisis  iklim yang menyulitkan para petani untuk menentukan musim tanam. Para petani juga seringkali mengalami gagal panen akibat buruknya cuaca yang tidak dapat diprediksi. 

Pada pertengahan 2020, datang ancaman baru seiring lahirnya proyek pangan skala besar atau Food Estate. Proyek yang digadang-gadang sebagai program ketahanan pangan untuk menangani krisis pangan di masa yang akan datang, nyatanya malah menghilangkan budaya, pengalaman, dan pengetahuan perempuan dalam corak pertanian lokal. Mereka harus berpatokan pada sistem pasar yang ditentukan oleh pemerintah dan korporasi besar. Proyek ini, sama halnya dengan proyek pertanian sebelumnya, hanya akan melahirkan konflik baru, industrialisasi pangan yang mengenyampingkan masyarakat, serta monopolisasi lahan-lahan pertanian dengan skema yang tampak baik di permukaan saja. 

Negara anggota G20 yang merupakan forum ekonomi utama dunia dimana secara kolektif mewakili dua per tiga atau sekitar 65 persen penduduk dunia, 79 persen perdagangan global, dan setidaknya 85 persen perekonomian dunia memiliki posisi strategis bagi keberlanjutan lingkungan hidup dan penanganan krisis iklim. Indonesia sebagai pemegang Presidency G20  harus memastikan bahwa ada kesepakatan yang lebih ambisius yang harus dicapai untuk mengedepankan  model pembangunan ekonomi  yang berkelanjutan, dengan beralih ke energi terbarukan yang berkeadilan, dan menghentikan kebijakan ekonomi dan pembangunan yang berbasis lahan yang mendorong deforestasi, merampas hak- hak masyarakat adat dan petani, serta hanya menguntungkan segelintir elit.

Organisasi yang terlibat : KSPPM, Greenpeace, KPA, AKSI, RAN, AMAN, BAKUMSU, BITRA, PDPK, Petrasa, YAK,  Yapidi

Kontak media :

Rocky Pasaribu, Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) 0852-5262-4955

Sekar Banjaran Aji, Juru Kampanye Hutan Greenpeace, 0812-8776-9880

  • Baca juga tulisan menarik lainnya dari
  • Tim KSPPM
  • atau artikel terkait
  • Berita

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Sebelumnya

Solusi Palsu Perubahan Iklim

Artikel Berikutnya

Suara Perempuan Adat Harusnya Ada dalam Semua Negosiasi W20 G20

Home Berita
DARI DANAU TOBA, AKTIVIS PEREMPUAN DESAK W20 LINDUNGI HAK HAK PEREMPUAN ADAT
  • Oleh:
  • Tim KSPPM
  • •
  • 20 Juli 2022
Aktivis dan masyarakat adat memegang spanduk di atas perahu di Danau Toba. Greenpeace Indonesia dan organisasi masyarakat adat setempat, Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) menggelar aksi dengan spanduk mengambang raksasa selama konferensi W20 di Danau Toba, Parapat, Sumatera Utara. Aksi mendukung perempuan masyarakat adat melindungi hutan adat mereka di kawasan yang dirusak oleh PT Toba Pulp Lestari.
Reading Time: 3 mins read
A A

Parapat, 20 Juli 2022. Sebuah banner raksasa bertuliskan “Perempuan Sumatera Utara Lawan Deforestasi” terapung di atas danau Toba. Banner tersebut dibentangkan oleh sejumlah aktivis serta para perempuan pedesaan Toba. Lewat aksi tersebut, mereka menyampaikan pesan kepada para partisipan W20 Summit di Parapat, betapa pentingnya menjaga hutan dan hak-hak masyarakat adat, khususnya perempuan adat dari ancaman deforestasi dan eksploitasi lahan.

“Aksi ini adalah bentuk penyampaian aspirasi kami bahwa pertemuan W20 Summit yang mengedepankan isu kesetaraan dan diskriminasi gender, ekonomi inklusif, perempuan marjinal dan kesehatan, seharusnya juga berkaca pada apa yang terjadi di hutan Sumatera Utara dan sekitarnya. Banyak masyarakat adat khususnya perempuan adat dan pedesaan terpaksa kehilangan ruang  hidupnya akibat perampasan tanah dan hutan yang dilakukan perusahaan-perusahaan besar, demi meraup keuntungan semata”, tegas Sekar Banjaran Aji, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia. 

Perempuan adat di tanah Sumatera Utara dan hampir seluruh wilayah Indonesia telah lama menjadi korban akibat ketimpangan struktural dan pembangunan eksploitatif yang tidak memperhatikan aspek gender. Berbagai program pembangunan telah menimbulkan konflik sosial serta kehancuran lingkungan hidup yang kemudian mengesampingkan dan bahkan melanggar hak-hak perempuan. Kelompok perempuan adalah kelompok yang paling rentan kehilangan sumber penghidupan akibat kasus penghancuran hutan dan perampasan lahan, serta seringkali juga mengalami kekerasan di wilayah-wilayah konflik agraria.  

Baca Juga

DPRD Simalungun Gelar Rapat Pansus Bahas Banjir Parapat, TPL Disebut Sebagai Penyebab Utama.

Nestapa Buruh Harian Lepas dalam Sistem yang Dikendalikan

Greenpeace Indonesia joins with the local indigenous organization People’s Initiative Development and Study Group (KSPPM) to hold an action with a giant floating banner read “North Sumatera Women Against Deforestation” during the W20 conference in Lake Toba, Parapat, North Sumatra. The action to support Women indigenous people protecting their customary forest in this area that was destroyed by PT Toba Pulp Lestari.

​​”Meskipun Presiden Jokowi telah menyerahkan 4 SK Hutan Adat di Danau Toba pada awal Februari 2022, namun belum menjawab persoalan masyarakat adat di Danau Toba. Masih banyak konflik agraria yang belum diselesaikan dengan serius. Atas nama pembangunan perampasan tanah terus terjadi. Selain perampasan tanah adat,  kerusakan hutan dan lingkungan juga tidak serius ditangani. Perampasan tanah yang dilakukan akibat kehadiran PT TPL merupakan pemiskinan struktural yang telah terjadi lebih dari tiga dekade, dan berkontribusi besar memperburuk kualitas hidup perempuan” ungkap Rocky Pasaribu dari KSPPM (Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat)

Kehadiran dua perusahaan besar seperti PT Toba Pulp Lestari  (TPL) dan PT Dairi Prima Mineral (DPM) telah lama merenggut hak-hak perempuan pedesaan di wilayah Toba dan menghancurkan hutan kemenyan. Kerusakan lingkungan hidup yang terjadi menyebabkan krisis  iklim yang menyulitkan para petani untuk menentukan musim tanam. Para petani juga seringkali mengalami gagal panen akibat buruknya cuaca yang tidak dapat diprediksi. 

Pada pertengahan 2020, datang ancaman baru seiring lahirnya proyek pangan skala besar atau Food Estate. Proyek yang digadang-gadang sebagai program ketahanan pangan untuk menangani krisis pangan di masa yang akan datang, nyatanya malah menghilangkan budaya, pengalaman, dan pengetahuan perempuan dalam corak pertanian lokal. Mereka harus berpatokan pada sistem pasar yang ditentukan oleh pemerintah dan korporasi besar. Proyek ini, sama halnya dengan proyek pertanian sebelumnya, hanya akan melahirkan konflik baru, industrialisasi pangan yang mengenyampingkan masyarakat, serta monopolisasi lahan-lahan pertanian dengan skema yang tampak baik di permukaan saja. 

Negara anggota G20 yang merupakan forum ekonomi utama dunia dimana secara kolektif mewakili dua per tiga atau sekitar 65 persen penduduk dunia, 79 persen perdagangan global, dan setidaknya 85 persen perekonomian dunia memiliki posisi strategis bagi keberlanjutan lingkungan hidup dan penanganan krisis iklim. Indonesia sebagai pemegang Presidency G20  harus memastikan bahwa ada kesepakatan yang lebih ambisius yang harus dicapai untuk mengedepankan  model pembangunan ekonomi  yang berkelanjutan, dengan beralih ke energi terbarukan yang berkeadilan, dan menghentikan kebijakan ekonomi dan pembangunan yang berbasis lahan yang mendorong deforestasi, merampas hak- hak masyarakat adat dan petani, serta hanya menguntungkan segelintir elit.

Organisasi yang terlibat : KSPPM, Greenpeace, KPA, AKSI, RAN, AMAN, BAKUMSU, BITRA, PDPK, Petrasa, YAK,  Yapidi

Kontak media :

Rocky Pasaribu, Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) 0852-5262-4955

Sekar Banjaran Aji, Juru Kampanye Hutan Greenpeace, 0812-8776-9880

  • Baca juga tulisan menarik lainnya dari
  • Tim KSPPM
  • atau artikel terkait
  • Berita

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Sebelumnya

Solusi Palsu Perubahan Iklim

Artikel Berikutnya

Suara Perempuan Adat Harusnya Ada dalam Semua Negosiasi W20 G20

Related Articles

DPRD Simalungun Gelar Rapat Pansus Bahas Banjir Parapat, TPL Disebut Sebagai Penyebab Utama.

DPRD Simalungun Gelar Rapat Pansus Bahas Banjir Parapat, TPL Disebut Sebagai Penyebab Utama.

29 April 2025
Nestapa Buruh Harian Lepas dalam Sistem yang Dikendalikan

Nestapa Buruh Harian Lepas dalam Sistem yang Dikendalikan

8 April 2025
Pimpinan DPRD Taput:  PT TPL harus menghentikan aktivitas di Wilayah Adat Onan Harbangan

Pimpinan DPRD Taput: PT TPL harus menghentikan aktivitas di Wilayah Adat Onan Harbangan

3 Februari 2025
Demi Pendudukan yang Terorganisir: Bona Taon Komunitas Golat Naibaho 2025

Demi Pendudukan yang Terorganisir: Bona Taon Komunitas Golat Naibaho 2025

3 Februari 2025
Tanah dan Kehidupan: Transformasi Strategi Perjuangan Masyarakat Adat dengan Inisiatif DaMaRA dalam Bona Taon Komunitas Golat Simbolon

Tanah dan Kehidupan: Transformasi Strategi Perjuangan Masyarakat Adat dengan Inisiatif DaMaRA dalam Bona Taon Komunitas Golat Simbolon

3 Februari 2025
Surat Petani Food Estate Ria-Ria kepada Pemerintah di Jakarta

Surat Petani Food Estate Ria-Ria kepada Pemerintah di Jakarta

27 Januari 2025

Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat. Pada tahun 1984, pendahulu kami sangat prihatin dan peduli terhadap realitas kemiskinan, pelanggaran dan kekerasan terhadap hak asasi manusia, serta dampak buruk yang ditimbulkan pembangunan di Indonesia…Selengkapnya 

  • Girsang 1, Kec. Girsang Sipangan Bolon, Kab. Simalungun - Parapat, Sumatera Utara 21174
  • pksppm@yahoo.com
  • +0625 42393
Facebook Instagram X-twitter Youtube

Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat. Pada tahun 1984, pendahulu kami sangat prihatin dan peduli terhadap realitas kemiskinan, pelanggaran dan kekerasan terhadap hak asasi manusia, serta dampak buruk yang ditimbulkan pembangunan di Indonesia…Selengkapnya 

  • Girsang 1, Kec. Girsang Sipangan Bolon, Kab. Simalungun - Parapat, Sumatera Utara 21174
  • pksppm@yahoo.com
  • +0625 42393
Facebook Instagram X-twitter Youtube
© Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat - KSPPM. All Rights Reserved.
Home
Home
Buletin
Buletin
Channel
Channel
Explore
Explore
No Result
View All Result
en English id Indonesian
  • Beranda
  • Profile
    • Visi dan Misi
    • Profil KSPPM
    • Tentang KSPPM
    • Struktur Organisasi
    • Pelaksana Program
    • Staff
    • Badan Pendiri
  • Berita
    • Samosir
    • Toba
    • Tapanuli Utara
    • Humbahas
    • Liputan Media
    • Wilayah Lainnya
  • Buletin Prakarsa