ksppm
  • Beranda
  • Profile
    • Visi dan Misi
    • Profil KSPPM
    • Tentang KSPPM
    • Struktur Organisasi
    • Pelaksana Program
    • Staff
    • Badan Pendiri
  • Berita
    • Samosir
    • Toba
    • Tapanuli Utara
    • Humbahas
    • Liputan Media
    • Wilayah Lainnya
  • Buletin Prakarsa
Donation
No Result
View All Result
en English id Indonesian
ksppm
  • Beranda
  • Profile
    • Visi dan Misi
    • Profil KSPPM
    • Tentang KSPPM
    • Struktur Organisasi
    • Pelaksana Program
    • Staff
    • Badan Pendiri
  • Berita
    • Samosir
    • Toba
    • Tapanuli Utara
    • Humbahas
    • Liputan Media
    • Wilayah Lainnya
  • Buletin Prakarsa
Donation
No Result
View All Result
en English id Indonesian
ksppm
Donation
Organisasi Masyarakat Sipil Samosir serukan Tutup TPL
  • Oleh:
  • Tim KSPPM
  • •
  • 25 Juni 2025
Organisasi Masyarakat Sipil Samosir serukan Tutup TPL
Reading Time: 4 mins read
A A

Pangururan, 25/6/2025—Tokoh adat, pemuka gereja, aktivis lingkungan, organisasi pemuda, dan masyarakat sipil dari berbagai wilayah Kabupaten Samosir menyatakan sikap bersama untuk menuntut penutupan permanen PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL menyelenggarakan konsolidasi akbar lintas elemen masyarakat di Kabupaten Samosir untuk memperkuat perjuangan penutupan PT TPL. Kegiatan ini menjadi wadah strategis untuk menyatukan suara dan sikap masyarakat adat, organisasi keagamaan, kelompok tani, dan komunitas sipil dalam menolak keberadaan TPL yang telah menyebabkan kerusakan ekologis, konflik sosial, dan pelanggaran hak asasi manusia.

Ketua Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL, Anggiat Sinaga, menyampaikan bahwa gerakan ini merupakan kelanjutan dari perjuangan panjang sejak tahun 1990-an. Ia menekankan pentingnya menghidupkan kembali semangat perlawanan, terutama setelah seruan moral dari pimpinan gereja Ehporus HKBP untuk mendesak penutupan TPL.

Baca Juga

OPERASI PT TPL DI TANO BATAK TELAH MERAMPAS TANAH DAN WILAYAH ADAT MASYARAKAT, MELANGGAR HAK PARA PEKERJA

DPRD Simalungun Gelar Rapat Pansus Bahas Banjir Parapat, TPL Disebut Sebagai Penyebab Utama.

“Gerakan ini harus dipantik kembali. Namun bukan berarti kita selama ini diam. Hari ini bukan hanya soal perlawanan panjang sejak lama, tapi bagaimana kita menyusun langkah ke depan untuk menyelamatkan Tano Batak,” ujar Anggiat.

Dalam forum ini, Josua Sihite dari Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) memaparkan data-data penting mengenai dampak kehadiran TPL. Di antaranya adalah pelanggaran konsesi seluas 33.458,59 hektare, perubahan tutupan hutan, daftar panjang bencana ekologis, hingga kasus pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat sejak 1998 hingga 2025, dengan rincian jumlah kasus kriminalisasi 260 orang, kekerasan fisik 208 orang, dan meninggal dunia sebanyak 2 orang, total seluruhnya ada 470 orang korban. Data tersebut dikompilasi dari KSPPM, AMAN Tano Batak, KPA, dan Bakumsu.

Johntoni Tarihoran dari AMAN Tano Batak menegaskan bahwa kehadiran TPL tidak memiliki legitimasi adat. Ia menyampaikan bahwa konflik tanah dan tumpang tindih klaim antara masyarakat adat dan TPL telah memicu keresahan dan gesekan di berbagai wilayah. “Tanah kita adalah tanah adat. Negara dan TPL tidak berhak mengabaikan itu,” tegasnya.

Selain itu, Tonny juga mengangkat kasus kriminalisasi terhadap Sorbatua Siallagan, seorang petani berusia 60 tahun, yang dipenjara dan didenda karena mengelola dan mempertahankan hak atas tanah adat yang belum selesai status kehutanannya.

Ia menambahkan bahwa pertemuan ini menjadi ruang refleksi kolektif dan deklarasi sikap bersama untuk terus memperluas solidaritas dan perjuangan rakyat lintas sektor. Semangat yang disuarakan hari ini adalah bagian dari tanggung jawab moral sebagai pewaris tanah leluhur untuk merawat dan mewariskan alam yang lestari bagi generasi mendatang.

Ketua Lembaga Adat Samosir, Pantas Marroha Sinaga, ikut menegaskan bahwa rakyat sudah terlalu lama menanggung derita dan hanya aksi kolektif yang bisa menghentikannya.

“Kita tidak bisa lagi bergantung pada pemerintah yang ambigu. Saatnya rakyat dan hukum adat mengambil alih kedaulatan atas tanah ini. TPL harus ditutup,” tegasnya.

Dukungan juga datang dari kalangan gereja. Praeses HKBP Distrik VII wilayah Samosir, Pdt. Rintalori Sianturi, menyatakan bahwa gerakan ini adalah bagian dari tanggung jawab iman untuk menjaga ciptaan Tuhan.

“Tanah ini bukan milik kita, tapi titipan Tuhan. Oleh karena itu, sudah menjadi panggilan iman menjaga dan merawat alam, dan mewariskannya dengan baik kepada generasi mendatang. Jika ada aksi, pendeta-pendeta HKBP Distrik VII wilayah Samosir siap turun ke lapangan,” ucapnya dalam pertemuan tersebut.

Sementara itu, organisasi seperti Pemuda Katolik, Serikat Tani Kabupaten Samosir (STKS), hingga kelompok pemuda adat dari Tapanuli Utara, Toba, Humbang-Silindung dan Samosir, Naposo Pature Bona (NPB), DPC GAMKI Samosir, Forum Masyarakat (Formas) Samosir, menyampaikan konsistensi mereka dalam menolak PT TPL. Mereka menyoroti bahwa sudah terlalu banyak korban, termasuk korban jiwa, akibat konflik lahan. Krisis lingkungan, seperti hutan rusak, tanah tandus, longsor, dan bencana ekologis lainnya.

Pahala Tua Simbolon, masyarakat sipil, menyampaikan bahwa tahun 2025 harus menjadi batas akhir keberadaan PT TPL di Tanah Batak. Ia menekankan pentingnya mengkonsolidasikan kekuatan massa lintas desa, lintas sektor, dan lintas wilayah untuk mendesak pemerintah pusat bertindak.

“Jika tambang di Raja Ampat bisa ditutup, maka TPL juga bisa ditutup. Yang penting, semua elemen rakyat harus bersatu dan bergerak bersama supaya seruan ini muncul ke permukaan publik dan merebut perhatian pemerintah pusat,” tegasnya.

Ia pun membandingkan sebelum dan sesudah PT TPL hengkang dari Pulau Samosir, dampak negatif terhadap lingkungan masih terasa hingga hari ini.

“Saya ingat dulu bagaimana Pulau Samosir ini, airnya melimpah ruah, sungai-sungai mengalir tiada hentinya. Sekarang ketersediaan air sangat susah, bahkan air di sungai hanya akan mengalir jika datang hujan saja,” jelasnya.

Perwakilan jurnalis dari Green Berita dan Ikatan Wartawan Online (IWO) menyatakan komitmennya untuk terus menyuarakan gerakan “Tutup TPL” secara konsisten di berbagai platform media, agar suara rakyat tidak tenggelam di tengah kepentingan politik dan industri.

Pernyataan Sikap

Pertemuan tersebut menghasilkan pernyataan sikap oleh seluruh unsur lembaga adat, tokoh gereja, organisasi pemuda, serta warga Samosir dari berbagai latar belakang, menyatakan sikap dan tekad bersama terhadap keberadaan PT TPL selama puluhan tahun di Tanah Batak, yakni:

  1. PT TPL tidak layak lagi berada di tanah Batak dan harus segera ditutup secara permanen. Keberadaan TPL terbukti telah merusak lingkungan, menghancurkan hutan adat, mengeringkan sumber air, serta menciptakan konflik sosial di tengah masyarakat.
  2. Kami menyambut suara kenabian dari para pemimpin gereja yang berpihak pada kelestarian ciptaan Tuhan. Kami menegaskan bahwa perjuangan ini bukan hanya politis, tetapi juga moral dan spiritual.
  3. Hentikan krisis ekologi dan penderitaan rakyat. Krisis air, kekeringan, tanah tandus, dan hilangnya keanekaragaman hayati adalah akibat langsung dari eksploitasi hutan yang dilakukan PT TPL. Bila dibiarkan, generasi mendatang tidak akan mewarisi apa-apa selain kehancuran.
  4. Kedaulatan rakyat harus ditegakkan supaya Pemerintah Kabupaten Samosir dan pemerintah daerah lainnya ikut segera mengakui dan menetapkan wilayah adat secara resmi, dan menolak semua izin yang mencaplok hutan adat.
  5. Mendesak DPRD Samosir untuk membentuk panitia khusus percepatan TUTUP PT TPL.
  • Baca juga tulisan menarik lainnya dari
  • Tim KSPPM
  • atau artikel terkait
  • Berita, Samosir

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Sebelumnya

DPRD Simalungun Gelar Rapat Pansus Bahas Banjir Parapat, TPL Disebut Sebagai Penyebab Utama.

Artikel Berikutnya

OPERASI PT TPL DI TANO BATAK TELAH MERAMPAS TANAH DAN WILAYAH ADAT MASYARAKAT, MELANGGAR HAK PARA PEKERJA

Organisasi Masyarakat Sipil Samosir serukan Tutup TPL
  • Oleh:
  • Tim KSPPM
  • •
  • 25 Juni 2025
Reading Time: 4 mins read
A A

Pangururan, 25/6/2025—Tokoh adat, pemuka gereja, aktivis lingkungan, organisasi pemuda, dan masyarakat sipil dari berbagai wilayah Kabupaten Samosir menyatakan sikap bersama untuk menuntut penutupan permanen PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL menyelenggarakan konsolidasi akbar lintas elemen masyarakat di Kabupaten Samosir untuk memperkuat perjuangan penutupan PT TPL. Kegiatan ini menjadi wadah strategis untuk menyatukan suara dan sikap masyarakat adat, organisasi keagamaan, kelompok tani, dan komunitas sipil dalam menolak keberadaan TPL yang telah menyebabkan kerusakan ekologis, konflik sosial, dan pelanggaran hak asasi manusia.

Ketua Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL, Anggiat Sinaga, menyampaikan bahwa gerakan ini merupakan kelanjutan dari perjuangan panjang sejak tahun 1990-an. Ia menekankan pentingnya menghidupkan kembali semangat perlawanan, terutama setelah seruan moral dari pimpinan gereja Ehporus HKBP untuk mendesak penutupan TPL.

Baca Juga

OPERASI PT TPL DI TANO BATAK TELAH MERAMPAS TANAH DAN WILAYAH ADAT MASYARAKAT, MELANGGAR HAK PARA PEKERJA

DPRD Simalungun Gelar Rapat Pansus Bahas Banjir Parapat, TPL Disebut Sebagai Penyebab Utama.

“Gerakan ini harus dipantik kembali. Namun bukan berarti kita selama ini diam. Hari ini bukan hanya soal perlawanan panjang sejak lama, tapi bagaimana kita menyusun langkah ke depan untuk menyelamatkan Tano Batak,” ujar Anggiat.

Dalam forum ini, Josua Sihite dari Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) memaparkan data-data penting mengenai dampak kehadiran TPL. Di antaranya adalah pelanggaran konsesi seluas 33.458,59 hektare, perubahan tutupan hutan, daftar panjang bencana ekologis, hingga kasus pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat sejak 1998 hingga 2025, dengan rincian jumlah kasus kriminalisasi 260 orang, kekerasan fisik 208 orang, dan meninggal dunia sebanyak 2 orang, total seluruhnya ada 470 orang korban. Data tersebut dikompilasi dari KSPPM, AMAN Tano Batak, KPA, dan Bakumsu.

Johntoni Tarihoran dari AMAN Tano Batak menegaskan bahwa kehadiran TPL tidak memiliki legitimasi adat. Ia menyampaikan bahwa konflik tanah dan tumpang tindih klaim antara masyarakat adat dan TPL telah memicu keresahan dan gesekan di berbagai wilayah. “Tanah kita adalah tanah adat. Negara dan TPL tidak berhak mengabaikan itu,” tegasnya.

Selain itu, Tonny juga mengangkat kasus kriminalisasi terhadap Sorbatua Siallagan, seorang petani berusia 60 tahun, yang dipenjara dan didenda karena mengelola dan mempertahankan hak atas tanah adat yang belum selesai status kehutanannya.

Ia menambahkan bahwa pertemuan ini menjadi ruang refleksi kolektif dan deklarasi sikap bersama untuk terus memperluas solidaritas dan perjuangan rakyat lintas sektor. Semangat yang disuarakan hari ini adalah bagian dari tanggung jawab moral sebagai pewaris tanah leluhur untuk merawat dan mewariskan alam yang lestari bagi generasi mendatang.

Ketua Lembaga Adat Samosir, Pantas Marroha Sinaga, ikut menegaskan bahwa rakyat sudah terlalu lama menanggung derita dan hanya aksi kolektif yang bisa menghentikannya.

“Kita tidak bisa lagi bergantung pada pemerintah yang ambigu. Saatnya rakyat dan hukum adat mengambil alih kedaulatan atas tanah ini. TPL harus ditutup,” tegasnya.

Dukungan juga datang dari kalangan gereja. Praeses HKBP Distrik VII wilayah Samosir, Pdt. Rintalori Sianturi, menyatakan bahwa gerakan ini adalah bagian dari tanggung jawab iman untuk menjaga ciptaan Tuhan.

“Tanah ini bukan milik kita, tapi titipan Tuhan. Oleh karena itu, sudah menjadi panggilan iman menjaga dan merawat alam, dan mewariskannya dengan baik kepada generasi mendatang. Jika ada aksi, pendeta-pendeta HKBP Distrik VII wilayah Samosir siap turun ke lapangan,” ucapnya dalam pertemuan tersebut.

Sementara itu, organisasi seperti Pemuda Katolik, Serikat Tani Kabupaten Samosir (STKS), hingga kelompok pemuda adat dari Tapanuli Utara, Toba, Humbang-Silindung dan Samosir, Naposo Pature Bona (NPB), DPC GAMKI Samosir, Forum Masyarakat (Formas) Samosir, menyampaikan konsistensi mereka dalam menolak PT TPL. Mereka menyoroti bahwa sudah terlalu banyak korban, termasuk korban jiwa, akibat konflik lahan. Krisis lingkungan, seperti hutan rusak, tanah tandus, longsor, dan bencana ekologis lainnya.

Pahala Tua Simbolon, masyarakat sipil, menyampaikan bahwa tahun 2025 harus menjadi batas akhir keberadaan PT TPL di Tanah Batak. Ia menekankan pentingnya mengkonsolidasikan kekuatan massa lintas desa, lintas sektor, dan lintas wilayah untuk mendesak pemerintah pusat bertindak.

“Jika tambang di Raja Ampat bisa ditutup, maka TPL juga bisa ditutup. Yang penting, semua elemen rakyat harus bersatu dan bergerak bersama supaya seruan ini muncul ke permukaan publik dan merebut perhatian pemerintah pusat,” tegasnya.

Ia pun membandingkan sebelum dan sesudah PT TPL hengkang dari Pulau Samosir, dampak negatif terhadap lingkungan masih terasa hingga hari ini.

“Saya ingat dulu bagaimana Pulau Samosir ini, airnya melimpah ruah, sungai-sungai mengalir tiada hentinya. Sekarang ketersediaan air sangat susah, bahkan air di sungai hanya akan mengalir jika datang hujan saja,” jelasnya.

Perwakilan jurnalis dari Green Berita dan Ikatan Wartawan Online (IWO) menyatakan komitmennya untuk terus menyuarakan gerakan “Tutup TPL” secara konsisten di berbagai platform media, agar suara rakyat tidak tenggelam di tengah kepentingan politik dan industri.

Pernyataan Sikap

Pertemuan tersebut menghasilkan pernyataan sikap oleh seluruh unsur lembaga adat, tokoh gereja, organisasi pemuda, serta warga Samosir dari berbagai latar belakang, menyatakan sikap dan tekad bersama terhadap keberadaan PT TPL selama puluhan tahun di Tanah Batak, yakni:

  1. PT TPL tidak layak lagi berada di tanah Batak dan harus segera ditutup secara permanen. Keberadaan TPL terbukti telah merusak lingkungan, menghancurkan hutan adat, mengeringkan sumber air, serta menciptakan konflik sosial di tengah masyarakat.
  2. Kami menyambut suara kenabian dari para pemimpin gereja yang berpihak pada kelestarian ciptaan Tuhan. Kami menegaskan bahwa perjuangan ini bukan hanya politis, tetapi juga moral dan spiritual.
  3. Hentikan krisis ekologi dan penderitaan rakyat. Krisis air, kekeringan, tanah tandus, dan hilangnya keanekaragaman hayati adalah akibat langsung dari eksploitasi hutan yang dilakukan PT TPL. Bila dibiarkan, generasi mendatang tidak akan mewarisi apa-apa selain kehancuran.
  4. Kedaulatan rakyat harus ditegakkan supaya Pemerintah Kabupaten Samosir dan pemerintah daerah lainnya ikut segera mengakui dan menetapkan wilayah adat secara resmi, dan menolak semua izin yang mencaplok hutan adat.
  5. Mendesak DPRD Samosir untuk membentuk panitia khusus percepatan TUTUP PT TPL.
  • Baca juga tulisan menarik lainnya dari
  • Tim KSPPM
  • atau artikel terkait
  • Berita, Samosir

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Sebelumnya

DPRD Simalungun Gelar Rapat Pansus Bahas Banjir Parapat, TPL Disebut Sebagai Penyebab Utama.

Artikel Berikutnya

OPERASI PT TPL DI TANO BATAK TELAH MERAMPAS TANAH DAN WILAYAH ADAT MASYARAKAT, MELANGGAR HAK PARA PEKERJA

Related Articles

OPERASI PT TPL DI TANO BATAK TELAH MERAMPAS TANAH DAN WILAYAH ADAT MASYARAKAT, MELANGGAR HAK PARA PEKERJA

OPERASI PT TPL DI TANO BATAK TELAH MERAMPAS TANAH DAN WILAYAH ADAT MASYARAKAT, MELANGGAR HAK PARA PEKERJA

10 Juli 2025
DPRD Simalungun Gelar Rapat Pansus Bahas Banjir Parapat, TPL Disebut Sebagai Penyebab Utama.

DPRD Simalungun Gelar Rapat Pansus Bahas Banjir Parapat, TPL Disebut Sebagai Penyebab Utama.

29 April 2025
Nestapa Buruh Harian Lepas dalam Sistem yang Dikendalikan

Nestapa Buruh Harian Lepas dalam Sistem yang Dikendalikan

8 April 2025
Pimpinan DPRD Taput:  PT TPL harus menghentikan aktivitas di Wilayah Adat Onan Harbangan

Pimpinan DPRD Taput: PT TPL harus menghentikan aktivitas di Wilayah Adat Onan Harbangan

3 Februari 2025
Demi Pendudukan yang Terorganisir: Bona Taon Komunitas Golat Naibaho 2025

Demi Pendudukan yang Terorganisir: Bona Taon Komunitas Golat Naibaho 2025

3 Februari 2025
Tanah dan Kehidupan: Transformasi Strategi Perjuangan Masyarakat Adat dengan Inisiatif DaMaRA dalam Bona Taon Komunitas Golat Simbolon

Tanah dan Kehidupan: Transformasi Strategi Perjuangan Masyarakat Adat dengan Inisiatif DaMaRA dalam Bona Taon Komunitas Golat Simbolon

3 Februari 2025

Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat. Pada tahun 1984, pendahulu kami sangat prihatin dan peduli terhadap realitas kemiskinan, pelanggaran dan kekerasan terhadap hak asasi manusia, serta dampak buruk yang ditimbulkan pembangunan di Indonesia…Selengkapnya 

  • Girsang 1, Kec. Girsang Sipangan Bolon, Kab. Simalungun - Parapat, Sumatera Utara 21174
  • pksppm@yahoo.com
  • +0625 42393
Facebook Instagram X-twitter Youtube

Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat. Pada tahun 1984, pendahulu kami sangat prihatin dan peduli terhadap realitas kemiskinan, pelanggaran dan kekerasan terhadap hak asasi manusia, serta dampak buruk yang ditimbulkan pembangunan di Indonesia…Selengkapnya 

  • Girsang 1, Kec. Girsang Sipangan Bolon, Kab. Simalungun - Parapat, Sumatera Utara 21174
  • pksppm@yahoo.com
  • +0625 42393
Facebook Instagram X-twitter Youtube
© Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat - KSPPM. All Rights Reserved.
Home
Home
Buletin
Buletin
Channel
Channel
Explore
Explore
No Result
View All Result
en English id Indonesian
  • Beranda
  • Profile
    • Visi dan Misi
    • Profil KSPPM
    • Tentang KSPPM
    • Struktur Organisasi
    • Pelaksana Program
    • Staff
    • Badan Pendiri
  • Berita
    • Samosir
    • Toba
    • Tapanuli Utara
    • Humbahas
    • Liputan Media
    • Wilayah Lainnya
  • Buletin Prakarsa